DIAGRAM FASE DAN TRIPLE POINT
1. Fase
Fase adalah setiap bagian sistem yang homogen dan
dipisahkan oleh batas yang jelas, sifat fisik dan sifat kimia berbeda dari
bagian sistem lain, dan dapat dipisahkan secara mekanik dari bagian lain sistem
itu (Haynes, 2011). Fase dibagi menjadi tiga yaitu padat, cair dan gas sebagai berikut
(Sulistiati dan Riza, 2010):
a. Solid
(padat): Fase padat yaitu fase dimana atom-atom atau molekul-molekul mempunyai
tiga tipe gerakan yaitu vibration, rotation dan translation, tetapi molekul
bergerak didalam ruang sempit. Jarak antar molekul sangat dekat sehingga gaya
tarik antar molekul sangat kuat dan bentuknya tetap. Gaya tarik antara molekul-molekul
cenderung untuk mempertahankannya pada jarak yang relatif konstan. Pada
temperatur tinggi molekul melawan gaya antar molekul dan terpencar.
b. Liquid
(cair): Fase cair yaitu fase dimana molekul-molekul bergerak secara random dengan
tiga tipe gerakan yang sama seperti fase gas tetapi jarak mereka dekat dan
tidak dapat menempuh perjalanan sangat jauh untuk saling bertubrukan. Susunan
molekul mirip dengan zat padat, tetapi terhadap yang lain sudah tidak tetap
lagi. Sekumpulan molekul akan mengambang satu sama lain.
c. Gas: Fase
gas yaitu fase dimana molekul-molekul bergerak secara random dengan tiga tipe
gerakan yang berbeda yaitu vibration,
rotation, dan translation.
Molekul-molekul dipisahkan oleh jarak yang luas dan menempuh perjalanan panjang
untuk saling bertubrukan. Jarak antar molekul berjauhan dan susunannya acak.
Molekul bergerak secara acak.
2.
Perubahan Fase
Semua zat murni mempunyai mempunyai
karakteristik umum yang sama (Haynes, 2011). Sebagai contoh air (water).
Berikut ini merupakan perubahan fase air pada tekanan konstan (Widjajanti,
2008):
State
1 : Pada state ini disebut compressed liquid atau subcooled liquid.
Pada state ini penambahan panas hanya akan menaikkan temperatur tetapi belum
menyebabkan terjadi penguapan (not about to vaporize)
|
|
State
2 : Disebut saturated liquid (cairan jenuh). Pada state ini
fluida tepat akan berubah fasenya. Penambahan panas sedikit saja akan menyebabkan terjadi penguapan (about to vaporize). Akan mengalami sedikit penambahan volume. |
|
State
3 : Disebut “Saturated liquid - vapor mixture” (campuran
uap - cairan jenuh). Pada keadaan ini uap dan cairan jenuh berada dalam kesetimbangan. Penambahan panas tidak akan menaikkan temperatur tetapi hanya menambah jumlah penguapan. |
|
State
4 : Campuran tepat berubah jadi uap seluruhnya, disebut
“saturated vapor” (uap jenuh). Pada keadaan ini pengurangan panas akan menyebabkan terjadi pengembunan (“about to condense”). |
|
State
5 : Disebut “superheated vapor” (uap panas lanjut).
Penambahan panas akan menyebabkan kenaikkan suhu dan volume. |
3. Diagram Fase
Diagram fase menggambarkan hubungan
antara tekanan dan suhu pada sistem komponen air dibawah pengaruh tekanan (P)
dan suhu (T). Pada kondisi tekanan tinggi dan suhu rendah, zat akan berada pada
fase padat. Pada kondisi tekanan rendah dan suhu tinggi maka zat berada dalam
fase gas. Pada kondisi tekanan tinggi dan suhu tinggi, zat akan berada pada
kondisi cair (Sulistiati dan Riza, 2010). Diagram fase dapat
dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Digram fase (Pressure,Temperature) yang menunjukkan titik tripel, titik kritik,
dan gambaran area fluid superkritik (Capuzzo et al., 2013)
Pada
diagram tersebut terdapat garis yang membatasi antara dua fase. Jika zat berada
pada garis pembatas antara dua fase, maka zat berada dalam fase equilibrium
atau kesetimbangan (Haynes, 2011).
Kesetimbangan fase suatu zat harus memenuhi syarat yaitu:
a.
Zat mempunyai
lebih dari satu fase meskipun materinya sama
b.
Terjadi
perpindahan reversible dari satu fase
ke fase lain
c.
Seluruh
bagian zat
mempunyai tekanan dan temperature sama
Pada
diagram tersebut juga terdapat dua titik yang penting, yaitu titik tripel (triple
point) dan titik kritik (critical point). Triple point adalah titik dimana fase padat, cair,
dan gas hadir bersamaan dalam kesetimbangan yang dinamik. Sedangkan titik
kritik adalah suhu dan tekanan tertinggi di mana suatu zat masih dapat
mempertahankan kesetimbangan antara fase gas dan cairnya (Sairam et al., 2012). Di atas titik ini materi
berubah wujud menjadi sesuatu yang bukan gas dan bukan pula zat cair. Secara
termodinamika materi tersebut adalah gas yang dimampatkan, karena terdiri hanya
atas satu fase dan memenuhi seluruh bagian ruang penyimpannya. Gas yang
dimampatkan tersebut dikenal dengan nama fluida superkritik (supercritical
fluids – SCF) (Pereda et al.,
2007).
4. Titik Tripel (Triple
Point)
Triple
point merupakan titik dimana fase padat, cair,
dan gas berada dalam kesetimbangan dinamik antara temperatur dan tekanan. Pada triple
point, terdapat tiga proses yang terjadi evaporasi-kondensasi, pencairan-pembekuan,
sublimasi-desublimasi secara simultan (Purwiyatno, 2013). Tabel 1 berikut
menunjukkan triple point beberapa
zat.
Tabel 1. Triple point beberapa zat murni
Sumber: Belyamin
dan Nasruddin, 2011
5. Titik Kritis (Critical
Point)
Keadaan
jenuh (saturation state) adalah
keadaan di mana perubahan fase dimulai dan berakhir. Titik dimana garis jenuh cairan dan uap bertemu di
sebut titik kritis (critical point). Critical point adalah titik ketika gas di atas
tekanan dan temperatur kritis sehingga tidak dapat
dicairkan hanya dengan mengecilkan volumenya. Suhu pada saat terjadinya critical
point disebut temperatur kritis (Tc) yang menunjukkan batas maksimum agar
kesetimbangan fase cairan dan uap terbentuk. Sedangkan tekanan pada suhu kritis disebut tekanan kritis (Pc). Pada critical point, suatu zat disebut fluida superkritik (SCF) (Pereda et al., 2007).
Fluida
superkritik (supercritical fluids – SCF) merupakan zat yang mempunyai
gabungan sifat-sifat zat cair dan gas. Berat jenisnya tinggi dan
kompresibilitas rendah sepadan dengan zat cair. Pada saat yang sama juga memiliki
viskositas rendah dan tingkat difusi tinggi setara dengan gas. Karena daya
penetrasi dan kekuatan pelarut yang tinggi dalam bahan tanaman, maka fluida
superkritik menjadi pelarut yang baik untuk proses ekstraksi senyawa kimia
(Capuzzo et al., 2013).
Tabel 2 berikut ini menunjukkan perbandingan
sifat fisik dari gas, cair dan fluida superkritik :
Tabel 2. Perbandingan sifat fisik
Sifat fisik
|
Gas (Tambien)
|
Fluida Superkritik (Tc, Pc)
|
Cair (Tambien)
|
Densitas
(Kg/m3)
|
0,6-2
|
200-500
|
600-1600
|
Viskositas
Dinamis (mPas.s)
|
0,01-0,3
|
0,01-0,03
|
0,2-3
|
Viskositas
Kinetik (106 m2/s)
|
5-500
|
0,2-0,1
|
0,3-5
|
Koefisien
Difusi (106 m2/s)
|
10-40
|
0,07
|
0,0002-0,002
|
Sumber: Pereda
et al., 2007
Dalam
proses ekstraksi, dengan sifat-sifat tersebut fluida superkritik dapat
meningkatkan selektivitas proses dan memisahkan komponen kimia (Pereda et al., 2007). Hal ini karena fluida
superkritik dapat menembus materi padatan dari zat cair lebih cepat daripada
pelarut dan mampu membawa zat terlarut dari dan ke dalam padatan lebih cepat.
Keistimewaan fluida superkritik yaitu sifat dan daya kelarutannya yang dapat
diubah dan diatur menurut suhu dan tekanannya.
6. Aplikasi di bidang Pangan
a.
Aplikasi Titik
Tripel (Triple Point) Pada Freeze Drying
Freeze Drying adalah proses pengeringan
untuk pengawetan bahan makanan yang tidak tahan terhadap suhu panas. Freeze drying diaplikasikan di berbagai
bidang diantaranya pengolahan pangan, industri, farmasi, dan bioteknologi
(Belyamin dan Nasruddin, 2011). Prinsip teknologi pengeringan beku dimulai dengan proses pembekuan pangan, dan dilanjutkan
dengan pengeringan. Pengeringan yaitu mengeluarkan/ memisahkan hampir sebagian besar air dalam bahan yang terjadi melalui mekanisme sublimasi (Purwiyatno, 2013). Secara ilustratif, proses pengeringan beku dijelaskan seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Ilustrasi mekanisme terjadinya pengeringan beku (Food
Review Indonesia, 2013)
Tahapan
proses pengeringan menggunakan Freeze Drying (Purwiyatno, 2013):
1.
Freezing : Produk dibekukan hingga kondisi freeze
concentrated (Tg’) yang artinya:
·
Volume bongkahan es à maksimum
·
Jumlah air à minimum.
2.
Sublimasi : Produk
pangan dalam kondisi beku di ruangan vakum (P dan T tetap) dibawah triple point. Karena itu proses
sumblimasi dapat terjadi tanpa melalui proses pelelehan. Pada tahap ini terjadi
penguapan air sehingga menghasilkan produk kering-beku. Selama proses
sublimasi, tekanan dipertahankan sekitar 0,0025 bar dan suhu dinaikkan secara
terkontrol sampai mencapai 100°F (38°C)
Proses
pengeringan beku
sebagaimana diilustrasikan pada
Gambar 2, dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram fase air pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram fase air pada proses sublimasi pengeringan beku (Food Review Indonesia, 2013)
Dari Gambar tersebut dapat diketahui
bahwa dengan mengendalikan kondisi tekanan (P) dan suhu (T), air dapat
berbentuk gas (uap), cair (air) atau padatan (es). Pada kondisi tertentu -
yaitu pada kondisi tekanan 4,58 torr (610,5 Pa) dan suhu 0°C, air akan berada
pada kondisi kesetimbangan antara uap, air dan es (Gambar 3A). Titik dimana terjadi kesetimbangan antar ketiga fase
tersebut disebut sebagai triple point.
Triple point untuk air terjadi pada
pada tekanan (P) 4.58 torr dan suhu (T)=0°C. Pada freeze drying, bahan dalam kondisi beku pada tekanan yang
dipertahankan tetap dibawah triple point
(Pt=4,58 torr), kemudian suhu produk dinaikkan sehingga terjadi sublimasi,
yaitu perubahan fase dari padat (es) ke uap (Gambar 3B).
Jika kondisi ini dipertahankan, maka air (es) dalam bahan pangan secara
kontinyu akan berkurang melalui proses sublimasi. Mekanisme ini berbeda dengan
proses pengeringan biasa dimana pengeringan terjadi melalui mekanisme penguapan
(evaporasi) yang membutuhkan suhu tinggi. Perbedaan antara proses pengeringan
beku dengan pengeringan biasa dapat diilustrasikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Perbandingan mekanisme pengeringan biasa (A) dan
pengeringan beku (B) (Food Review Indonesia, 2013)
Pada Gambar 4A, proses pengeringan biasa terjadi melalui mekanisme
penguapan pada suhu panas, sehingga bagian pangan yang kering akan terjadi
perubahan kimia (gelatinisasi pati, karamelisasi gula, dan/ atau denaturasi
protein) yang menyebabkan terbentuknya kerak (crust)
di permukaan; yang akan memberikan hambatan bagi difusi uap dari bagian basah
ke udara lingkungan. Akibatnya, proses pengeringan akan terhambat dan terhenti,
menghasilkan produk yang bagian luar sudah kering tetapi bagian tengahnya masih
basah (case-hardening).
Pada Gambar 4B, proses pengeringan beku terjadi melalui mekanisme
sublimasi yang terjadi pada suhu dingin. Karena itu, proses gelatinisasi, karamelisasi,
dan denaturasi tidak terjadi, sehingga pada bagian pangan yang kering tidak
terjadi perubahan pembentukan kerak. Dengan demikian, uap air bisa berdifusi
dengan baik dari bagian basah ke udara lingkungan, sehingga bisa dihasilkan
produk yang kering dengan baik (Belyamin dan Nasruddin, 2011).
b.
Aplikasi Supercritical Fluid
Extraction (SFE)
Supercritical Fluid Extraction (SFE) merupakan proses pemisahan bahan
kimia berupa komponen bioaktif ataupun rasa/flavor dari produk-produk alam
seperti teh, kopi, tanaman herbal, rempah-rempah dan yang lainnya yang dicampur
dengan fluida superkritik untuk membentuk fase gerak (sebagai pelarut/solvent).
Pada proses ini pelarut mengalami tekanan dan suhu di dekat atau diatas titik
kritis dengan tujuan meningkatkan kemampuan pelarut dalam melarutkan (Sairam,
2012).
Teknologi
fluida superkritik dimanfaatkan untuk ekstraksi pada industri makanan dan
pemurnian pada industri farmasi, dan juga sebagai teknik analisa, yaitu
kromatografi fluida superkritik. Salah satu komponen kimia yang sering
digunakan dalam teknologi fluida superkritis adalah Karbon Dioksida (CO2).
Hal ini dikarenakan beberapa alasan antara lain: (1) tidak mudah terbakar, (2)
tidak beracun, (3) murah, (4) titik kritiknya relatif rendah, (5) tidak berbau
(6) kemurnian tinggi (Capuzzo et al., 2013). Selain itu,
ketersediaannya melimpah di alam dan dari hasil produk-samping berbagai proses
industri serta mudah didaur ulang.
Untuk
memanfaatkan karbondioksida sebagai fluida superkritis maka perlu diketahui
data triple point dan critical point yang dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Data Triple Point dan Critical
Point pada Karbon Dioksida (CO2)
Data triple point CO2
|
Suhu : -56,56oC
Tekanan : 5,187 MPa
(www.encyclopedia.airliquide.com)
|
Data critical point CO2
|
Suhu : 31,2 oC
Tekanan : 7,377 MPa
(Capuzzo
et al., 2013)
|
Beberapa
sifat fisik yang dimiliki CO2 pada titik kritis adalah :
·
Densitas
: 0,47 g/cm2
(Sairam et al.,
2012)
·
Volume :
94,07 cm3/mol (Pereda et al., 2007)
·
Koefisien difusi :
0,0007 cm2/s (Sairam et al., 2012)
Sifat fisik yang dimiliki fluida superkritik CO2
akan membuat turbulensi fluida yang terjadi lebih besar. Hal ini akan
meningkatkan laju ekstraksi zat terlarut (Sairam et.al, 2012). Pelarut CO2 memiliki titik kritik
temperatur yang rendah atau disebut low-Tc
solvent. Keuntungannya adalah dapat dengan mudah memisahkan komponen kimia
pada ekstrak. Karena itu, CO2 dapat digunakan untuk mengekstrak
komponen kimia pada bahan yang tidak stabil terhadap panas seperti matrik
sayuran, minyak esensial, alkaloid atau oleoresins. Sehingga pelarut ini biasa
digunakan untuk industri farmasi dan produk alam (Pereda, 2007).
Gambar 5 di bawah
ini memperlihatkan tahap perubahan fase CO2 dari cair dan gas menjadi fluida superkritik
seiring dengan kenaikan suhu.
Gambar 5. Tahapan fase pembentukan fluida
superkritik CO2 (Capuzzo et al.,
2013)
DAFTAR PUSTAKA
Capuzzo,
Andera, M. Mafei, and A. Occiphinti. 2013. Supercritical
Fluid Extraction of Plant Flavors and Fragrances. Journal of Molecules 2013. Vol. 18(6):7194-7238.
Food Review
Indonesia. 2013. Freeze Drying Technology: for Better
Quality & Flavor of Dried Products. FOODREVIEW INDONESIA. VOL. VIII/NO. 2/Februari 2013.
Pereda, Selva,
S. Bottini and E. Brignole. 2007. Fundamentals of Supercritical Fluid
Thechnology in “Supercritical Fluid Extraction of Nutraceuticals and
Bioactive Compounds”. New York : CRC Press.
Haynes, W. M.
2011. Handbook of Chemistry and Physics.
New York : CRC Press.
Sairam,
Somsubra, S. Jena and D. Banji. 2012.
Supercritical Fluid Extraction (SFE).
Asian Journal Pharmacy 2012. Vol.
2(3):112-120
Terimakasih :D
ReplyDelete