1. Definisi
dan Fungsi
Fluidized
Bed Drying
adalah proses pengeringan
dengan memanfaatkan aliran udara panas (konveksi) dengan kecepatan tertentu
yang dilewatkan
menembus bahan sehingga bahan tersebut memiliki sifat seperti fluida (terfluidisasi) (Rahmawati
dkk, 2010). Fluidisasi
merupakan suatu proses dimana tumpukan partikel padat yang diletakkan diatas grid
atau plat berluang mulai terangkat ke atas karena adanya aliran gas atau
fluida yang dihembuskan dari bawahnya (Arifianto dan Indarto, 2006).
Pada
Fluidized
Bed Drying
dikenal fluidisasi minimum dan fluidisasi maksimum. Fluidisasi minimum atau incipient
fluidization merupakan suatu keadaan saat aliran udara mampu menghasilkan
gaya hambat (drag force) pada partikel yang sama dengan berat partikel,
sehingga partikel mulai terangkat dan mengalami ekspansi (Arifianto dan
Indarto, 2006). Kecepatan minimum fluidisasi adalah tingkat kecepatan
aliran udara terendah dimana bahan yang dikeringkan masih dapat terfluidisasi
dengan baik, sedangkan kecepatan udara maksimum adalah tingkat kecepatan
tertinggi dimana pada tingkat kecepatan ini bahan terhembus ke luar ruang
pengering (Rordprapat et al., 2005).
Gambar
1.
Proses Pengeringan Bahan (Petkus, 2015)
Proses pengeringan pada Fluidized Bed Drying dipercepat dengan cara
meningkatkan kecepatan aliran udara panas (Astuti, 2007). Metode pengeringan
fluidisasi digunakan untuk mempercepat proses pengeringan karena
adanya peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi dan
peningkatan laju difusi uap air
(Rordprapat et al.,
2005). Selain itu juga dapat mempertahankan mutu
bahan kering dan mencegah terjadinya case hardening (Dwiari,
2008). Karena pengeringan
yang cepat, metode ini dianggap sebagai metode pengeringan ekonomis
dibandingkan dengan teknik pengeringan lainnya (Borgolte and Simon, 1981; Giner
and Calvelo, 1987).
Pengeringan
ini banyak digunakan untuk pengeringan bahan berbentuk partikel atau butiran,
baik untuk
industri kimia, pangan,
keramik, farmasi, pertanian, polimer dan limbah (Soponronnarit,
2003). Bahan
yang dikeringkan terutama bahan pangan berbentuk butiran dengan
kadar air tinggi yang membutuhkan waktu pengeringan singkat dan sensitif terhadap
suhu tinggi (Kunii dan Levenspiel, 1977). Fluidized bed dryer merupakan
salah satu jenis pengering yang umum digunakan untuk bahan berbentuk partikel atau
butiran karena kemampuannya untuk transfer massa dan panas yang tinggi (Jangam
dan Mujumdar, 2010).
2.
Mekanisme Kerja
Bahan yang akan dikeringkan
dimasukkan secara konstan dan kontinyu kedalam ruang pengering, kemudian bahan didorong
oleh udara panas yang terkontrol dengan volume dan tekanan tertentu. Bahan yang
telah kering (karena bobotnya sudah lebih ringan) akan keluar dari ruang
pengeringan menuju siklon untuk ditangkap dan dipisahkan dari udara, namun bagi
bahan yang halus akan ditangkap oleh pulse jet bag filter (Murthy and Joshi, 2007).
Gambar 2. Konsep fluidized bed drying
(Murthy and Joshi, 2007)
Pada
fluidized
bed drying, proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua
periode yaitu periode laju pengeringan
tetap dan periode laju pengeringan menurun (Rordprapat et al., 2005). Periode laju pengeringan tetap akan
terjadi pada sejumlah massa bahan yang mengandung banyak air sehingga membentuk
lapisan air yang selanjutnya akan mengering dari permukaannya. Laju
pengeringan tetap akan berhenti pada saat air bebas di permukaan habis dan
laju pengurangan kadar air akan berkurang secara progresif. Kadar air pada saat
laju pengeringan tetap berhenti disebut kadar air kritis (Soponronnarit,
2003).
Pada periode laju
pengeringan menurun, air yang diuapkan dari permukaan bahan lebih
besar daripada perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan bahan. Proses
pengeringan pada laju pengeringan menurun terjadi dua proses yaitu pergerakan
kadar air dari dalam bahan ke permukaan bahan secara difusi dan perpindahan
kadar air dari permukaan bahan ke udara bebas (Astuti, 2007). Pola
penurunan kadar air
selama pengeringan dapat dilihat pada Gambar
3.
Gambar 3. Kurva Pengeringan yang
Menyatakan Hubungan antara Kadar Air Bahan dengan Lama Waktu Pengeringan (Srinivasakannan,
2008)
a.
Tahap A – B, tahap ini merupakan
periode pemanasan (warming up period), terjadi selama kondisi permukaan bahan menuju
keseimbangan dengan udara pengering. Pada periode ini tidak banyak
terjadi perubahan kadar air dari bahan yang akan dikeringkan.
b.
Tahap
B – C,
tahap ini dikenal sebagai periode laju pengeringan tetap (constant rate period). Selama periode ini
permukaan bahan tetap jenuh dengan air karena pergerakan air dalam bahan
menuju permukaan seimbang dengan penguapan air dari permukaan bahan.
c.
Titik C adalah titik kadar air
kritis (critical
moisture content).
Titik kadar air terendah
dimana laju pergerakan air bebas dari dalam bahan ke permukaan bahan sama dengan laju
penguapan air maksimum dari permukaan bahan.
d.
Tahap
C – E,
tahap ini dikenal sebagai periode laju pengeringan menurun (falling rate period), periode ini terdiri
dari dua bagian yaitu periode laju pengeringan menurun pertama (first falling rate
period)
dan periode laju pengeringan
menurun kedua (second
falling rate period). Di dalam periode laju pengeringan
menurun terdapat dua proses yaitu pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan
bahan dan penguapan air dari permukaan bahan. Untuk menentukan laju
pengeringan menggunakan persamaan berikut :
A = Luas permukaan (cm2)
x = Moisture content dry basis
θ = Waktu pengeringan
3.
Jenis Fluidized Bed Dryer
Metode pengeringan fluidized bed drying dapat dilakukan secara batch
maupun kontinyu (Shilton dan Niranjan, 1993). Fluidized Bed Dryer terbagi menjadi dua jenis (Kumar and Belorkar,
2015), yaitu:
a.
Static Fluidized Bed Dryer karena pengering tetap statis selama
operasi. Static Fluidized Bed Dryer
dapat bekerja secara batch maupun kontinyu.
b.
Vibrating Fluidized Bed Dryer dimana ruang pengeringan berosilasi,
membantu pergerakan material melalui unit. Vibrating
Fluidized Bed Dryer secara luas digunakan dalam pengeringan padatan karena
tingginya efisiensi pindah panas. Vibrating
Fluidized Bed Dryer adalah Fluidized
Bed Dryer konvensional yang dimodifikasi sehingga terjadi getaran pada
bedengan partikel (Gawrzynski dan Glaser, 1996).
Gambar
4. Bagian-bagian mesin Fluidized Bed Dryer (Petkus, 2015)
Berikut
ini adalah bagian-bagian dari mesin Fluidized
Bed Dryer (Petkus, 2015):
a.
Kipas
(Blower)
Kipas (Blower) berfungsi untuk
menghasilkan aliran udara, yang akan digunakan pada proses fluidisasi. Kipas
juga berfungsi sebagai penghembus udara panas ke dalam ruang pengering juga
untuk mengangkat bahan agar proses fluidisasi terjadi.
b.
Elemen
Pemanas (heater)
Elemen Pemanas (heater) berfungsi
untuk memanaskan udara sehingga kelembaban relatif udara pengering turun,
dimana kalor yang dihasilkan dibawa oleh aliran udara yang melewati elemen
pemanas sehingga proses penguapan air dari dalam bahan dapat berlangsung.
c.
Plenum
Plenum merupakan saluran pemasukan
udara panas yang dihembuskan kipas ke ruang pengeringan. Bagian saluran udara
ini dapat berpengaruh terhadap kecepatan aliran udara yang dialirkan, dimana
arah aliran udara tersebut dibelokkan menuju ke ruang pengering dengan bantuan
sekat-sekat yang berfungsi untuk membagi rata aliran udara tersebut.
d.
Hopper
Hopper berfungsi sebagai tempat
memasukkan bahan yang akan dikeringkan ke ruang pengering.
e.
Ruang
Pengering.
Ruang pengering berfungsi sebagai
tempat dimana bahan yang akan dikeringkan ditempatkan. Perpindahan kalor dan
massa uap air yang paling optimal terjadi diruang ini. Menurut Gawrzynski dan
Glaser (1996), tinggi tumpukan bahan yang optimal untuk pengering dengan
menggunakan fluidized bed dryer
adalah 2/3 dari tinggi ruang pengering.
5.
Faktor yang Mempengaruhi
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada Fluidized Bed Drying adalah kesesuaian
yang tepat antara volume dan tekanan udara, tingkat pindah panas, waktu
pengeringan, dimensi ruang bakar, serta suhu yang diaplikasikan sangat
menentukan keberhasilan proses pengeringan. Sehingga perlu diketahui data
pendukung untuk merancang sistem ini diantaranya kadar air input, kadar air
output, densiti material, ukuran material, maksimum panas yang diizinkan, sifat
fisika/kimia, kapasitas output/input dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar
tidak timbul benturan/gesekan bahan/material selama pengeringan berlangsung (Srinivasakannan,
2008).
Karakteristik bahan yang akan
dikeringkan maupun yang diharapkan sangat mempengaruhi kerja Fluidized Bed Dryer. Bahan yang lengket
atau berkadar air tinggi sangat beresiko dikeringkan dengan metode Fluidized Bed Drying. Karena itu perlu
dilakukan pengkondisian awal yaitu mencampurkan dengan bahan/material keringnya
terlebih dahulu, agar tidak menimbulkan gangguan pada unit siklon (Jangam dan
Mujumdar, 2010). Selain itu jika produk akhir yang diinginkan halus dan ringan,
maka diperlukan pulse jet bag filter,
karena siklon penangkap produk tidak mampu menangkap produk yang terlalu ringan
dan halus (Karbassi and Mehdizabeh, 2008).
6. Aplikasi
di Bidang Pangan
a. Tepung
Kecambah Kacang Hijau (Susanti, 2014)
Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik kecambah kacang hijau
hasil pengeringan menggunakan fluidized bed dryer. Tepung kecambah
kacang hijau memiliki kadar air awal rata-rata 68,85-72,25 (%bb). Sedangkan
kadar air yang dihasilkan setelah pengeringan pada rata-rata <10 (%bb).
Kadar air ini sudah sesuai dengan standar mutu tepung kecambah kacang hijau.
b. Kacang
Polong (Kumar and Belorkar, 2015)
Sampel kacang polong (350 g) dikeringkan
dalam Fluidized
Bed Dryer menggunakan variasi suhu pengeringan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa suhu udara pengeringan, volume udara, berat sampel dan proses
pretreatment mempengaruhi
karakteristik dan kualitas pengeringan.
c. Mustard
(Srinivasakannan, 2008)
Pada penelitian ini mustard dikeringkan
dengan Fluidized
Bed Dryer sistem batch. Penelitian bertujuan untuk menilai kinetika
pengeringan untuk variasi suhu udara masuk, laju aliran udara masuk dan penahan
padatan. Hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan suhu dan laju alir media pemanas
(udara) berbanding lurus dengan tingkat pengeringan.
d. Kelapa
Cincang Halus (Niamnuy and Sakamon, 2005)
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh parameter operasi yaitu nilai dan pola kecepatan udara
inlet dan suhu Fluidized
Bed Dryer skala industri untuk mengeringkan potongan kelapa cincang halus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna dan kandungan minyak permukaan kelapa
cincang halus memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan kelapa
cincang halus pembanding yang diperoleh di pasaran.
e. Buah
Aonla (Murthy and Joshi, 2007)
Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari dehidrasi buah aonla. Buah aonla sangat mudah rusak, tidak bisa
disimpan dalam waktu lama. Buah aonla tinggi kandungan vitamin C, yang sangat
mudah menguap dan rentan terhadap panas. Pada penelitian ini buah aonla dikeringkan
dengan pengeringan matahari selama 11 jam dan dibandingkan dengan Fluidized Bed Dryer
yang hanya membutuhkan waktu 120 menit (2 jam). Hasilnya menunjukkan bahwa Fluidized Bed Dryer
lebih mampu mempertahankan total asam askorbat buah aonla dibandingkan dengan
pengeringan matahari.
7.
Keunggulan dan Kekurangan
Keunggulan Fluidized Bed Dryer yaitu hasil yang diperoleh seragam dan halus. Fluidisasi
granul yang tepat (Naveen et al.,
2009). Difusi kelembaban dari inti granulasi ke permukaan dengan tepat (Naveen et al., 2009). Mampu mengeringkan hingga
kadar air residu yang sangat rendah dengan tingkat efisiensi tinggi. Kapasitas
kontrol termal yang sangat baik dibandingkan dengan proses pengeringan
konvensional (Susanti, 2014). Laju perpindahan kalor
dan laju perpindahan massa uap air antara udara pengering dan bahan sangat
tinggi dibandingkan dengan metode lain (Astuti, 2007). Konsumsi energi yang rendah, drying rate yang lebih
cepat (Soponronnarit, 2003). Pengoperasiannya mudah (Naveen et al., 2009). Cocok
untuk skala besar (Niamnuy and Sakamon, 2005). Cocok untuk bahan makanan
heat sensitive (Giner dan Calvelo,
1987).
Kekurangan Fluidized
Bed Dryer yaitu membutuhkan energi listrik yang besar.
Kemungkinan terjadi fluidisasi heterogen, yaitu partikel-partikel padat tidak
terpisah secara sempurna (Giner dan Calvelo, 1987). Simpangan aliran
udara yang masuk cukup besar, dan bahan terlewati oleh gelembung udara,
menjadikan sistem kontak/singgungan tidak efisien (Karbassi
and Mehdizabeh, 2008). Perlu pretreatment
khusus untuk mengolah bahan yang lengket atau berkadar air tinggi (Jangam dan Mujumdar, 2010).
DAFTAR
PUSTAKA
Arifianto, B. dan Indarto. 2006. Studi Karakteristik Fluidisasi dan Aliran Dua Fase Padat-Gas (Pasir
Besi-Udara) Pada Pipa Lurus Vertikel. Media Teknik No. 2 Tahun
XXVIII, Edisi Meri 2006, No. ISSN.0216-3012.
Astuti. 2007. Pengeringan
Padi Dalam Unggun Bergerak Dua Tahap. [Skripsi]. Institut Teknologi Bandung.
Borgolte, G. and Simon, E. J. 1981. Fluid Bed Processes In The Manufacture of Snacks
Products. CED Review for Chocolate, Confectionery and
Bakery. 6(2), pp. 7-8, 10.
Dwiari, S. R. 2008. Teknologi Pangan. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Gawrzynski, Z. and Glaser, R. Drying
in A Pulsed-Fluid Bed With Relocated Gas Stream. Drying
Technology 1996, 14 (5), 1121–1172
Giner, S. A. and Calvelo, A. 1987. Modelling of Wheat Drying In Fluidized Beds. Journal of
Food Science, 52(5), pp. 1358-1363
Jangam, S. V. dan A.S. Mujumdar. 2010. Classification and Selection of Dryers for Foods. In: Drying of Foods, Vegetables and Fruits. Vol 1, (Eds Jangam, S.V., Law, C.L.
and Mujumdar, A.S). National University of Singapore, pp.59-82.
Karbassi, A. and Z. Mehdizabeh. 2008. Drying Rough Rice in a Fluidized Bed Dryer, J. Agric. Sci.
Technol,. Vol. 10: 233-241.
Kumar, Y and S. A. Belorkar. Fluidized
Bed Drying of Fruits and Vegetables: An Overview. Volume 01, No. 9,
September 2015. ISSN: 2395-0900.
Kunii, D.
and Levenspiel, O., 1977, Fluidization Engineering.
Original Edition. Robert E. Krieger Publishing Co. New York.
Murthy Z. V. P. and Joshi D. 2007. Fluidized Bed Drying of Aonla (Emblica officinalis). Drying
Technology, 25, pp. 883 – 889.
Naveen
S., Ramakrishna A. and Bawa A. S. 2009. Design
and Development of A Hot Air Diffuser Plate for
Fluidized Bed Technology – A Mathematical Model Approach. Beverage & Food World, p 38-42
Niamnuy,
C. and D. Sakamon. 2005. Drying Kinetics
and Quality of Coconut Dried In a Fluidized
Bed Dryer. Journal of Food Engineering, 66(2), pp. 267- 271.
Petkus.
2015. Fluidized Bed Dryer DF. PETKUS
Technologie GmbH. 99848 Wutha-Farnroda. Germany.
Rahmawati, U., T. R. Renggani, dan G. O. Yudhista. 2010. Teknik Pengeringan dengan Fluidized Bed
Dryer. Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu
Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED).
Rordprapat, W., A. Nathakaranakule, W. Tia dan S. Soponronnarit,
S. 2005. Comparative Study of Fluidized
Bed Paddy Drying Using Hot Air and Superheated Steam. Journal of Food
Engineering, Vol.71, Issue 1, pp. 28-36.
Shilton, N. C. and Niranjan, K.1993. Fluidization And Its Applications to Food
Processing. Food Structure, 12, pp. 199-215.
Soponronnarit, S. 2003. Fluidized
Bed Grain Drying. Proceedings of the 3rd Asia Pacific Drying Conference.1-3
September 2003. Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand, pp. 55-71.
Srinivasakannan,
C. 2008. Modeling Drying Kinetics of
Mustard in Fluidized Bed. International
Journal of Food Engineering, 4(3), Article 6.
Susanti,
K. 2014. Aplikasi Metode Fluidized Bed
Drying Pada Proses Produksi Tepung Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Jember.
No comments:
Post a Comment