PAPER
PRAKTIKUM GIZI DAN SENYAWA BIOAKTIF
FLAVONOID METABOLITES TRANSPORT
ACROSS A HUMAN BBB MODEL
1.
LATAR BELAKANG
Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa
banyak mengonsumsi buah dan sayur dapat menurunkan faktor resiko
neurodegeneratif (Singh et al., 2008;
Spencer, 2009). Flavonoid dari buah dan sayur menunjukkan efek positif terhadap
penyakit alzheimer (Marambaud et al.,
2005) dan Parkinson (Guo et al.,
2007). Karena konsumsi makanan tinggi flavonoid dapat memperbaiki kondisi
patologis saraf (Andrade and Assuncao, 2012; Andres-Lacueva et al., 2005).
Salah satu permasalahan utama yaitu sedikitnya
penelitian tentang mekanisme flavonoid (terkonjugasi dan tidak terkonjugasi)
untuk bisa mencapai sistem saraf pusat (SSP/CNS) dan memberikan efek biologis. Flavonoid
yang banyak dikonsumsi yaitu flavan-3-ols yang terdeteksi di plasma manusia
dalam bentuk termetilasi, tersulfatasi, dan terkonjugasi dengan asam glukoronat
(Del Rio et al., 2010; Stalmach et al., 2010). Sedangkan antosianin terdeteksi
di plasma manusia dalam bentuk utuh dan glikosidanya (Milbury et al., 2010).
Sementara flavonol berada di plasma dalam bentuk asli dan metabolitnya (Mullen et al., 2006).
Flavonoid tersebut harus dapat melewati blood–brain barrier (BBB) untuk dapat
mencapai otak. BBB berperan untuk membatasi transportasi substansi tertentu
menuju otak (Palmer, 2010), menyediakan nutrisi esensial, hormon dan
obat-obatan, melindungi otak dari toksik serta membuang metabolit tertentu yang
tidak diperlukan (Abbott et al.,
2006). Struktur BBB dapat dilihat pada Gambar
1 berikut:
Gambar 1. Struktur unit
neurovaskular. Sel-sel endotel otak dan tight
junction (TJ) merupakan dasar anatomi BBB (Toth et al., 2011)
Efek biologis flavonoid tidak hanya dalam
bentuk tidak terkonjugasi namun juga dalam bentuk metabolitnya (Del Rio et al.,
2010; Mullen et al., 2010). Karena itu, tujuan dari penelitian yaitu
mengevaluasi mekanisme transportasi transmembran flavonoid dan metabolitnya
(termetilasi dan terkonjugasi dengan asam glukuronat) ketika melintasi sel
hCMEC / D3 (sel BBB manusia secara in vitro). Sel hCMEC / D3 adalah sel endotel
kapiler otak manusia immortal, yang digunakan sebagai model BBB karena secara
fenotip dapat mempertahankan karakteristik sel-sel endotel otak manusia (Mkrtchyan
et al., 2009) serta mempertahankan aktivitas transporter protein dan reseptor sebagaimana
yang diekspresikan pada BBB manusia aslinya (Ohtsuki et al., 2013). Perbandingan hCMEC / D3 dengan Human in-vitro models
BBB lain adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Perbandingan hCMEC
/ D3 dengan Human in-vitro models BBB lain
Model
|
Morfologi
endotelial
|
Junction claudins
|
TEER
(Ohm.cm2) (mean values) |
Sumber
|
hCMEC3/D3
(immortalized
human
brain
endothelial cells)
in
monoculture
|
Intermediate
|
1
(mRNA, WB)
3
(ICC, mRNA, WB) 5 (ICC, mRNA, PROT, WB) 12 (ICC, WB)
|
40
(standard culture)
200
(with
hydrocortisone)
|
Hatherell et al. (2011)
|
hPSC
(human pluripotent stem cells)
|
cobblestone
|
5
(ICC, WB)
|
250
(monoculture) – 700 (astrocyte co-culture) 5350 (pericyte primed NPC-co-culture)
|
Lippmann et al. (2012)
|
Cord
blood-derived
endothelial
progenitor
cells
|
cobblestone
|
1
(mRNA) 3 (mRNA) 5 (ICC, mRNA, WB)
|
70
(monoculture)
160
(pericyte
co-culture)
|
Boyer-Di Ponio et al. (2014)
|
ICC:
imunositokimia; WB: Western blotting; PROT: MS-based proteomics; TEER:
transendothelial electrical resistance
2.
METODE PENELITIAN
2.1
Bahan
a.
Reagen
(+)-katekin, (-)-epikatekin, kuersetin
dihidrat, Minimum Essential Medium, Ham’s F10, neomycine, penisilin G, amfoterisin
B, streptomisin, HEPES, trypsin–EDTA dan kolagen tipe I dari ekor tikus, (Sigma–Aldrich®,
Madrid, Spanyol); serum janin sapi (FBS), faktor pertumbuhan fibroblas dan Hanks’
Balance Salt Solution (HBSS) (Gibco, Barcelona, Spain), Endothelial Basal
Medium-2 (EBM-2), VEGF, IGF-1, EGF, basic FGF, hidrokortison, askorbat dan
gentamisin dari Clonetics (Cambrex BioScience, Wokingham, UK). Delfinidin-3-O-glukosida,
sianidin-3-O-glukosida, dan malvidin-3-O-glukosida dibeli dari Extrasynthese SA
(Genay, Prancis). Metabolit katekin, epikatenin, kuersetin, dan antosianin
disintesa dan dipurifikasi di laboratorium dengan mengacu pada literatur
(Fernandes et al., 2013; Fernandes et al., 2009; Gonzalez-Manzano et al., 2009).
b. Kultur Sel
Sel hCMEC/D3 disediakan oleh Dr.
Pierre-Olivier Couraud (INSERM U. 567, Université René Descartes, Paris, Prancis).
Sel disimpan pada kondisi atmosfer kelembaban 5%, kandungan udara CO2-95%
pada suhu 37oC, antara bagian 26 dan 30. Sel ditumbuhkan di media EBM-2
yang disuplementasi oleh VEGF, IGF-1, EGF, basic FGF, hidrokortison, askorbat,
gentamisin, dan 2,5% serum janin sapi (FBS), 100 U/ml penisilin G, 0.25 mg/ml
amfoterisin B and 100 mg/ml streptomisin, seperti yang direkomendasikan oleh
produsen (Lonza Walkersville, Inc). Media sel diganti setiap 48 jam dan sel
siap digunakan setelah inkubasi selama 5-6 hari.
Untuk melakukan subkultur, sel-sel
dipisahkan menggunakan tripsin–EDTA 0,25%, dilarutkan pada 1:5 dan disubkulturkan
dalam cawan petri yang telah dilapisi kolagen 21 cm2 pada area
pertumbuhan (Corning Costar®, Badhoevedorp, The Netherlands). Untuk tahap
eksperimen, sel-sel disemai pada sisipan transwell
(membran polytetrafluoroethylene yang dilapisi kolagen, ukuran pori 0.4 lm, diameter
12 mm, Corning Costar®). Sisipan disimpan pada 12 plates. Eksperimen
dilaksanakan selama 9-10 setelah penyemaian awal.
2.2
Metode
a.
Studi Transport
Transepithelial electrical resistance
(TEER) sel yang tumbuh di transwell diukur
menggunakan epithelial voltohmmeter, dilengkapi dengan elektroda planar (EVOM;
World Precision Instruments, Stevenage, UK). Eksperimen dilakukan hanya pada
sel monolayer yang menunjukkan TEER > 100 Ω.cm2. Media kemudian
dibuang dan sel dicuci menggunakan medium HBSS’ dengan 1.0 mM MgCl2 dan
0.25 mM CaCl2, pH 7.4. Larutan flavonoid di HBSS dengan 0.1% FBS ditambahkan
ke sisi apikal sel, kemudian medium yang sama bebas polifenol ditambahkan ke
kompartemen basolateral. Transport transepitelial bergerak berdasarkan fungsi
waktu pada suhu 37oC. Sampel diambil dari sisi basolateral dan
diganti dengan medium segar yang baru. Sampel dibekukan pada suhu -20oC
hingga analisa HPLC.
b.
Analisa HPLC
Katekin, epikatekin, dan metabolitnya
dianalisa menggunakan HPLC (Elite Lachrom system (L-2130)) pada 150 x 4.6 mm
i.d. fase terbalik pada kolom C18 (Merck, Darmstadt); deteksi dilakukan
menggunakan detektor diode array (L-2455). Solven yang digunakan yaitu A: H2O/HCOOH
(9.9:0.1), dan B: CH3CN. Proses separasi diawali dengan 93% A dan 7%
B selama 4 menit dan dilanjutkan dengan gradien 7-25% B selama 46 menit pada laju
aliran 0.5 ml/menit. Kemudian kolom dicuci menggunakan solven 100% B selama 10 menit
dan distabilitasi pada kondisi awal kembali selama 10 menit.
Untuk kuersetin dan metabolitnya, digunakan
peralatan dan solven yang sama. Perbedaannya, proses separasi diawali dengan 95%
A dan 5% B selama 15 menit dan gradien solven pada 5-70% B selama 20 menit pada
laju aliran 0.5 ml/menit. Kemudian kolom dicuci pada 100% B selama 10 menit dan
distabilitasi pada kondisi awal kembali selama 10 menit.
Analisa HPLC untuk antosianin dan produk
termetilasinya menggunakan peralatan yang sama namun kolom yang berbeda yaitu
pada 250 x 4.6 mm i.d. fase terbalik pada kolom C18 (Merck, Darmstadt); deteksi
dilakukan pada 520 nm (untuk 40-Me-Dp3gluc deteksi dilakukan pada 503 nm) menggunakan
detektor diode array (L-2455). Solven yang digunakan yaitu A: H2O/HCOOH
(9:1), dan B: H2O/CH3-CN/HCOOH (6:3:1). Gradien solven
diawali dengan 26–45% B selama 50 menit, 45–85% B selama 25 menit dan 85-0% B selama
10 menit pada laju aliran 1.0 ml/menit. Kemudian kolom dicuci pada 100% B selama
20 menit dan distabilitasi pada kondisi awal kembali selama 20 menit. Peak/puncak
yang terdeteksi dipindai pada 200 dan 700 nm.
Untuk analisa LC–MS, liquid chromatograph
(Hewlett–Packard 1100 series) equipped with a Thermo Finnigan (Hypersil Gold®) kolom
fase terbalik (150 mm x 4.6 mm, 5 lm, C18) suhu diatur pada 25oC. Kemudian
sampel dianalisa menggunakan solven, gradien, volume injeksi, dan laju aliran yang
sama dengan analisa HPLC diatas. Detektor MS Finnigan LCQ DECA XP MAX (Finnigan
Corp., San Jose, CA) penangkap ion quadrupole dilengkapi dengan sumber ionisasi
tekanan atmosfer (API), menggunakan ionisasi elektrospray antarmuka (ESI). Vaporiser
dan voltase kapiler berturut-turut 5 kV dan 4 V. Suhu kapiler diatur pada 325oC.
Nitrogen digunakan untuk selubung dan gas pembantu pada kecepatan alir berturut-turut
80 dan 30. Spektrum direkam pada ion positif antara m/z 120 dan 1500. MS
diprogram agar dapat melakukan 3 pemindaian yaitu: a full mass, pemindaian zoom
dari ion paling intens dalam pemindaian pertama, dan MS-MS dari ion paling
intens menggunakan relative collision
energy pada 30 and 60.
3.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1
Umum
hCMEC/D3 cell line adalah sel immortal
endotelial otak manusia, yang cocok digunakan untuk mempelajari transport transeluler
flavonoid dan metabolitnya melewati BBB manusia, karena dapat mempertahankan
karakteristik morfologi dan fungsional sel endotelial otak, sekalipun tanpa
co-culture dengan sel glial (Ohtsuki et
al., 2013; Weksler et al., 2005).
hCMEC/D3 cell dikulurkan pada media
semi-permeable. Hanya sel yang memiliki TEER > 100 Ω.cm2 yang
digunakan. Penampang sel hCMEC/D3 dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:
Gambar
2.
Penampang sel hCMEC/D3. Keterangan: luminal = apikal. Abluminal = basolateral
3.2
Flavan-3-ols
Uji flavan-3-ols yaitu dengan cara
inkubasi hCMEC/D3 selama 18 jam menggunakan larutan epikatekin dan metabolitnya.
Peak epikatekin dideteksi pada ([M+H]+ 291 m/z) sedangkan
peak metabolitnya dideteksi pada ([M+H]+ 305 m/z). Hasil
analisa flavan-3-ols dapat dilihat pada Gambar
3 berikut:
Gambar 3. Hasil analisa
flavan-3-ols
Berdasarkan gambar (3a) 4’-O-methylepicatechin
(4’-MeEpi) dan 3’-O-methylepicatechin (3’-MeEpi) memiliki kecepatan
transportasi lebih efisien dibanding epikatekin. Sedangkan pada gambar (3b) transport
pada suhu 37oC lebih efisien karena melalui 2 macam yaitu difusi
pasif dan menggunakan transporter. Selain itu, 4’-MeEpi dan 3’-MeEpi lebih
lipofilik dibanding epikatekin sehingga dapat melewati BBB lebih mudah.
Sedangkan efisiensi transport pada suhu 4oC lebih rendah karena transport
hanya disebabkan difusi pasif. Pada gambar (3c) metabolit flavanol lain yaitu 4’-methylcatechin
diuji dan hasilnya menunjukkan bahwa transport metabolit termetilasi lebih
efisiensi dibanding katekin pada pengujian 1 jam, 3 jam, dan 18 jam di suhu 37oC.
Hal ini karena 4’-methylcatechin lebih lipofilik dibanding katekin. Pada gambar
(3d) setelah inkubasi selama 3 jam pada suhu 37oC efisiensi 4’-methylcatechin
lebih tinggi dibandingkan katekin. Sedangkan inkubasi pada suhu 4oC
selama 3 jam menunjukkan bahwa transport 4’-methylcatechin maupun katekin
menurun.
3.3
Antosianin
Antosianin adalah flavonoid yang banyak
terdapat di makanan dan diserap dalam bentuk glukosidanya (Crozier et al., 2009;
Milbury et al., 2010).
Pada penelitian ini digunakan 3 jenis flavonoid yaitu delphinidin-3-O-glucoside
(Dp-3-gl), cyanidin-3-O-glucoside (Cy-3-gl), malvidin-3-O-glucoside (Mv-3-gl),
campuran 4’-methylated metabolite Dp-3-gl (4’Me-Dp-3-gl) dan 4’-O-methyl/3’-O-methylcyanidin-3-O-glucoside (apikal→basolateral). Persentase efisiensi transport
dihitung berdasarkan (konsentrasi sampel di sisi basolateral pada waktu
tertentu/konsentrasi sampel pada sisi apikal pada jam ke nol) x 100. Hasil
analisa antosianin dan metabolitnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel
2. Hasil analisa antosianin dan
metabolitnya
Hasilnya setelah inkubasi selama 18 jam,
menunjukkan bahwa dalam bentuk termetilasi dapat melewati BBB lebih efisien
dibandingkan dalam bentuk tidak terkonjugasi secara signifikan. Efisiensi
transport ini disebabkan karakteristik lipofilik dan adanya difusi pasif yang
turut berperan. Penambahan gugus metil pada struktur antosianin memberikan efek positif pada kecepatan
transport.
3.4
Flavonol
Quercetin adalah flavonol terbanyak di
dalam diet manusia. Hasil analisa quercetin dan metabolitnya dapat dilihat pada
Gambar 4 berikut:
Gambar 4. Hasil analisa
quercetin dan metabolitnya
Berdasarkan gambar (4a) transport
metabolit 3-O-glucuronyl-quercetin (3-GlucQ) lebih efisien dibanding quercetin
pada jam ke 1, 3, maupun ke 18. Sedangkan gambar (4b) menunjukkan bahwa
inkubasi sel pada suhu 4oC dapat menurunkan efisiensi transportnya
dibandingkan inkubasi sel pada suhu 37oC. Hasil analisa LC-MS
menunjukkan bahwa efisiensi quercetin sangat rendah yaitu hanya 8% setelah 18
jam.
Untuk mengetahui penyebab rendahnya intake
quercetin, dilakukan penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan dilakukan untuk
mengetahui efisiensi transport 30 μM quercetin (Q) dan setelah pretreatment sel hCMEC/D3 selama 48 jam
menggunakan efflux transporter yaitu rhodamine
123 dan cyclosporine A (apikal→basolateral). Persentase
efisiensi transport dihitung berdasarkan (konsentrasi sampel di sisi
basolateral pada waktu tertentu/konsentrasi sampel pada sisi apikal pada jam ke
nol) x 100. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Efisiensi
transport quercetin, quercetin + cyclosporine A, dan quercetin + rhodamine 123
Berdasarkan Tabel 3. Efflux transporter mempengaruhi uptake quercetin. Efflux
transporter merupakan komponen esensial di BBB yang mengontrol masuknya
xenobiotik ke otak, membatasi bioavailabilitas dan distribusi xenobiotik
tersebut.
3.5
Modulasi Transport
Flavonoid
Sel diberi perlakuan penambahan 30 μM epikatekin,
katekin, dan quercetin pada sel selama 48 jam untuk mengetahui efisiensi
transportnya (apikal→basolateral). Persentase
efisiensi transport dihitung berdasarkan (konsentrasi sampel di sisi
basolateral pada waktu tertentu/konsentrasi sampel pada sisi apikal pada jam ke
nol) x 100. Perbandingannya dapat dilihat pada Gambar
5 berikut:
Gambar 5. Perbandingan
efisiensi transport 30 μM epikatekin, katekin, dan quercetin
Pengaruh
pretreatment menggunakan bahan lain juga diuji pada penelitian ini. Persentase
efisiensi transport dihitung berdasarkan (konsentrasi sampel di sisi
basolateral pada waktu tertentu/konsentrasi sampel pada sisi apikal pada jam ke
nol) x 100. Perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4. Perbandingan
efisiensi transport epikatekin, katekin, dan quercetin dengan keberadaan progesteron
(100 μM), β-estradiol (100 μM) dan kafein (10 μM)
Berdasarkan Tabel 4, tidak ada pengaruh signifikan terhadap transport katekin
dan epikatekin setelah pretreatment selama 48 jam menggunakan progesteron (100 μM)
dan β-estradiol (100 μM), namun menunjukkan efisiensi transport quercetin
meningkat signifikan. Progesteron dan β-estradiol adalah aktivator alkaline
fosfatase. Sedangkan perlakuan kafein (10 μM) 48 jam sebelum uji transport
epikatekin, katekin, dan quercetin. Transport katekin dan epikatekin menurun
setelah perlakuan. Sementara transport quercetin yang sudah rendah semakin
menurun dengan adanya perlakuan kafein (10 μM). Hal ini karena kafein merupakan
inhibitor alkaline fosfatase (Casiglia et
al., 1993; Tsuang et al., 2006).
4.
KESIMPULAN
Secara keseluruhan metabolit flavonoid
dapat melewati BBB lebih efisien dibandingkan komponen tidak terkonjugasi.
Antosianin dan metabolitnya dapat melewati BBB karena bersifat lipofilik. Sedangkan
transport flavonol (quercetin) dimodulasi oleh fosfat modulator melalui
mekanisme regulasi fosforilasi/defosforilasi.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Utama
Faria, A., Meireles, M.,Fernandes, I.,
Santos-Buelga, C., Gonzalez-Manzano, S., Dueñas, M., de Freitas, V., Mateus,
N., Calhau, C. 2014. Flavonoid metabolites transport across a human BBB model. Food Chemistry, 149 (2014) 190–196.
Jurnal
Pendukung
Abbott
NJ, Rönnbäck L, Hansson E. (2006). Astrocyte-endothelial interactions at the
blood-brain barrier. Nature Rev Neurosci,
7(1): 41-53.
Andrade,
J. P., & Assuncao, M. (2012). Protective effects of chronic green tea
consumption on age-related neurodegeneration. Current Pharmaceutical Design, 8(1), 4–14.
Andres-Lacueva,
C., Shukitt-Hale, B., Galli, R. L., Jauregui, O., Lamuela-Raventos, R.
M., & Joseph, J. A. (2005). Anthocyanins in aged blueberry-fed rats are found centrally and may enhance memory. Nutritional Neuroscience, 8(2), 111–120.
M., & Joseph, J. A. (2005). Anthocyanins in aged blueberry-fed rats are found centrally and may enhance memory. Nutritional Neuroscience, 8(2), 111–120.
Boyer-Di
Ponio J, El-Ayoubi F, Glacial F, et al. (2014). Instruction of circulating
endothelial progenitors in vitro towards specialized blood-brain barrier and
arterial phenotypes. PLoS One ; 9: e84179
Casiglia,
E., Spolaore, P., Ginocchio, G., & Ambrosio, G. B. (1993). Unexpected
effects of coffee consumption on liver enzymes. European Journal of
Epidemiology, 9(3),
293–297
293–297
Del
Rio, D., Calani, L., Cordero, C., Salvatore, S., Pellegrini, N., &
Brighenti, F. (2010).
Bioavailability and catabolism of green tea flavan-3-ols in humans. Nutrition, 26(11–12), 1110–1116.
Bioavailability and catabolism of green tea flavan-3-ols in humans. Nutrition, 26(11–12), 1110–1116.
Fernandes,
I., Azevedo, J., Faria, A., Calhau, C., de Freitas, V., & Mateus, N.
(2009). Enzymatic hemisynthesis of metabolites and conjugates of anthocyanins. Journal of Agriculture and Food Chemistry,
57(2), 735–745.
Fernandes,
I., Marques, F., de Freitas, V., & Mateus, N. (2013). Antioxidant and
antiproliferative properties of methylated metabolites of anthocyanins. Food Chemistry, 141(3), 2923–2933.
Gonzalez-Manzano,
S., Gonzalez-Paramas, A., Santos-Buelga, C., & Duenas, M. (2009).
Preparation and characterization of catechin sulfates, glucuronides, and
methylethers with metabolic interest. Journal
of Agriculture and Food Chemistry, 57(4), 1231–1238.
Hatherell,
K., Couraud, P.O., Romero, I.A., et al. 2011. Development of a
three-dimensional, all-human in vitro model of the blood-brain barrier using
mono-, co-, and tri-cultivation Transwell models. J Neurosci Methods, 199: 223–229.
Lippmann
ES, Azarin SM, Kay JE, et al. (2012). Derivation of blood-brain barrier
endothelial cells from human pluripotent stem cells. Nat Biotechnol ; 30: 783–791.
Marambaud,
P., Zhao, H., & Davies, P. (2005). Resveratrol promotes clearance of
Alzheimer’s disease amyloid-beta peptides. Journal
of Biological Chemistry, 280(45), 37377–37382.
Milbury,
P. E., Vita, J. A., & Blumberg, J. B. (2010). Anthocyanins are bioavailable
in humans following an acute dose of cranberry juice. Journal of Nutrition, 140(6), 1099–1104.
Mkrtchyan,
H., Scheler, S., Klein, I., Fahr, A., Couraud, P. O., Romero, I. A., et al.
(2009).
Molecular cytogenetic characterization of the human cerebral microvessel endothelial cell line hCMEC/D3. Cytogenetic and Genome Research, 126(4), 313–317.
Molecular cytogenetic characterization of the human cerebral microvessel endothelial cell line hCMEC/D3. Cytogenetic and Genome Research, 126(4), 313–317.
Mullen,
W., Borges, G., Lean, M. E., Roberts, S. A., & Crozier, A. (2010).
Identification
of metabolites in human plasma and urine after consumption of a polyphenolrich juice drink. Journal of Agriculture and Food Chemistry, 58(4), 2586–2595.
of metabolites in human plasma and urine after consumption of a polyphenolrich juice drink. Journal of Agriculture and Food Chemistry, 58(4), 2586–2595.
Mullen,
W., Edwards, C. A., & Crozier, A. (2006). Absorption, excretion and
metabolite profiling of methyl-, glucuronyl-, glucosyl- and sulpho-conjugates
of quercetin in human plasma and urine after ingestion of onions. British Journal of Nutrition, 96(1),
107–116.
Ohtsuki,
S., Ikeda, C., Uchida, Y., Sakamoto, Y., Miller, F., Glacial, F., et al.
(2013). Quantitative targeted absolute proteomic analysis of transporters,
receptors and junction proteins for validation of human cerebral microvascular
endothelial cell line hCMEC/D3 as a human blood–brain barrier model. Molecular Pharmaceutics, 10(1), 289–296.
Palmer,
A. M. (2010). The blood–brain barrier. Neurobiology
of Disease, 37(1), 1–2.
Singh,
M., Arseneault, M., Sanderson, T., Murthy, V., & Ramassamy, C. (2008).
Challenges for research on polyphenols from foods in Alzheimer’s disease:
Bioavailability, metabolism, and cellular and molecular mechanisms. Journal of Agriculture and Food Chemistry,
56(13), 4855–4873.
Spencer,
J. P. (2009). The impact of flavonoids on memory: Physiological and molecular
considerations. Chemical Society Reviews,
38(4), 1152–1161.
Stalmach,
A., Mullen, W., Steiling, H., Williamson, G., Lean, M. E., & Crozier, A.
(2010). Absorption, metabolism, and excretion of green tea flavan-3-ols in
humans with an ileostomy. Molecular
Nutrition & Food Research, 54(3), 323–334.
Toth,
A., Veszelka, S., Nakagawa, S., et al. (2011). Patented In Vitro Blood-Brain
Barrier Models in CNS Drug Discovery. Recent Patents on CNS Drug Discovery,
2011, 6, 107-118
Tsuang,
Y. H., Sun, J. S., Chen, L. T., Sun, S. C., & Chen, S. C. (2006). Direct
effects of caffeine on osteoblastic cells metabolism: The possible causal
effect of caffeine on the formation of osteoporosis. Journal of Orthopaedic
Surgery and Research, 1, 7.
No comments:
Post a Comment