Mengapa manusia bisa tetap hidup
sehat walau ada sel autoreaktif di dalam tubuhnya?
Jawaban:
Sel autoreaktif adalah
limfosit yang mempunyai reseptor autoantigen. Bila sel tersebut memberikan
respons autoimun, maka disebut sel limfosit reaktif (SLR). Pada orang normal,
meskipun SLR berpasangan dengan autoantigen, tidak selalu terjadi respon
autoimun. Hal ini karena ada sistem limfoid yang mengontrol reaksi autoimun. Sedangkan
menurut teori forbidden clones, tubuh
menjadi toleran terhadap jaringannya sendiri karena sel-sel yang autoreaktif dimusnahkan
selama perkembangan embriologi. Dalam beberapa kasus, virus dapat menginfeksi
sistem limfoid. Hal ini menyebabkan mekanisme kontrol imunologi sistem limfoid
gagal bekerja dan terjadi autoimunitas.
Mengapa seseorang tetap terinfeksi
padahal memiliki sel immunokompeten khususnya sel B dan sel T yang mempunyai
clone dalam jumlah sangat besar?
Jawaban:
Menurut
Abbas (1991), ditinjau dari faktor host, penyebabnya adalah:
a.
Jumlah
dan kecepatan perkembang biakan patogen. Jumlah patogen yang
masuk ke dalam tubuh terlalu banyak hingga melebihi jumlah sel imun yang
tersedia. Selain itu, beberapa patogen memiliki kecepatan perkembangbiakan
sangat tinggi yang melebihi kecepatan clone
sel imun.
b.
Kekurangan
nutrisi. Kekurangan energi protein (KEP), defisiensi
mikromolekul seperti zinc, selenium, zat besi, tembaga, vitamin A,C, E, B6, dan
asam folat (vit B9) menyebabkan gangguan imunitas selular, aktivitas komplemen,
fungsi fagosit, kensentrasi antibodi, IgA, dan produksi sitokin, serta
menurunkan kecepatan respon imunitas. Hal ini juga dikenal dengan defisiensi
imun.
c.
Stres
emosional/depresi. Sering stres atau depresi berlebihan
dapat menyebabkan limfositopenia atau limfopenia. Limfopenia merupakan kondisi
seseorang dengan tingkat limfosit rendah. Pada orang dewasa jika limfosit dalam
darah di bawah 1.500/μl darah. Sedangkan pada anak-anak akan dianggap mengalami
limfopenia jika tingkat limfositnya di bawah 3.000/μl darah. Bila jumlah
limfosit menurun, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi akan terganggu. Hal ini
karena limfosit berperan untuk mencegah infeksi bakteri dan virus pada tubuh,
serta membantu melawan kanker. Gejala limfopenia biasanya tidak khas dan sering
ditemukan pada saat pemeriksaan darah untuk penyakit lain, misalnya infeksi.
d.
Menderita
chronic granulomatus disease. Chronic granulomatus disease (CGD)
merupakan gangguan sistem imun turunan (hereditas) dimana sel darah putih tidak
bisa menyerang infeksi. Karena itu fagosit tidak mampu melindungi tubuh dari
infeksi jamur dan bakteri. Penderita CGD umumnya mudah terserah pneumonia,
infeksi paru, infeksi kulit, infeksi sistem limfoid, infeksi liver, dan
gangguan sistem pencernaan.
Menurut
Munasir (2001), ditinjau dari faktor patogen, penyebabnya adalah:
a.
Kecepatan
mutasi tinggi. Patogen bermutasi dengan sangat cepat
melebihi kecepatan pengenalan antibodi pada antigen patogen tersebut. Sehingga
patogen tersebut tidak lagi dikenali oleh antibodi. Contoh: HIV penyebab AIDS
b.
Melakukan
replikasi intraselular (patogenesis intraselular). Patogen
mengeluarkan replikasi intraselular di
dalam sel tubuh manusia sehingga patogen tersebut terlindung dari kontak
langsung dengan sel imun dan antibodi. Contoh: Salmonella, Plasmodium falciparum, L. monocytogenes,
dan Leishmania spp.
c.
Membentuk
kapsul protektif. Patogen jenis ini hidup didalam kapsul
protektif yang mencegah lisis oleh sistem imun. Selain itu patogen jenis ini
juga mengeluarkan senyawa yang mengurangi respon imun atau mengarahkan respon
imun ke arah yang salah. Contoh: Mycobacterium
tuberculosis
d.
Membentuk
biofilm. Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk melindungi
diri dari sistem imun. Contoh: Pseudomonas
aeruginosa dan Burkholderia cenocepacia.
e.
Menghasilkan
protein. Beberapa bakteri patogen menghasilkan protein di permukaan
yang berikatan pada antibodi dan mengubah antibodi menjadi tidak efektif.
Contoh: Streptococcus (protein
G), Staphylococcus aureus (protein
A), dan Peptostreptococcus magnus (protein
L)
f.
Kapsul
antifagosit. Bakteri ekstraseluler dapat mensintesis kapsul
antifagosit. Kapsul antifagosit yaitu kapsul luar (outer capsule) yang dapat menurunkan adhesi antara sel fagosit
dengan bakteri. Selain itu, kapsul tersebut melindungi molekul karbohidrat pada
permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh reseptor fagosit. Karena
itu, akses fagosit dan deposisi C3B pada bakteri dapat dihambat. Contoh: Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenzae.
g.
Mengeluarkan
Eksotoksin: Beberapa patogen mengeluarkan eksotoksin.
Eksotoksin terbagi menjadi 5 yaitu hemolisin (merusak darah), leucocidine
(merusak leukosit), hyaluronidase (menyebabkan bakteri tersebar ke seluruh
tubuh), kolagenasae (merusak kolagen), dan koagulase (menyebabkan deposit
fibrin di permukaan sel). Eksotoksin yang menghambat kerja sistem imun
merupakan leucocidine karena dapat merusak leukosit.
Referensi
Abbas
AK, Lichtman AH, Pober JS. (1991). Cellular
and Molecular Immunology. Philadelphia: WE Saunders Company.
Meng
Q, Ying Z, Noble E, Zhao Y, Agrawal R, Mikhail A, Zhuang Y, Tyagi E, Zhang Q,
Lee JH, Morselli M, Orozco L, Guo W, Kilts TM, Zhu J, Zhang B, Pellegrini M,
Xiao X, Young MF, Gomez-Pinilla F, Yang X. (2016). Systems Nutrigenomics Reveals Brain Gene Networks Linking Metabolic and Brain Disorders. [Research Paper]. EBioMedicine 7
(2016) 157–166.
Munasir,
Z. (2001). Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri. [Tinjauan Pustaka]. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 4, Maret
2001: 193 – 197.
No comments:
Post a Comment