BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
merupakan negara produsen karet alam nomor dua di dunia dengan luas tanaman
karet mencapai 2,9 juta Ha dan produktivitas karet sekitar 1,38 juta ton (Arifenie, 2013). Produktivitas karet yang tinggi berbanding lurus dengan
jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah cair industri karet mengandung
senyawa nitrogen (nitrat dan amonia) dan senyawa fosfat yang tinggi dan
menyebabkan pencemaran air (Kabinawa, 1988) serta menimbulkan bau tak sedap
akibat adanya kandungan amoniak yang tinggi. Di sisi lain, permintaan pupuk NPK di Indonesia terus
meningkat dari tahun ke tahun (Astiningrum, 2005) dan membutuhkan ammonia serta fosfat
sebagai bahan bakunya. Berdasarkan kebutuhan
dalam negeri, dalam setahun dibutuhkan 400.000 ton ammonia dan Indonesia masih
mengimpor 200.000 ton ammonia per tahun senilai Rp 4,2 triliun (Dhany, 2013).
Serta kekurangan asam fosfat harus impor dari Jordania, Maroko, Afrika Selatan,
Filipina dan India sebanyak 225 ribu ton per tahun (beritajatim.com, 2013).
Proses
pengolahan limbah cair karet umumnya dilakukan dengan menampungnya pada bak
penampungan limbah untuk diendapkan, disaring dan sisanya dialirkan ke
lingkungan. Metode
ini tidak efisien sehingga membutuhkan energi dan biaya yang tinggi karena
melalui banyak tahap sebelum menghasilkan air bersih yang dapat dialirkan ke
sungai (Prastiwi, 2010).
Nanas merupakan
buah yang dapat diperoleh di seluruh Indonesia dan dapat dipanen sepanjang
tahun (Winastia, 2011). Pada tahun 2010 produksi nanas Indonesia mencapai
1.406.445 ton atau sekitar 9,36 persen dari total produksi buah di Indonesia
(Badan Pusat Statistik, 2010). Meningkatnya produktivitas nanas berbanding
lurus dengan jumlah limbah daun nanas yang dihasilkan yang biasanya hanya
ditimbun dalam tanah atau dibuang bersama limbah lain di Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) (Santoso, 2007). Tanaman nanas menghasilkan 70 – 80 lembar daun
atau 3 –5 kg dengan kadar air 85% (90 % dari limbah nanas secara keseluruhan) (Balai Besar Tekstil
Kementrian Perindustrian, 2004). Menurut Praktikno (2008), tanaman nanas akan
dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untuk diganti tanaman baru, oleh
karena itu limbah daun nanas terus berkesinambungan.
Teknologi
membran saat ini sedang dikembangkan untuk penanganan limbah cair (Ningsih,
2002), karena memiliki keunggulan yaitu pemisahan (separation) dapat
berlangsung secara kontinyu, energi yang digunakan umumnya rendah, energinya
tergolong hemat dan bersih, serta relatif tidak menimbulkan limbah (Nunes,
2001). Penggunaan ukuran membran ini tidak dapat menjaring sasaran yang
berukuran kecil atau spesifik seperti virus 20-450 nm, protein 5-50 nm atau gen
(2 nm lebar dan 10-100 nm) ( , 2001). Untuk mencapai sasaran tersebut
diperlukan ukuran partikel yang lebih kecil, yaitu dalam ukuran nano. Sehingga
diperlukan teknologi yang lebih modern yaitu teknologi membran nanofiltrasi.
Penulis
menawarkan Solusi berupa Eco-Membran Nanofiltrasi: Aplikasi Pemanfaatan
Teknologi Membran Nanofiltrasi Berbahan Dasar Serat Limbah Daun Nanas Sebagai
Solusi Pengolahan Limbah Cair Industri Karet dan Krisis Pupuk di Indonesia.
Sasaran output yang diharapkan yaitu berupa Greenecotechnology sehingga dengan adanya Eco-Membran Nanofiltrasi
tidak hanya mengolah limbah cair industri karet secara efisien dan ramah
lingkungan, namun turut menurunkan biaya pengolahan limbah dibandingkan metode
konvensional, mengangkat potensi daun nanas sebagai limbah pertanian lokal
indonesia, serta memperkenalkan dan memanfaatkan implementasi nanoteknologi di
bidang pengolahan limbah industri dalam skala nasional.
1.2
Identifikasi Masalah
Identifikasi
masalah dalam karya tulis ilmiah ini antara lain:
1.
Bagaimana
karakteristik Eco-Membran Nanofiltrasi yang dihasilkan.
2.
Apa Keunggulan dan Manfaat Eco-Membran Nanofiltrasi dalam
mengolah limbah cair industri karet dan solusi krisis pupuk NPK.
1.3 Tujuan
Tujuan yang diharapkan dari karya tulis
ilmiah ini antara lain:
1. Mengetahui karakteristik Eco-Membran Nanofiltrasi yang
dihasilkan.
2. Mengetahui Keunggulan dan Manfaat Eco-Membran Nanofiltrasi dalam mengolah limbah
cair industri karet dan solusi krisis pupuk NPK.
1.4
Manfaat
Adapun manfaat
yang dapat diperoleh dari penulisan karya tulis ini diantaranya:
1. Bagi masyarakat, khususnya masyarakat sekitar industri
maupun sepanjang aliran sungai akan terlindungi dari limbah industri pengolahan
karet.
2. Bagi pemerintah, khususnya Kementrian Perindustrian,
selain mampu memberikan sumbangan pemikiran terhadap permasalahan pengolahan limbah
cair industri karet serta solusi krisis kebutuhan pupuk di Indonesia.
3. Bagi dunia industri, khususnya industri karet yaitu
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengolahan limbah
sehingga menurunkan energi dan
biaya pengolahan limbah.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Kondisi Limbah Cair Industri Karet Serta Krisis Pupuk NPK Nasional di Indonesia
Industri karet merupakan salah satu industri yang
sangat berkembang pada saat ini. Seiring dengan pertumbuhannya maka industri
karet akan menghasilkan dampak negatif dari industri karet berupa
pencemaran lingkungan yang disebabkan limbah yang belum diolah secara
maksimal. Mahalnya
biaya yang harus dikeluarkan untuk pembuatan maupun perawatan alat pengolahan
limbah karet serta keberadaan lahan yang besar membuat para pengelola pabrik
karet tidak mengolah limbah yang ada, sehingga banyak pabrik karet yang
langsung membuang limbah hasil pengolahan ke badan air tanpa pengolahan
terlebih dahulu (Suligundi, 2013).
Menurut Sustiyah dan Siti (2013), kriteria limbah industri pengolahan karet yaitu
bersifat masam dengan pH sebesar
6,25 dan memiliki kandungan unsur
hara seperti dicantumkan dalam tabel 1 berikut:
Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Limbah Industri Karet
Unsur Hara
|
Jumlah
|
Kriteria
|
N total
|
0,28 %
|
Sedang
|
P
|
548,44 ppm
|
Sangat Tinggi
|
K
|
0,28 me/100 g
|
Sedang
|
Ca
|
7,53 me/100 g
|
Sedang
|
Na
|
0,10 me/100 g
|
Rendah
|
Mg
|
0,92 me/100 g
|
Rendah
|
Sumber: Sustiyah dan Siti (2013)
Menurut Kementerian Perindustrian, kebutuhan pupuk NPK nasional yaitu
8,8 juta ton. Sementara proyeksi produksi nasionalnya hanya 5,89 juta ton. Angka tersebut menunjukkan masih
besarnya kesenjangan antara demand dan supply pupuk
di Indonesia. Hal ini disebabkan kurangnya suplai ammonia dan fosfat sebagai
penyusun pupuk NPK (Deptan, 2014).
2.2 Solusi yang Pernah Diterapkan
Solusi yang
pernah diterapkan dalam mengolah limbah cair industri karet yaitu menggunakan
bak penampungan. Metode ini melalui beberapa bak penampungan secara
berturut-turut, yaitu Bak Collecting Reservoir, Bak Equalisation Basin, Bak Alkalization
Basin, Bak Sedimentasi Basin,
Bak Lifhting Pump Station, Bak Neutralisasi
Basin, Bak Aerasi Lagon, Bak Thickening Basin, Diagfragma Pump Station (DPS)
dan Filter Press sebelum menghasilkan air bersih yang dapat dialirkan ke
badan sungai (Prastiwi, 2010). Metode ini memiliki kelemahan yaitu tidak
efisien dan tidak efektif sehingga meningkatkan jumlah energi dan biaya yang
diperlukan untuk pengolahan limbah.
2.3 Konsep Membran Nanofiltrasi
Nanofiltrasi
adalah proses yang menggunakan tekanan sebagai driving force yang dapat
berupa konveksi atau difusi dari masing-masing molekul, adanya tarik menarik
antar muatan komponen atau konsentrasi larutan dan perbedaan suhu atau tekanan
(Pabby et al., 2009). Proses separasi didasarkan pada ukuran molekul. Membran
yang digunakan dalam proses nanofiltrasi memiliki retensi yang tidak terlalu
besar terhadap garam univalent (Dasilva dkk, 2007). Menghasilkan air olahan yang memiliki kadar mineral rendah, tidak beracun dan bebas
dari mikroba. Membran nanofiltrasi yang dapat memisahkan air dari bakteri,
virus, ion multivalensi seperti Ca2+ dan Mg2+ yang
menyebabkan kesadahan atau molekul yang mempunyai berat molekul dengan rentang
200-5000 dan tidak memisahkan ion monovalensi seperti Na+ dan K+
(Ren dan Wang, 2011).
Menurut Nunes
(2001), proses nanofiltrasi dipilih karena mempunyai beberapa keuntungan,
antara lain:
1. Biaya operasi murah dan energi yang diperlukan rendah
2. Perawatan mudah
3. Efisiensi ruang , mampu memisahkan partikel sampai ukuran
nanometer
4. Jika ada salah satu modul yang rusak, dapat diperbaiki
secara parsial (tidak akan mempengaruhi kerja secara keseluruhan)
5. Ramah lingkungan
2.4
Bahan Baku Penyusun Eco-Membran
Nanofiltrasi
Bahan baku yang
digunakan untuk pembuatan Eco-Membran Nanofiltrasi yaitu selulosa dari serat nanas yang diolah
menjadi selulosa asetat. Menurut Muliawati (2012) Komposisi kimia serat nanas
yaitu Alpha Selulosa 69,5–71,5%, Pentosan 17,0–17,8%, Lignin 4,4–4,7%, Pektin
1,0–1,2%, Lemak dan Wax 3,0–3,3%, Abu 0,71–0,87%, zat-zat lain (protein, asam
organik, dll) 4,5–5,3%. Serat nanas tidak menunjukkan pengurangan kekuatan
dalam penyimpanan hingga 6 bulan (Muliawati, 2012) sehingga bersifat biodegradable dan hanya memerlukan
pergantian membran setiap 6 bulan sekali.
Selulosa
merupakan salah satu polimer alam yang melimpah dan dapat dimodifikasi dimana
kegunaannya sangat luas mulai dari bidang industri kertas, film transparan,
film fotografi, plastik biodegradable, sampai untuk membran yang
digunakan diberbagai bidang industri (Misdawati, 2005). Sedangkan Selulosa
asetat (CA) merupakan ester organik selulosa yang berupa padatan putih, tidak
berbau dan tidak berasa serta merupakan ester yang paling penting yang berasal
dari asam organik (Kirk dkk, 1985). Salah satu pemanfaatan utama CA adalah
sebagai bahan utama dalam pembuatan membran nanofiltrasi (NF) dan yang biasa
digunakan untuk pemurnian air. Hal ini dikarenakan CA dapat membentuk struktur
asimetrik dengan lapisan aktif yang sangat tipis dan dapat menahan bahan
terlarut pada lapisan pendukung yang kasar, serta toleran terhadap klorin dan
tahan terhadap terjadinya pengendapan (Uemura and Henmi, 2008; Kumano and
Fujiwara, 2008). koeksistensi permeabilitas yang tinggi dan selektifitas yang
tinggi dari CA memungkinkan untuk menghasilkan keseimbangan sifat hidrofilik
dan hidrofobik (Kumano and Fujiwara, 2008).
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Jenis Penulisan
Jenis penulisan yang digunakan ialah
penulisan kualitatif dan kuantitatif. Metode penulisan ini mendeskripsikan
secara kualitatif potensi Eco-Membran Nanofiltrasi sebagai pengolah limbah cair industri karet dan
mendeskripsikan secara kuantitatif analisis karakteristiknya serta jumlah
komponen pupuk NPK yang dihasilkannya. Pendekatan kualitatif ialah prosedur
yang menghasilkan data-data deskriptif, yang meliputi kata-kata tertulis atas
objek penulisan yang sedang dilakukan yang didukung oleh studi literatur
berdasarkan pengalaman kajian pustaka, baik berupa data penulisan maupun angka
yang dapat dipahami dengan baik. Tujuan dari penulisan deskriptif ini adalah
untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki (Nazir, 2003).
3.2 Jenis Data dan Metode Pengumpulan
Data
Metode pengumpulan data yang
digunakan yaitu studi kasus, pengamatan laboratorium untuk uji dan analisis Eco-Membran Nanofiltrasi, pustaka dan penelusuran
informasi digital, yaitu wawancara dengan dosen ahli, jurnal penelitian dan
informasi internet. Sehingga jenis data yang digunakan dalam penulisan ini
ialah data primer, yaitu data yang didapatkan secara langsung melalui observasi
pada objek penulisan, dari Laboratorium Pengolahan Limbah Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian dan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya serta data sekunder. Data sekunder dilakukan melalui kepustakaan maupun digital (internet) dengan sumber yang dapat dipertanggung
jawabkan.
3.3 Metode Analisis dan Sintetis
Proses analisis dilakukan pada data-data yang terkumpul
yang kemudian dipaparkan dalam pembahasan. Sintesis dilakukan dengan
menggunakan studi silang (cross link)
antara data yang terkumpul dengan teori dan konsep yang relevan. Kemudian dapat
diambil titik utama yang kemudian diolah menjadi beberapa kesimpulan.
Kesimpulan tersebut diperkuat dengan saran dan rekomendasi yang terkait. Karena
titik fokus penulisan ini adalah penulisan berbasis literatur (pustaka), maka
data yang dikumpulkan merupakan data kualitatif. Proses analisa data yang
dilakukan dalam penulisan ini terjadi secara bolak-balik dan berinteraktif,
yang terdiri dari Pengumpulan data (data
collection), Reduksi data (data
reduction), Penyajian data (data
display), Pemaparan dan penegasan kesimpulan (conclution drawing and verification) (Moelong, 2002).
3.4
Proses Pembuatan Eco-Membran Nanofiltrasi
3.4.1 Penelitian Pendahuluan
a.
Preparasi Serat Daun Nanas
Serat
daun nanas dibersihkan kemudian direndam dalam akuades selama 2 minggu sampai
kulit daun nanas tersebut lunak dan serat-seratnya terpisah. Serat daun nanas
kemudian dicuci sampai bersih kemudian dikeringkan di udara terbuka (Wijanji,
2006).
b.
Pembuatan Pulp Serat Daun Nanas
Serat
daun nanas sebanyak 20 gram ditambahkan Ca(OH)2 2,5 % (b/v) 150 mL
dan direndam selama 3 hari. Setelah itu dicuci dengan akuades dan dimasukkan ke
dalam labu alas bulat yang sebelumnya sudah diisi dengan 300 mL larutan NaOH
17,5 % (b/v), kemudian direfluks selama 4 jam. Setelah dingin, serat daun nanas
dicuci sampai bebas NaOH dan diblender dan dicetak menjadi lembaran pulp dan
dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama 1 hari (Wijanji,
2006).
c.
Proses Pemutihan (Bleaching)
Pulp Daun Nanas
Sebanyak
10 gram pulp daun nanas dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi 88 mL
akuades yang telah dipanaskan sampai 60°C. Pulp ini kemudian diaduk hingga
menjadi bubur. Setelah mencapai suhu kamar ditambahkan NaOH 5 % (v/v) sebanyak
2,5 gram. Campuran ini kemudian diaduk dan dibiarkan selama 30 menit. Setelah
selesai, dicuci dengan akuades sampai bebas basa. Campuran ini kemudian
direndam dengan NaOH 2 % (b/v) sambil diaduk dan dibiarkan selama 30 menit.
Kemudian dicuci dengan akuades sampai bebas basa dan diuji menggunakan kertas lakmus merah. Pulp yang
telah dibleaching ini kemudian dikeringkan di udara terbuka (Grandis, 2008).
d. Asetilasi Selulosa Serat Daun Nanas
Sebanyak
10 g pulp serat daun nanas ditambahkan asam asetat glasial 24 mL sambil diaduk
pada suhu 40oC selama 1 jam. Setelah 1 jam ditambahkan campuran asam
sulfat pekat 0,1 mL dan asam asetat glasial 60 mL, dan diaduk lagi selama 45
menit pada suhu yang sama. Kemudian campuran didinginkan sampai mencapai suhu
18oC dan ditambahkan asetat anhidrida sebanyak 27 mL yang sudah didinginkan
sampai suhu 15°C. Selanjutnya ke dalam campuran ditambahkan asam sulfat pekat 1
mL dan asam asetat glasial 60 mL diaduk dengan waktu asetilasi 3 jam pada suhu
40oC. Setelah selesai, ditambahkan asam asetat 67 % (v/v) sebanyak
30 mL tetes demi tetes selama 2 jam pada suhu 40oC dan diaduk lagi
dengan melakukan waktu hidrolisis 15 jam pada suhu kamar (Santoso, 2007).
Setelah
melakukan asetilasi dan hidrolisis, selulosa diasetat diendapkan dengan
menambahkan akuades setetes demi setetes dan diaduk sehingga diperoleh endapan
yang berbentuk serbuk. Endapan disaring dan dicuci sampai netral. Endapan
dikeringkan dalam oven pada suhu 60 –70oC. Setelah kering endapan
disimpan dalam desikator (Santoso, 2007).
3.4.2 Karakterisasi dan Pengujian
a.
Penentuan Fluks dan Rejeksi
Membran
Nilai fluks ditentukan dengan sel filtrasi dead end. Nilai fluks
dihitung dengan perbandingan volume permeat per satuan luas membran per satuan
waktu. Penentuan koefisien rejeksi dilakukan dengan menentukan konsentrasi
sebelum dan sesudah melewati membrane. Gambar 1 berikut merupakan
alat penguji Eco-membran:
Gambar 2. Alat Penguji
Membrane (Dead End)
b.
Uji FTIR
Pengamatan terhadap gugus fungsional menggunakan Uji Fourier Transform
Infrared (FTIR) untuk mengkonfirmasi
apakah selulosa diasetat hasil isolasi dari serat daun nanas telah didapatkan.
c.
Uji Morfologi
Penentuan morfologi Eco-membran dilakukan dengan SEM. mula-mula membran
dikeringkan terlebih dahulu, kemudian Eco-membran direndam dalam nitrogen cair
selama beberapa detik hingga mengeras.
3.4.3 Penelitian Utama
Bahan yang
digunakan dalam pembuatan Eco-Membran Nanofiltrasi yaitu selulosa asetat hasil
sintesis dari serat daun nanas 23% sebagai bahan dasar membran, aseton 72%
sebagai pelarut, polietilen glikol cair 5% sebagai zat aditif, dan penambahan
air 1%. Polimer (Selulosa asetat) dimasukkan bersama dengan aseton ke dalam
labu erlenmeyer bertutup kemudian ditambahkan polietilen glikol dan diaduk
selama kurang lebih 7 jam dengan pengaduk magnetik hingga semua polimer larut.
Selanjutnya larutan didiamkan selama 1 hari untuk menghilangkan gelembung udara
dan siap untuk dicetak dengan teknik inversi fasa.
Cara pencetakan
dengan teknik inversi fasa yaitu dengan menuangkan larutan dope ke atas
pelat kaca yang bagian tepinya telah diberi selotip. Selanjutnya”casting
knife” digerakkan ke bawah untuk membentuk lapisan tipis pada pelat kaca
dan dibiarkan dengan variasi waktu penguapan pelarut 25 detik. Setelah itu
pelat kaca dimasukkan ke dalam bak koagulasi yang berisi air dengan suhu
koagulan suhu kamar. Membran yang telah dicetak kemudian dibiarkan selama 1
hari dalam air dingin, selanjutnya membran dicuci dengan air yang mengalir
untuk menghilangkan kelebihan pelarut. Membran kemudian dipotong sesuai ukuran
sel filtrasinya dan disimpan dalam larutan natrium azida 1%.
Gambar 3. Metode Pembuatan Eco-Membran Nanofiltrasi Menggunakan
Teknik Inversi Fasa
Gambar 4. Kerangka Konsep Pengembangan Eco-Membran Nanofiltrasi
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik Eco-Membran Nanofiltrasi yang Dihasilkan
Gambar 5. Membran Sebelum
Dilakukan Pengujian
Setelah diperoleh Eco-Membran, kemudian dilakukan karakterisasi dengan
hasil karakterisasi menggunakan FTIR pada serat daun nanas dan selulosa pada Gambar
6. Sedangkan hasil karakterisasi FTIR pada selulosa dan selulosa diasetat
sintetik yaitu pada Gambar 7, dan yang terakhir yaitu karakterisasi selulosa
diasetat sintetik dengan selulosa komersial pada Gambar 8.
Gambar 6. Spektrum IR Serat Daun Nanas dan Selulosa
Berdasarkan pada Gambar 6
terlihat bahwa pada
hasil spektrum IR
eceng gondok terdapat
puncak pada panjang gelombang
1734,08 cm-1 yang menunjukkan
keberadaan asetil dan ester pada rantai gugus karboksil. Selain itu terdapat
pula puncak pada panjang gelombang 1519
cm-1 yang menunjukkan keberadaan gugus C=C pada cincin
aromatik lignin. Hemiseluosa terlihat dari keberadaan puncak pada panjang
gelombang 1622,20 cm-1. Ketiga gugus
tersebut memperlihatkan keberadaan
impuritas berupa hemiselulosa dan
lignin. Pada hasil
spektrum IR selulosa, puncak
tersebut telah hilang
akibat proses pemurnian
yang telah dilakukan.
Disisi lain, pada
hasil spektrum IR selulosa
terdapat puncak pada
panjang gelombang 3404
cm-1 dan 2920 cm-1 yang menunjukkan keberadaan gugus
-OH dan C-H
dimana kedua gugus
tersebut merupakan gugus
fungsi utama selulosa.
Hasil spektrum telah menunjukkan
bahwa impuritas yang
terdapat dalam serat daun nanas telah
berkurang dan diperoleh selulosa dengan kemurnian tinggi.
Gambar 7. Spektrum IR Selulosa dan Selulosa Diasetat
Sintetik
IR selulosa
menunjukkan hasil yang jauh berbeda dengan IR selulosa diasetat. Pada hasil
spektrum IR selulosa diasetat muncul puncak tajam pada panjang gelombang
1730,15 cm-1 dan 1247,94 cm-1 yang menunjukkan
adanya gugus karbonil
C=O dan gugus
C-O ester. Pada spektrum IR selulosa diasetat, terdapat
gugus fungsi karbonil C=O dan ikatan C-O ester sedangkan pada spektrum IR
selulosa tidak terdapat gugus fungsi tersebut. Hal ini membuktikan bahwa
selulosa sudah terasetilasi membentuk selulosa diasetat.
Gambar 8. Spektrum IR Selulosa Diasetat Sintetik dan
Komersial
Hasil spektrum
IR menunjukkan gugus fungsi yang dimiliki selulosa diasetat komersial dimiliki
pula oleh selulosa diasetat serat daun nanas sehingga selulosa sintetik serat
daun nanas dapat dijadikan bahan baku pemuatan membran dengan karakteristik
akhir seperti selulosa diasetat komersil.
Hasil SEM
penampang permukaan (Gambar 9) dan
penampang melintang membran selulosa asetat serat daun nanas (Gambar 10) dengan perbesaran 1000 kali.
Gambar 9. Penampang Permukaan Membran Selulosa Asetat
Serat Daun Nanas Menggunakan Perbesaran SEM 1000x
Dari gambar
tersebut dapat terlihat distribusi pori dari membran. Lapisan dense yang
terbentuk lebih tebal karena waktu penguapan yang lebih lama memberikan
kesempatan skin lapisan atas untuk berikatan sehingga terbentuk lapisan dense
yang lebih tebal dan dapat berakibat pada meningkatnya rejeksi dan penurunan
fluks. Lapisan dense yang lebih tebal juga akan meningkatkan kekuatan mekanik
membran yang dapat diketahui dari nilai modulus young yang lebih besar.
Gambar 10. Penampang Melintang Membran Selulosa Asetat
Serat Daun Nanas dengan Perbesaran 1000 Kali.
Pada Gambar 10 tersebut tampak pada membran
terdapat rongga berbentuk seperti jari dan struktur membran terlihat asimetrik.
Sedangkan hasil karakterisasi membran diperoleh kinerja optimum meliputi: Fluks
34.416 L.m-2.jam-1, rejeksi untuk kekeruhan 92 %, rejeksi
untuk TDS (padatan terlarut) 85 %, rejeksi untuk ion multivalent yaitu Ca
sebesar 81% modulus young 12433 N/cm2. Serat nanas tidak
menunjukkan pengurangan kekuatan dalam penyimpanan hingga 6 bulan sehingga
bersifat biodegradable yang ramah
lingkungan dan praktis karena hanya memerlukan pergantian membran setiap 6
bulan sekali.
Berdasarkan
hasil penelitian, tiap 100 gram daun nanas kering dapat menghasilkan
Eco-Membran selulosa diasetat sebanyak 5,6 gram. Jadi yield yang diperoleh
yaitu 5,6%. Membran dicetak dengan waktu penguapan 25 detik untuk memperoleh
luasan area paling luas, hasil fluks dan rejeksi terbaik. Eco-Membran yang
dihasilkan yaitu tipe membran asimetrik Ukuran pori membran yaitu 1-100 nm.
Larut dalam aseton dengan kisaran kadar asetil 37-42% dan memiliki gugus fungsi
–OH, C=O, CH3 dan –COOH. Luas membran sebesar 10,75 x10-4m2
dengan jari-jari masing membran 1,85 cm. Perendaman dengan NaOH mempengaruhi
struktur pori-pori membran. semakin tinggi
konsentrasi NaO H maka pori semakin rapat. Membran ini
beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan per meabilitasnya mencapai
1,4 – 12 L/m2.jam.bar. Membran bersifat plastis dan jumlah pori
lebih banyak, lebih rapat dan sifat mekaniknya semakin kuat dan tahan terhadap
tekanan.
Rumus laju
aliran fluks:
J =
fluks (L/m2.jam)
V =
Volume permeat (Liter)
A =
Luas permukaan membran (m2)
t =
waktu (jam)
Sedangkan
koefisien rejeksi dirumuskan sebagai berikut:
R =
koefisien rejeksi
Cp =
konsentrasi zat terlar ut dalam per meat
Cf =
konsen trasi zat terl ar ut dalam u mp an
Dengan harga R
berkisar antara 0 sampai 1. Jika harga R = 1 berarti zat kontaminan ditahan
oleh membran secara sempurna.
Mekanisme Membran Nanofiltrasi Mengolahan Limbah Cair
Industri Karet
Prinsip kerja
Eco-Membran Nanofiltrasi yaitu akibat perbedaan tekanan untuk memisahkan solut
berukuran lebih besar dari larutan dengan menggunakan membran semipermeable.
Proses ini dilakukan dengan cara mengalirkan larutan sepanjang permukaan
membran dengan memanfaatkan beda tekanan. Filtrasi membran aliran crossflow menggunakan
laju alir yang besar untuk meningkatkan laju permeate dan mengurangi
kemungkinan terjadinya fouling. Partikel solut yang terejeksi terpisah
bersama dengan arus aliran yang keluar dan tidak terakumulasi di permukaan
membran.
Pori pada
membran nanofiltrasi tidak bisa diamati dengan menggunakan mikroskop, walaupun
begitu air masih bisa melewati membran sedangkan garam multivalent dan bahan
organik dengan BM rendah akan terejeksi. Pada Gambar 11 yang disajikan di bawah ini terlihat jenis partikel yang
lolos dan juga yang terejeksi oleh membran nanofiltrasi.
Gambar 11. Seleksi Materi pada
Macam-Macam Membrane (Wenten, 1996)
Proses
pemisahan pada membran merupakan perpindahan materi secara selektif yang disebabkan adanya gaya
dorong (driving force). Gaya dorong tersebut berupa gradien suhu (ΔT), gradien konsentrasi (ΔC), gradien tekanan (ΔP) dan potensial listrik (ΔE). Selain itu proses pemisahan membran juga disebabkan
adanya perbedaan sifat kimia dan sifat fisika antara membran dengan komponen
spesi yang akan dipisahkan (Mulder, 1996 dan Winston dkk, 1992). Skema
pemisahan dengan membran ditunjukkan pada Gambar
12 sebagai berikut:
Gambar 12. Skema Pemisahan dengan
Membrane (Mulder, 1996)
Secara umum
proses perpindahan massa fasa membran melalui tiga tahap, yaitu: dari umpan (bulk
fluida) ke permukaan membran, terjadi proses difusi pada membran dan dari
permukaan membran ke permeat. Besarnya koefisien difusi molekul yang
berpermeasi melalui membran tidak berpori tergantung pada ukuran partikel yang berdifusi dan
sifat material membran. Secara umum, koefisien difusi menurun seiring dengan bertambahnya ukuran partikel
(Wenten, 1996).
Instalasi
Eco-Membran Nanofiltrasi
Pada Gambar
13 menjelaskan tentang proses instalasi dilakukan di sekitar bak
penampungan limbah dengan menggunakan pompa untuk memindahkan limbah cair karet
dengan menggunakan pipa sebagai saluran menuju penyaringan Eco-Membran
nanofiltrasi yang akan di proses dengan menggunakan tekanan 15-25 bar. Tekanan
berfungsi untuk mendorong air limbah kedalam Eco-Membran nanofiltrasi.
Selanjutnya limbah akan di proses pada Eco-Membran nanofiltrasi yang akan
menghasilkan air bersih dan bahan baku pembuatan pupuk NPK. Air berih bisa di
alirkan ke lingkungan atau di penampungan setalah di lakukan pengujian BOD, DO,
COD, TDS untuk mengetahi karakteristik air tersebut. Sementara residu akan di
tampung pada bak penampung untuk di keringkan,
di endapkan dan di olah menjadi Pupuk NPK.
Gambar 13. Peralatan Operasi Eco-Membran Nanofiltrasi
Pada Gambar 14 menejelaskan tentang
Betuk modul membrane yang akan digunakan yaitu menggunakan mode operasional
cross flow. Pada mode ini, umpan (limbah) akan melewati sebuah membran yang
akan memisahkan umpan menjadi dua bagian yaitu permeat (air bersih) dan
retentat (limbah) yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan baku pembuatan
pupuk NPK. Sehingga dengan membran ini akan mengeluarkan dua hasil yang
berbeda. Setiap 45 menit sekali membran akan menyemburkan air bersih keatas
membrane untuk membersihkan membran yang telah terkotori oleh limbah cair
karet.
Gambar 14. Mekanisme dan Bentuk Eco-Membran Nanofiltrasi
Gambar 15 menjelaskan Peralatan
Eco-Membran nanofiltrasi terbuat dari bahan stainless steel dengan sistem aliran Cross flow, dan berbentuk
tabung memnakang, dengan sisi berukuran 11,2 cm dengan luas efektif 27,0 3 cm2.
Pemasangan dilakukan secara horizontal untuk memudahkan proses pengolahan
limbah dan penggantian modul membran jika mengalami kerusakan. Penggantian
modul membran dapat dilakukan ketika Eco-Membran nanofiltrasi mengalami
kerusakan hal ini dapat di ketahui dari laju aliran yang tidak normal.
Pemasangan modul di pasang sebanyak 6 modul membran pada 1 x instalasi.
Gambar 15.
Eco-Membran Nanofiltrasi Secara Utuh
4.2 Keunggulan dan Manfaat
Eco-Membran Nanofiltrasi
4.2.1
Output
yang Diharapkan dari Eco-Membran Nanofiltrasi
Output yang diharapkan
dari terciptanya Eco-Membran Nanofiltrasi yaitu terealisasinya Greenecotechnology dengan rincian pada Tabel 2.
Tabel 2. Output yang Diharapkan dari Eco-Membran Nanofiltrasi
Green
|
Tidak menghasilkan residu berbahaya setelah pengolahan
limbah serta memanfaatkan limbah daun nanas sebagai bahan baku pembuatan
membran
|
Eco
|
Menghasilkan sisa olahan limbah yang bernilai ekonomis
yaitu N dan P yang tinggi sebagai bahan baku pembuatan pupuk NPK untuk
mengatasi krisis pupuk NPK secara nasional di Indonesia
|
Technology
|
Bergerak pada penerapapan nanoteknologi
yaitu nanofiltrasi yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dari membran yang dihasilkan sehingga tepat sasaran menjaring
pengotor
|
4.2.2
Pihak Terkait
Pihak
terkait yang turut mendukung implementasi Eco-Membran Nanofiltrasi, yaitu
sebagai berikut.
a.
Pemerintah, khususnya Kementrian
Perindustrian sebagai
pemberi izin dan legalitas terhadap Eco-Membran Nanofiltrasi untuk
diaplikasikan.
b.
Masyarakat, yaitu turut
bekerjasama dengan masyarakat khususnya petani nanas dan KUD
setempat.
c.
Industri,
bekerjasama dengan perusahaan dalam penyediaan bahan baku dan pengolahan serta
sebagai objek implementasi Eco-Membran Nanofiltrasi
4.2.3
Langkah
Strategis Yang Dilakukan
Langkah strategis yang dilakukan untuk mendukung
pengembang Eco-Membran Nanofiltrasi ditunjukkan pada Gambar
16.
Gambar 16. Langkah
Strategis yang Dilakukan
4.2.4
Potensi
Pengembangan dan Keberlanjutan
Gambar 17. Potensi Pengembangan dan Keberlanjutan |
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Eco-Membran Nanofiltrasi merupakan inovasi pengolahan limbah cair industri
karet dengan memanfaatkan teknologi membran nanofiltrasi menggunakan selulosa
asetat yang diperoleh dari serat daun nanas yang dimodifikasi sehingga
menghasilkan membran dengan struktur asimetrik yang ramah lingkungan (biodegradable) dan bekerja aktif selama
6 bulan tanpa menimbulkan residu baru sebagai hasil samping pengolahan
limbahnya.
Sasaran output yang diharapkan yaitu berupa Greenecotechnology sehingga dengan adanya membran nanofiltrasi tidak hanya mengolah limbah industri karet secara efektif, efisien
dan ramah lingkungan, namun turut menurunkan
biaya pengolahan limbah dibandingkan metode konvensional, mengangkat potensi daun nanas sebagai limbah pertanian
lokal indonesia, serta memperkenalkan dan memanfaatkan implementasi
nanoteknologi di industri secara luas. Output yang
dihasilkan dari sisa olahan limbah yang bernilai ekonomis yaitu N dan P
yang tinggi sebagai bahan baku pembuatan pupuk NPK untuk mengatasi krisis pupuk
NPK secara nasional di Indonesia.
5.2 Saran
Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut terhadap aplikasi Eco-Membran Nanofiltrasi untuk
mengolah limbah gas dan limbah padat industri pengolahan karet, serta
pemanfaatan Eco-Membran Nanofiltrasi bagi limbah cair industri lainnya di
Indonesia perlu dilakukan kerja sama terhadap perusahaan yang akan di ajak
kerja sama.
DAFTAR PUSTAKA
A.H.
Morrish. 2001. The Physical Principles of
Magnetism. IEEE Press. New York.
Arifenie, Fitri Nur. 2013. Produksi Karet Turun 200.000 Ton Semester I
2013. Diunduh melalui http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/03/25/produksi-karet-turun-200.000-ton-semester-i-2013
pada 14 Februari 2015 pukul 06.01 WIB
Astiningrum, M. 2005.
Manajemen Persampahan, Majalah Ilmiah Dinamika Universitas Tidar Magelang 15
Agustus 2005. Magelang 8 hal
Baker,
W.R. 2004. Membran Technology and
Applications. 2nd
edition. California: Jon Willey & Sons.
Balai
Besar Tekstil Kementrian Perindustrian. 2004. Serat Nanas. Diunduh melalui http://www.bbt.kemenperin.go.id/index.php/hasil-penelitian/arena-tekstil/46-arena-
2004/81-serat-nanas, pada 10 Februari 2015 pada 23.32 WIB.
Beritajatim.com.
Pabrik Asam
Fosfat PKG Dikebut 30 Bulan. Diunduh melalui http://m.beritajatim.com/ekonomi/162894/Pabrik_Asam_Fosfat_PKG_Dikebut_30_Bulan.html#.UwwqI-N_sbw
pada 13 Februari 2015 pukul 12.34 WIB.
BPS.
2010. Produksi Buah-buahan di Indonesia.
Diunduh melalui www.bps.go.id pada 12
Februari 2015 pukul 09.08 WIB.
Dasilva
and Marta S.F. 2007. Polyamide and Polyetherimide Organic Solvent Nanofiltration
Membrans. [Thesis]. University Of Nova De Lisboa.
Dhany,
Rista Rama. 2013. Kaya Gas Bumi, Tapi RI Masih
Impor Ammonia 200.000, Ton/Tahun. Diunduh melalui http://finance.detik.com/read/2013/
06/10/200217/2269504/1036/kaya-gas-bumi-tapi-ri-masih-impor-ammonia-200000-ton-tahun
pada 15 Februari 2015 pukul 07.21 WIB.
Grandis,
K. 2008. Pembuatan Selulosa Diasetat dari
Kapuk Randu. [Skripsi] Jurusan
Kimia, FMIPA. Universitas Airlangga. Surabaya.
Kabinawa, I.N.K. 1988. Cultivationn of Algae Chlorella
Phyrenoidosa. Annual Report of IC Biotech, Osaka Japan: 429-431.
Kirk
B.E. and D.F. Othmer. 1985. Encyclopedia of Chemical Technology. The Interscience
Encyclopedia Inc., New York.
Kumano
A. and Fujiwara N. 2008. Cellulose Triacetate Membrans For Reverse Osmosis.
Li et al. editor. Advanced Membran
Technology And Applications. New Jersey: John Wiley&Sons Inc. Page:
21-46.
Misdawati.
2005. Sintesis Selulosa Kaproat Melalui
Reaksi Interesterifikasi Antara Selulosa Asetat Dengan Metil. Jurnal Sains Kimia. Vol 9, No.1. hlm 38-45.
Mulder,
M. 1996. Basic Principles of Membran Technology. Netherland: Kluwer Academic.
Muliawati, Eka Cahya. 2012. Pembuatan Dan Karakterisasi Membran Nanofiltrasi
Untuk Pengolahan Air. [Skripsi]. Program Magister Teknik Kimia
Universitas Diponegoro, Semarang.
Ningsih, Ucu. 2002. Kajian
Berbagai Jenis Membran Untuk Pemisahan Mikroalga Dari Limbah Cair Industri
Karet. Diunduh melalui http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/16300?show=full
pada 14 Februari 2015 pukul 07.53 WIB.
Norman
L.N, Anthony G. Fane, W. S. Winston Ho, and T. Matsuura. 2008. Advanced
Membran Technology and Applications. John Willey & Sons, Inc., Hoboken,
New Jersey, Canada.
Nunes,
P.S. 2001. Membran Technology in the chemical industri. New York : Jon Willey
& Sons.
Prastiwi,
Nidya. 2010. Pengelolaan Limbah Industri
Karet. Program Studi S1 Teknik Lingkungan. Fakultas teknik. Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Pratikno,
H. 2008. Teknologi Pemanfaatan Serat Daun
Nanas Sebagai Alternatif Bahan Baku Tekstil. Jurnal Teknoin, Vol. 13, No.
02, Desember 2008, Page: 31-35. ISSN : 0853-8697.
Rahman, Fathor. 2013.Teknologi
Membran Sebagai Solusi Krisis Garam Nasional dan Krisis Air Tawar. [LKTA]. Jurusan Biologi, FMIPA.
Universitas Brawijaya. Malang.
Ren,
Jizhong and Rong Wang. 2011. Preparation of Polymeric Membrans: Handbook
of Environmental Engineering: Membran and Desalination Technology. Vol. 13.
Page: 47-100.
Santoso,
S.D. 2007. Pembuatan Selulosa Diasetat
dari Serat Daun Nanas (Ananas comosus).
[Skripsi]. Jurusan Kimia, FMIPA. Universitas Airlangga. Surabaya.
Suligundi, Bonifasia Tripina. 2013. Penurunan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada Limbah Cair Karet dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter yang Dilanjutkan dengan Reaktor
Activated Carbon. Jurnal Teknik Sipil Untan / Volume 13 Nomor 1 –
Juni 2013.
Sustiyah dan Siti Zubaidah. 2013. Dampak Limbah Padat Pabrik Pengolahan Karet Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Pada Tanah Pasir. Jurnal Agripeat. Volume 14 Nomor 1 Maret 2013.
Uemura T. and Henmi M. 2008. Thin-film composite membrans for
reverse osmosis. Li et al. editor. Advanced
membran technology and applications. NewJersey: John Wiley&Sons Inc.
hlm 3-18.
Wenten,
I. G. 1996. Membran Technology for Industri and Environmental Protection,
UNESCO. Center for Membran Science and Technology. Institut Teknologi Bandung.
Wijanji,
R.R.. 2006. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan
Waktu Pemasakan Terhadap Rendemen Pulp Serat Daun Nanas (Ananas comosus). [Skripsi] Jurusan Kimia, FMIPA. Universitas Airlangga. Surabaya.
Winastia,
B. 2011. Analisa Asam Amino pada Enzim
Bromelin dalam Buah Nanas (Ananas
Comusus) Menggunakan Spektrofotometer. [Tugas Akhir]. Program Studi Diploma III Teknik Kimia, Program
Diploma, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Winston W. S. and Kamaslesh K. Sirkat. 1992. Membran
Handbook. Chapman and Hall, New York. Page : 455-571.
Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller, evapko, boiler, oli industri, defoamer anti busa dll untuk info lebih lanjut tentang Chemical ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
ReplyDeleteWA=081310849918
Terima kasih