MAKALAH REVIEW JURNAL
MATA KULIAH EVALUASI GIZI DAN PANGAN LANJUT
PENGARUH GLYCEMIC INDEX (GI) DAN GLYCEMIC LOAD (GL)
TERHADAP GANGGUAN MENTAL YANG UMUM
1. Latar
Belakang
Prevalensi
gangguan mental meningkat dari tahun ke tahun (Mojtabai, 2011). Gangguan mental
yang umum seperti kecemasan, depresi, dan tekanan psikologis berdampak negatif
terhadap banyak hal seperti beban ekonomi, disabilitas (cacat jasmani), dan
kematian dini (Olesen et al., 2012). WHO
memprediksi bahwa depresi akan menjadi penyakit dengan beban terbesar kedua bagi
masyarakat dibandingkan penyakit lainnya pada tahun 2020 di seluruh dunia
(Murray and Lopez, 1996).
Berdasarkan
beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingginya prevalensi gangguan
mental disebabkan perubahan gaya hidup (Konttinen et
al., 2010). Masyarakat saat ini cenderung mengonsumsi makanan manis dan
tinggi lemak, namun rendah konsumsi buah dan sayur (Jacka et al., 2011). Penelitian lain menyebutkan, diet tinggi Glycemic
Index (GI) dan Glycemic Load (GL) seperti makanan yang sudah diproses (daging
goreng dan makanan yang digoreng), kue kering (muffin, donat, croissant, dan
produk yang dipanggang lainnya) berdampak negatif terhadap perubahan mood dan
meningkatkan resiko depresi (Sánchez-Villegas, 2012).
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa camilan manis meningkatkan resiko depresi. Hal ini
dikarenakan serotonin (neurotransmitter yang berperan pada fungsi mental)
diproduksi di sistem pencernaan dan sintesisnya ditingkatkan oleh keberanakan
koloni bakteri di usus (Yano et al.,
2015). Konsumsi makanan manis tinggi GI dan GL mempengaruhi keseimbangan koloni
mikroba di usus. Hal ini karena makanan tinggi GI dan GL umumnya rendah serat,
buah, sayur, dan gandum utuh yang merupakan nutrisi utama di sistem saraf
(Louie et al., 2013). Karena itu konsumsi
makanan tinggi GI dan GL meningkatkan resiko gangguan mental dibandingkan
makanan rendah GI dan GL (Zazpe et al.,
2014).
2. Metode
Penelitian
ini dengan melibatkan banyak responden dan pembagian kuesioner dengan sistem self-administered, dengan rincian
sebagai berikut:
a. Jurnal
Hubungan GI, GL, dan Gangguan Mental Umum
Pada penelitian
ini diambil 3.363 responden yang merupakan staf non akademis Isfahan University
of Medical Sciences yang terdiri pria dan wanita. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan GI dan GL terhadap tekanan psikologis, kecemasan, dan
depresi.
Pada
tahap pertama untuk menguji dietary
intake assesment, digunakan kuesioner Dish Based Semiquantitative
Food-Frequency Questionnaire (DFQ). Terdapat 106 jenis makanan yang
dikelompokkan kedalam 5 bagian utama yaitu (a) 29 produk campuran lauk, (b) 10
produk berbasis sereal dan kentang, (c) 9 jenis produk susu termasuk turunannya
seperti mentega dan krim, (d) 22 jenis buah dan sayur, (e) 36 ragam makanan dan
minuman termasuk camilan manis, makanan cepat saji, permen, dan
kacang-kacangan. Responden diminta menentukan jumlah produk yang dikonsumsi
dengan mengisi kuesioner yang terdiri dari 9 pilihan jawaban dari “tidak pernah
atau kurang dari satu kali sebulan” hingga “12 atau lebih dalam sehari”.
Penentuan
GI dari 106 jenis makanan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus
∑(GIa x available carbohydrate)a/ total available
carbohydrate. Sedangkan untuk menghitung GL menggunakan rumus (total GI x total
available carbohydrate)/100 dan diberi satuan gram/hari. Hasilnya menunjukkan
bahwa GL memiliki tingkat korelasi yang tinggi terhadap karbohidrat (r = 0,91)
dibandingkan GI terhadap karbohidrat (r = 0,56).
Analisa
profil psikologis menggunakan dua kuesioner. Kuesioner pertama yaitu Hospital
Anxiety and Depression Scale (HADS) dengan 7 pertanyaan untuk menganalisa
tingkat kecemasan dan 7 pertanyaan selanjutnya untuk menganalisa tingkat
depresi. Rentang skor yaitu antara 0-21 dimana skor ≤ 7 responden dinyatakan
normal, dan skor ≥ 8 responden dinyatakan memiliki gejala kecemasan atau
depresi. Kuesioner kedua yaitu General Health Questionnaire-12 untuk
menganalisa tingkat tekanan psikologis. Skor maksimum kuesioner ini adalah 12
dimana responden dengan skor ≥ 4 dianggap memiliki tingkat stres psikologis.
b. Jurnal
Pengaruh Diet Tinggi GI Terhadap Faktor Resiko Depresi
Penelitian
longitudinal ini dilakukan pada tahun 1994-1998. Jumlah responden yang
berpartisipasi hingga akhir penelitian ini sebanyak 69.954 orang yang
seluruhnya merupakan wanita menopause. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pangan tinggi GI dan GL terhadap prevalensi depresi pada
wanita menopause dalam jangka waktu tertentu.
Pada
tahap pertama untuk memastikan dietary
variables, digunakan kuesioner 145-item Food Frequency Questionnaire (FFQ).
Pada penelitian ini GL berdasarkan pada jumlah karbohidrat yang dikonsumsi
setiap hari. Selanjutnya, gejala depresi responden diukur menggunakan kuesioner
Burnam 8-item Scale of Depressive Disorder. Burnam Scale terdiri dari 2
pertanyaan Diagnostic Interview Schedule dan 6 pertanyaan dari Center of
Epidemiologic Studies-Depression Scale. Semakin tinggi skor responden maka
tingkat depresinya semakin tinggi.
3. Hasil
dan Pembahasan
Konsumsi
produk tinggi GI meningkatkan resiko depresi dan kecemasan. Sedangkan konsumsi
produk tinggi GL menurunkan resiko gangguan mental, depresi, dan tekanan
psikologis. Interaksi antara GI dan jenis kelamin berpengaruh signifikan
terhadap depresi dimana konsumsi produk tinggi GI pada responden wanita
meningkatkan depresi secara signifikan dibandingkan konsumsi produk tinggi GI
pada responden pria.
Dibandingkan
GI, GL sangat berkorelasi terhadap karbohidrat. GL diketahui sebagai penentu
sekresi insulin. Semakin tinggi insulin yang disekresikan maka sintesis
serotonin semakin meningkat. Mekanismenya yaitu ketika insulin diproduksi maka
rasio asam amino triptofan (prekursor sintesis serotonin) dibanding asam amino
lain di dalam plasma meningkat. Hal ini menyebabkan triptofan dapat masuk ke
sistem transportasi dan melintasi pembatas darah di otak, kemudian
berkontribusi pada sintesis serotonin. Hal ini berdampak terhadap rendahnya
tingkat depresi. Namun, diet tinggi GL dalam jangka waktu lama meningkatkan
potensi diabetes akibat hiperinsulinemia, yang juga berasosiasi dengan
peningkatan resiko depresi dan kecemasan.
Asosiasi
peningkatan GL dengan peningkatan serotonin di otak ini hanya dapat terjadi
jika makanan yang dikonsumsi selutuhnya karbohidrat dan tidak ada protein yang
tersisa di dalam usus. Jika makanan mengandung protein meskipun hanya 2,5% maka
peningkatan triptofan terhambat. Pada konsentrasi protein 5%, konsentrasi
triptofan tidak akan bertambah. Makanan manis seperti es krim, susu cokelat, yoghurt manis, kue
berbasis telur mengandung banyak protein untuk menghambat peningkatan
triptofan. Karena itu pendapat tentang konsumsi makanan manis dapat menurunkan
stres dan depresi hanya sugesti responden.
Penambahan
gula dan pemanis berkalori yang tidak secara alami terdapat pada makanan
(tinggi GI) berkorelasi positif terhadap resiko depresi. Sedangkan konsumsi
laktosa, gula rendah GI berkorelasi negatif terhadap depresi. Konsumsi makanan
tinggi gula (tinggi GI) menyebabkan resiko inflamasi, penyakit kardiovaskuler,
dan resistensi insulin yang berasosiasi dengan defisiensi neurokognitif dimana
gejalanya mirip dengan gejala penderita depresi.
Pada
penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara diet pati dan resiko depresi.
Pati adalah karbohidrat kompleks. Pati dalam bentuk roti putih atau kentang
rebus termasuk pangan tinggi GI. Sedangkan pati dalam bentuk biji-bijian,
kacang-kacangan, ubi-ubian, gandum utuh termasuk pangan rendah GI karena
kandungan seratnya yang tinggi. Makanan tinggi serat seperti sayuran dan buah
memperlambat metabolisme karbohidrat dan menurunkan GI dan menurunkan resiko
depresi.
Dari
kedua jurnal ini dapat disimpulkan bahwa konsumsi makanan tinggi GI dan GL
berasosiasi dengan gangguan mental khususnya depresi. Diperlukan penelitian
lebih lanjut tentang pengaruh diet rendah GI sebagai upaya pencegahan terhadap
gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan tekanan psikologis. Selain itu
perlu dilakukan uji klinis untuk mengkonfirmasi temuan dari kedua jurnal ini
yang keseluruhan datanya diperoleh melalui kuesioner.
4. Keunggulan
Jurnal
Keunggulan
kedua jurnal pada makalah ini dipaparkan sebagai berikut:
a. Jurnal
Hubungan GI, GL, dan Gangguan Mental Umum
·
Responden
pada penelitian ini jumlahnya besar (n = 3.363) karena itu tingkat akurasi
cukup tinggi
·
Responden
terdiri dari pria dan wanita sehingga dapat dianalisa korelasi antara GI dan
jenis kelamin terhadap resiko depresi
b. Jurnal
Pengaruh Diet Tinggi GI Terhadap Faktor Resiko Depresi
·
Responden
pada penelitian ini jumlahnya sangat besar yaitu 87.618 responden di awal
penelitian dan setelah follow-up selama 3 tahun jumlah responden akhir yang
dimasukkan dalam penelitian ini yaitu 69.954 responden
·
Seluruh
responden pada penelitian ini yaitu wanita menopouse dari beberapa ras, karena
itu penelitian ini memiliki tingkat akurasi yang baik
5. Kelemahan
Jurnal dan Saran
Jurnal yang dibahas pada makalah ini
selain memiliki kelebihan juga memiliki kekurangan. Tabel berikut menunjukkan
kelemahan dari kedua jurnal tersebut dan saran perbaikan dengan rincian sebagai
berikut:
No
|
Kelemahan
|
Saran
|
Jurnal Hubungan GI, GL, dan Gangguan
Mental Umum
|
||
1
|
Pengaruh
berbagai macam makanan terhadap tingkat gangguan mental sulit diidentifikasi
|
Perlu
penelitian longitudinal dengan populasi berbeda
|
2
|
Hasil
uji kuesioner bias (tidak relevan antar satu data dengan data lainnya) dan
beberapa ada yang tidak sesuai dengan literatur
|
Karena
pada penelitian ini responden diminta mengisi kuesioner dalam dua tahap
berbeda, konsistensi dan akurasi antar kuesioner perlu ditingkatkan
|
3
|
subjektivitas
selama pengisian kuesioner yang bersifat self-administered
|
Perlu
uji klinis untuk meningkatkan objektivitas
|
4
|
Pengaruh
diet tinggi GI dan GL terhadap kecemasan dan tekanan psikologis tidak dibahas
mendetail
|
Penelitian
sebaiknya dibatasi pada pengaruh diet tinggi GI dan GL terhadap resiko
depresi saja
|
5
|
Responden
hanya staf IUMS, tidak mewakili pengaruh diet tinggi GI dan GL terhadap
Iranian (orang-orang Iran dalam lingkup luas)
|
Responden
penelitian sebaiknya orang iran (Iranian) yang dipilih secara acak dari
berbagai latar belakang berbeda untuk meningkatkan akurasi data yang
diperoleh
|
Jurnal Pengaruh Diet Tinggi GI Terhadap
Faktor Resiko Depresi
|
||
1
|
Tidak
dianalisa pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi responden selama penelitian
|
Responden
yang mengkonsumsi obat-obatan dimasukkan responden dengan kriteria ekslusi,
karena pengaruh obat dapat membiaskan hasil penelitian
|
2
|
subjektivitas
selama pengisian kuesioner yang bersifat self-administered
|
Perlu
uji klinis untuk meningkatkan objektivitas
|
Referensi
Jurnal
utama:
Gangwisch, J.
E., L. Hale, L. Garcia, D. Malaspina, M. G. Opler, M. E. Payne, R. C. Rossom,
D. Lane. (2015). High Glycemic Index Diet As A Risk Factor for Depression:
Analyses From The Women’s Health Initiative. Am J Clin Nutr 2015; 102:454–63. doi: 10.3945/ajcn.114.103846.
Haghighatdoost,
F., L. Azadbakht, A. H. Keshteli, C. Feinle-Bisset, H. Daghaghzadeh, H. Afshar,
A. Feizi, A. Esmaillzadeh, and P. Adibi. (2016). Glycemic Index, Glycemic Load,
and Common Psychological Disorders. Am J Clin Nutr 2016; 103:201–9. doi: 10.3945/ajcn.114.105445.
Jurnal
pendukung:
Jacka FN,
Mykletun A, Berk M, Bjelland I, Tell GS. (2011). The association between
habitual diet quality and the common mental disorders in community-dwelling
adults: the Hordaland Health study. Psychosom
Med 2011;73:483–90.
Konttinen
H, Mannisto S, Sarlio-Lahteenkorva S, Silventoinen K, Haukkala A. (2010). Emotional
eating, depressive symptoms and self-reported food consumption. A
population-based study. Appetite 2010;54:473–9
Louie JCY,
Markovic TP, Ross GP, Foote D, Brand-Miller JC. (2013). Higher glycemic load
diet is associated with poorer nutrient intake in women with gestational
diabetes mellitus. Nutr Res
2013;33:259–65.
Mojtabai R. (2011).
National trends in mental health disability, 1997–2009. Am J Public Health. 101: 2156–63.
Murray CJ,
Lopez AD. (1996), Evidence-based health policy—lessons from the Global Burden
of Disease Study. Science, 274:740–3.
Olesen J,
Gustavsson A, Svensson M, Wittchen HU, Jonsson B. (2012). The economic cost of
brain disorders in Europe. Eur J Neurol
19:155–62.
Sánchez-Villegas
A, Toledo E, de Irala J, Ruiz-Canela M, PlaVidal J, Martinez-Gonzalez MA. (2012).
Fast-food and commercial baked goods consumption and the risk of depression. Public Health Nutr ; 15:424–32.
Yano
JM, Yu K, Donaldson GP, Shastri GG, Ann P, Ma L, Nagler CR, Ismagilov RF,
Mazmanian SK, Hsiao EY. (2015). Indigenous bacteria from the gut microbiota
regulate host serotonin biosynthesis. Cell
2015;161:264–76.
Zazpe
I, Sánchez-Taínta A, Santiago S, de la Fuente-Arrillaga C, BesRastrollo M,
Martínez JA, Martínez-González MA. (2014). Association between dietary
carbohydrate intake quality and micronutrient intake adequacy in a
Mediterranean cohort: the SUN (Seguimiento Universidad de Navarra) Project. Br J Nutr 2014;111:1–10
No comments:
Post a Comment