Tuesday, August 14, 2018

REVIEW PAPER "FLAVONOID METABOLITES TRANSPORT ACROSS A HUMAN BBB MODEL"


PAPER PRAKTIKUM GIZI DAN SENYAWA BIOAKTIF
FLAVONOID METABOLITES TRANSPORT ACROSS A HUMAN BBB MODEL

1.    LATAR BELAKANG

Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa banyak mengonsumsi buah dan sayur dapat menurunkan faktor resiko neurodegeneratif (Singh et al., 2008; Spencer, 2009). Flavonoid dari buah dan sayur menunjukkan efek positif terhadap penyakit alzheimer (Marambaud et al., 2005) dan Parkinson (Guo et al., 2007). Karena konsumsi makanan tinggi flavonoid dapat memperbaiki kondisi patologis saraf (Andrade and Assuncao, 2012; Andres-Lacueva et al., 2005).
Salah satu permasalahan utama yaitu sedikitnya penelitian tentang mekanisme flavonoid (terkonjugasi dan tidak terkonjugasi) untuk bisa mencapai sistem saraf pusat (SSP/CNS) dan memberikan efek biologis. Flavonoid yang banyak dikonsumsi yaitu flavan-3-ols yang terdeteksi di plasma manusia dalam bentuk termetilasi, tersulfatasi, dan terkonjugasi dengan asam glukoronat (Del Rio et al., 2010; Stalmach et al., 2010). Sedangkan antosianin terdeteksi di plasma manusia dalam bentuk utuh dan glikosidanya (Milbury et al., 2010). Sementara flavonol berada di plasma dalam bentuk asli dan metabolitnya  (Mullen et al., 2006).
Flavonoid tersebut harus dapat melewati blood–brain barrier (BBB) untuk dapat mencapai otak. BBB berperan untuk membatasi transportasi substansi tertentu menuju otak (Palmer, 2010), menyediakan nutrisi esensial, hormon dan obat-obatan, melindungi otak dari toksik serta membuang metabolit tertentu yang tidak diperlukan (Abbott et al., 2006). Struktur BBB dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:


Gambar 1. Struktur unit neurovaskular. Sel-sel endotel otak dan tight junction (TJ) merupakan dasar anatomi BBB (Toth et al., 2011)

Efek biologis flavonoid tidak hanya dalam bentuk tidak terkonjugasi namun juga dalam bentuk metabolitnya (Del Rio et al., 2010; Mullen et al., 2010). Karena itu, tujuan dari penelitian yaitu mengevaluasi mekanisme transportasi transmembran flavonoid dan metabolitnya (termetilasi dan terkonjugasi dengan asam glukuronat) ketika melintasi sel hCMEC / D3 (sel BBB manusia secara in vitro). Sel hCMEC / D3 adalah sel endotel kapiler otak manusia immortal, yang digunakan sebagai model BBB karena secara fenotip dapat mempertahankan karakteristik sel-sel endotel otak manusia (Mkrtchyan et al., 2009) serta mempertahankan aktivitas transporter protein dan reseptor sebagaimana yang diekspresikan pada BBB manusia aslinya (Ohtsuki et al., 2013). Perbandingan hCMEC / D3 dengan Human in-vitro models BBB lain adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Perbandingan hCMEC / D3 dengan Human in-vitro models BBB lain
Model
Morfologi endotelial
Junction claudins
TEER
(Ohm.cm2)
(mean values)
Sumber
hCMEC3/D3
(immortalized human
brain endothelial cells)
in monoculture
Intermediate
1 (mRNA, WB)
3 (ICC, mRNA, WB) 5 (ICC, mRNA, PROT, WB) 12 (ICC, WB)
40 (standard culture)
200 (with
hydrocortisone)
Hatherell et al. (2011)
hPSC (human pluripotent stem cells)
cobblestone
5 (ICC, WB)
250 (monoculture) – 700 (astrocyte co-culture) 5350 (pericyte  primed NPC-co-culture)
Lippmann et al. (2012)
Cord blood-derived
endothelial
progenitor cells
cobblestone
1 (mRNA) 3 (mRNA) 5 (ICC, mRNA, WB)
70 (monoculture)
160 (pericyte
co-culture)
Boyer-Di Ponio et al. (2014)
ICC: imunositokimia; WB: Western blotting; PROT: MS-based proteomics; TEER: transendothelial electrical resistance

2.    METODE PENELITIAN
2.1    Bahan
a.      Reagen
(+)-katekin, (-)-epikatekin, kuersetin dihidrat, Minimum Essential Medium, Ham’s F10, neomycine, penisilin G, amfoterisin B, streptomisin, HEPES, trypsin–EDTA dan kolagen tipe I dari ekor tikus, (Sigma–Aldrich®, Madrid, Spanyol); serum janin sapi (FBS), faktor pertumbuhan fibroblas dan Hanks’ Balance Salt Solution (HBSS) (Gibco, Barcelona, Spain), Endothelial Basal Medium-2 (EBM-2), VEGF, IGF-1, EGF, basic FGF, hidrokortison, askorbat dan gentamisin dari Clonetics (Cambrex BioScience, Wokingham, UK). Delfinidin-3-O-glukosida, sianidin-3-O-glukosida, dan malvidin-3-O-glukosida dibeli dari Extrasynthese SA (Genay, Prancis). Metabolit katekin, epikatenin, kuersetin, dan antosianin disintesa dan dipurifikasi di laboratorium dengan mengacu pada literatur (Fernandes et al., 2013; Fernandes et al., 2009; Gonzalez-Manzano et al., 2009).
b.      Kultur Sel
Sel hCMEC/D3 disediakan oleh Dr. Pierre-Olivier Couraud (INSERM U. 567, Université René Descartes, Paris, Prancis). Sel disimpan pada kondisi atmosfer kelembaban 5%, kandungan udara CO2-95% pada suhu 37oC, antara bagian 26 dan 30. Sel ditumbuhkan di media EBM-2 yang disuplementasi oleh VEGF, IGF-1, EGF, basic FGF, hidrokortison, askorbat, gentamisin, dan 2,5% serum janin sapi (FBS), 100 U/ml penisilin G, 0.25 mg/ml amfoterisin B and 100 mg/ml streptomisin, seperti yang direkomendasikan oleh produsen (Lonza Walkersville, Inc). Media sel diganti setiap 48 jam dan sel siap digunakan setelah inkubasi selama 5-6 hari.
Untuk melakukan subkultur, sel-sel dipisahkan menggunakan tripsin–EDTA 0,25%, dilarutkan pada 1:5 dan disubkulturkan dalam cawan petri yang telah dilapisi kolagen 21 cm2 pada area pertumbuhan (Corning Costar®, Badhoevedorp, The Netherlands). Untuk tahap eksperimen, sel-sel disemai pada sisipan transwell (membran polytetrafluoroethylene yang dilapisi kolagen, ukuran pori 0.4 lm, diameter 12 mm, Corning Costar®). Sisipan disimpan pada 12 plates. Eksperimen dilaksanakan selama 9-10 setelah penyemaian awal.
2.2    Metode
a.      Studi Transport
Transepithelial electrical resistance (TEER) sel yang tumbuh di transwell diukur menggunakan epithelial voltohmmeter, dilengkapi dengan elektroda planar (EVOM; World Precision Instruments, Stevenage, UK). Eksperimen dilakukan hanya pada sel monolayer yang menunjukkan TEER > 100 Ω.cm2. Media kemudian dibuang dan sel dicuci menggunakan medium HBSS’ dengan 1.0 mM MgCl2 dan 0.25 mM CaCl2, pH 7.4. Larutan flavonoid di HBSS dengan 0.1% FBS ditambahkan ke sisi apikal sel, kemudian medium yang sama bebas polifenol ditambahkan ke kompartemen basolateral. Transport transepitelial bergerak berdasarkan fungsi waktu pada suhu 37oC. Sampel diambil dari sisi basolateral dan diganti dengan medium segar yang baru. Sampel dibekukan pada suhu -20oC hingga analisa HPLC.
b.      Analisa HPLC
Katekin, epikatekin, dan metabolitnya dianalisa menggunakan HPLC (Elite Lachrom system (L-2130)) pada 150 x 4.6 mm i.d. fase terbalik pada kolom C18 (Merck, Darmstadt); deteksi dilakukan menggunakan detektor diode array (L-2455). Solven yang digunakan yaitu A: H2O/HCOOH (9.9:0.1), dan B: CH3CN. Proses separasi diawali dengan 93% A dan 7% B selama 4 menit dan dilanjutkan dengan gradien 7-25% B selama 46 menit pada laju aliran 0.5 ml/menit. Kemudian kolom dicuci menggunakan solven 100% B selama 10 menit dan distabilitasi pada kondisi awal kembali selama 10 menit.
Untuk kuersetin dan metabolitnya, digunakan peralatan dan solven yang sama. Perbedaannya, proses separasi diawali dengan 95% A dan 5% B selama 15 menit dan gradien solven pada 5-70% B selama 20 menit pada laju aliran 0.5 ml/menit. Kemudian kolom dicuci pada 100% B selama 10 menit dan distabilitasi pada kondisi awal kembali selama 10 menit.
Analisa HPLC untuk antosianin dan produk termetilasinya menggunakan peralatan yang sama namun kolom yang berbeda yaitu pada 250 x 4.6 mm i.d. fase terbalik pada kolom C18 (Merck, Darmstadt); deteksi dilakukan pada 520 nm (untuk 40-Me-Dp3gluc deteksi dilakukan pada 503 nm) menggunakan detektor diode array (L-2455). Solven yang digunakan yaitu A: H2O/HCOOH (9:1), dan B: H2O/CH3-CN/HCOOH (6:3:1). Gradien solven diawali dengan 26–45% B selama 50 menit, 45–85% B selama 25 menit dan 85-0% B selama 10 menit pada laju aliran 1.0 ml/menit. Kemudian kolom dicuci pada 100% B selama 20 menit dan distabilitasi pada kondisi awal kembali selama 20 menit. Peak/puncak yang terdeteksi dipindai pada 200 dan 700 nm.
Untuk analisa LC–MS, liquid chromatograph (Hewlett–Packard 1100 series) equipped with a Thermo Finnigan (Hypersil Gold®) kolom fase terbalik (150 mm x 4.6 mm, 5 lm, C18) suhu diatur pada 25oC. Kemudian sampel dianalisa menggunakan solven, gradien, volume injeksi, dan laju aliran yang sama dengan analisa HPLC diatas. Detektor MS Finnigan LCQ DECA XP MAX (Finnigan Corp., San Jose, CA) penangkap ion quadrupole dilengkapi dengan sumber ionisasi tekanan atmosfer (API), menggunakan ionisasi elektrospray antarmuka (ESI). Vaporiser dan voltase kapiler berturut-turut 5 kV dan 4 V. Suhu kapiler diatur pada 325oC. Nitrogen digunakan untuk selubung dan gas pembantu pada kecepatan alir berturut-turut 80 dan 30. Spektrum direkam pada ion positif antara m/z 120 dan 1500. MS diprogram agar dapat melakukan 3 pemindaian yaitu: a full mass, pemindaian zoom dari ion paling intens dalam pemindaian pertama, dan MS-MS dari ion paling intens menggunakan relative collision energy pada 30 and 60.


3.        HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1              Umum
hCMEC/D3 cell line adalah sel immortal endotelial otak manusia, yang cocok digunakan untuk mempelajari transport transeluler flavonoid dan metabolitnya melewati BBB manusia, karena dapat mempertahankan karakteristik morfologi dan fungsional sel endotelial otak, sekalipun tanpa co-culture dengan sel glial (Ohtsuki et al., 2013; Weksler et al., 2005).  hCMEC/D3 cell dikulurkan pada media semi-permeable. Hanya sel yang memiliki TEER > 100 Ω.cm2 yang digunakan. Penampang sel hCMEC/D3 dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:


Gambar 2. Penampang sel hCMEC/D3. Keterangan: luminal = apikal. Abluminal = basolateral

3.2              Flavan-3-ols
Uji flavan-3-ols yaitu dengan cara inkubasi hCMEC/D3 selama 18 jam menggunakan larutan epikatekin dan metabolitnya. Peak epikatekin dideteksi pada ([M+H]+ 291 m/z) sedangkan peak metabolitnya dideteksi pada ([M+H]+ 305 m/z). Hasil analisa flavan-3-ols dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:

Gambar 3. Hasil analisa flavan-3-ols

Berdasarkan gambar (3a) 4’-O-methylepicatechin (4’-MeEpi) dan 3’-O-methylepicatechin (3’-MeEpi) memiliki kecepatan transportasi lebih efisien dibanding epikatekin. Sedangkan pada gambar (3b) transport pada suhu 37oC lebih efisien karena melalui 2 macam yaitu difusi pasif dan menggunakan transporter. Selain itu, 4’-MeEpi dan 3’-MeEpi lebih lipofilik dibanding epikatekin sehingga dapat melewati BBB lebih mudah. Sedangkan efisiensi transport pada suhu 4oC lebih rendah karena transport hanya disebabkan difusi pasif. Pada gambar (3c) metabolit flavanol lain yaitu 4’-methylcatechin diuji dan hasilnya menunjukkan bahwa transport metabolit termetilasi lebih efisiensi dibanding katekin pada pengujian 1 jam, 3 jam, dan 18 jam di suhu 37oC. Hal ini karena 4’-methylcatechin lebih lipofilik dibanding katekin. Pada gambar (3d) setelah inkubasi selama 3 jam pada suhu 37oC efisiensi 4’-methylcatechin lebih tinggi dibandingkan katekin. Sedangkan inkubasi pada suhu 4oC selama 3 jam menunjukkan bahwa transport 4’-methylcatechin maupun katekin menurun.

3.3    Antosianin
Antosianin adalah flavonoid yang banyak terdapat di makanan dan diserap dalam bentuk glukosidanya (Crozier et al., 2009; Milbury et al., 2010). Pada penelitian ini digunakan 3 jenis flavonoid yaitu delphinidin-3-O-glucoside (Dp-3-gl), cyanidin-3-O-glucoside (Cy-3-gl), malvidin-3-O-glucoside (Mv-3-gl), campuran 4-methylated metabolite  Dp-3-gl (4’Me-Dp-3-gl) dan 4’-O-methyl/3’-O-methylcyanidin-3-O-glucoside (apikal→basolateral). Persentase efisiensi transport dihitung berdasarkan (konsentrasi sampel di sisi basolateral pada waktu tertentu/konsentrasi sampel pada sisi apikal pada jam ke nol) x 100. Hasil analisa antosianin dan metabolitnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Hasil analisa antosianin dan metabolitnya
 
Hasilnya setelah inkubasi selama 18 jam, menunjukkan bahwa dalam bentuk termetilasi dapat melewati BBB lebih efisien dibandingkan dalam bentuk tidak terkonjugasi secara signifikan. Efisiensi transport ini disebabkan karakteristik lipofilik dan adanya difusi pasif yang turut berperan. Penambahan gugus metil pada struktur antosianin  memberikan efek positif pada kecepatan transport.

3.4    Flavonol
Quercetin adalah flavonol terbanyak di dalam diet manusia. Hasil analisa quercetin dan metabolitnya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut:

Gambar 4. Hasil analisa quercetin dan metabolitnya
Berdasarkan gambar (4a) transport metabolit 3-O-glucuronyl-quercetin (3-GlucQ) lebih efisien dibanding quercetin pada jam ke 1, 3, maupun ke 18. Sedangkan gambar (4b) menunjukkan bahwa inkubasi sel pada suhu 4oC dapat menurunkan efisiensi transportnya dibandingkan inkubasi sel pada suhu 37oC. Hasil analisa LC-MS menunjukkan bahwa efisiensi quercetin sangat rendah yaitu hanya 8% setelah 18 jam.
Untuk mengetahui penyebab rendahnya intake quercetin, dilakukan penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan dilakukan untuk mengetahui efisiensi transport 30 μM quercetin (Q) dan setelah pretreatment sel hCMEC/D3 selama 48 jam menggunakan efflux transporter yaitu rhodamine 123 dan cyclosporine A (apikal→basolateral). Persentase efisiensi transport dihitung berdasarkan (konsentrasi sampel di sisi basolateral pada waktu tertentu/konsentrasi sampel pada sisi apikal pada jam ke nol) x 100. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Efisiensi transport quercetin, quercetin + cyclosporine A, dan quercetin + rhodamine 123

Berdasarkan Tabel 3. Efflux transporter mempengaruhi uptake quercetin. Efflux transporter merupakan komponen esensial di BBB yang mengontrol masuknya xenobiotik ke otak, membatasi bioavailabilitas dan distribusi xenobiotik tersebut.

3.5    Modulasi Transport Flavonoid
Sel diberi perlakuan penambahan 30 μM epikatekin, katekin, dan quercetin pada sel selama 48 jam untuk mengetahui efisiensi transportnya (apikal→basolateral). Persentase efisiensi transport dihitung berdasarkan (konsentrasi sampel di sisi basolateral pada waktu tertentu/konsentrasi sampel pada sisi apikal pada jam ke nol) x 100. Perbandingannya dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

Gambar 5. Perbandingan efisiensi transport 30 μM epikatekin, katekin, dan quercetin
Pengaruh pretreatment menggunakan bahan lain juga diuji pada penelitian ini. Persentase efisiensi transport dihitung berdasarkan (konsentrasi sampel di sisi basolateral pada waktu tertentu/konsentrasi sampel pada sisi apikal pada jam ke nol) x 100. Perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Perbandingan efisiensi transport epikatekin, katekin, dan quercetin dengan keberadaan progesteron (100 μM), β-estradiol (100 μM) dan kafein (10 μM)
 
Berdasarkan Tabel 4, tidak ada pengaruh signifikan terhadap transport katekin dan epikatekin setelah pretreatment selama 48 jam menggunakan progesteron (100 μM) dan β-estradiol (100 μM), namun menunjukkan efisiensi transport quercetin meningkat signifikan. Progesteron dan β-estradiol adalah aktivator alkaline fosfatase. Sedangkan perlakuan kafein (10 μM) 48 jam sebelum uji transport epikatekin, katekin, dan quercetin. Transport katekin dan epikatekin menurun setelah perlakuan. Sementara transport quercetin yang sudah rendah semakin menurun dengan adanya perlakuan kafein (10 μM). Hal ini karena kafein merupakan inhibitor alkaline fosfatase (Casiglia et al., 1993; Tsuang et al., 2006).
 
4.        KESIMPULAN
Secara keseluruhan metabolit flavonoid dapat melewati BBB lebih efisien dibandingkan komponen tidak terkonjugasi. Antosianin dan metabolitnya dapat melewati BBB karena bersifat lipofilik. Sedangkan transport flavonol (quercetin) dimodulasi oleh fosfat modulator melalui mekanisme regulasi fosforilasi/defosforilasi.

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Utama
Faria, A., Meireles, M.,Fernandes, I., Santos-Buelga, C., Gonzalez-Manzano, S., Dueñas, M., de Freitas, V., Mateus, N., Calhau, C. 2014. Flavonoid metabolites transport across a human BBB model. Food Chemistry, 149 (2014) 190–196.
Jurnal Pendukung
Abbott NJ, Rönnbäck L, Hansson E. (2006). Astrocyte-endothelial interactions at the blood-brain barrier. Nature Rev Neurosci, 7(1): 41-53.
Andrade, J. P., & Assuncao, M. (2012). Protective effects of chronic green tea consumption on age-related neurodegeneration. Current Pharmaceutical Design, 8(1), 4–14.
Andres-Lacueva, C., Shukitt-Hale, B., Galli, R. L., Jauregui, O., Lamuela-Raventos, R.
M., & Joseph, J. A. (2005). Anthocyanins in aged blueberry-fed rats are found centrally and may enhance memory. Nutritional Neuroscience, 8(2), 111–120.
Boyer-Di Ponio J, El-Ayoubi F, Glacial F, et al. (2014). Instruction of circulating endothelial progenitors in vitro towards specialized blood-brain barrier and arterial phenotypes. PLoS One ; 9: e84179
Casiglia, E., Spolaore, P., Ginocchio, G., & Ambrosio, G. B. (1993). Unexpected effects of coffee consumption on liver enzymes. European Journal of Epidemiology, 9(3),
293–297
Del Rio, D., Calani, L., Cordero, C., Salvatore, S., Pellegrini, N., & Brighenti, F. (2010).
Bioavailability and catabolism of green tea flavan-3-ols in humans. Nutrition, 26(11–12), 1110–1116.
Fernandes, I., Azevedo, J., Faria, A., Calhau, C., de Freitas, V., & Mateus, N. (2009). Enzymatic hemisynthesis of metabolites and conjugates of anthocyanins. Journal of Agriculture and Food Chemistry, 57(2), 735–745.
Fernandes, I., Marques, F., de Freitas, V., & Mateus, N. (2013). Antioxidant and antiproliferative properties of methylated metabolites of anthocyanins. Food Chemistry, 141(3), 2923–2933.
Gonzalez-Manzano, S., Gonzalez-Paramas, A., Santos-Buelga, C., & Duenas, M. (2009). Preparation and characterization of catechin sulfates, glucuronides, and methylethers with metabolic interest. Journal of Agriculture and Food Chemistry, 57(4), 1231–1238.
Hatherell, K., Couraud, P.O., Romero, I.A., et al. 2011. Development of a three-dimensional, all-human in vitro model of the blood-brain barrier using mono-, co-, and tri-cultivation Transwell models. J Neurosci Methods, 199: 223–229.
Lippmann ES, Azarin SM, Kay JE, et al. (2012). Derivation of blood-brain barrier endothelial cells from human pluripotent stem cells. Nat Biotechnol ; 30: 783–791.
Marambaud, P., Zhao, H., & Davies, P. (2005). Resveratrol promotes clearance of Alzheimer’s disease amyloid-beta peptides. Journal of Biological Chemistry, 280(45), 37377–37382.
Milbury, P. E., Vita, J. A., & Blumberg, J. B. (2010). Anthocyanins are bioavailable in humans following an acute dose of cranberry juice. Journal of Nutrition, 140(6), 1099–1104.
Mkrtchyan, H., Scheler, S., Klein, I., Fahr, A., Couraud, P. O., Romero, I. A., et al. (2009).
Molecular cytogenetic characterization of the human cerebral microvessel endothelial cell line hCMEC/D3. Cytogenetic and Genome Research, 126(4), 313–317.
Mullen, W., Borges, G., Lean, M. E., Roberts, S. A., & Crozier, A. (2010). Identification
of metabolites in human plasma and urine after consumption of a polyphenolrich juice drink. Journal of Agriculture and Food Chemistry, 58(4), 2586–2595.
Mullen, W., Edwards, C. A., & Crozier, A. (2006). Absorption, excretion and metabolite profiling of methyl-, glucuronyl-, glucosyl- and sulpho-conjugates of quercetin in human plasma and urine after ingestion of onions. British Journal of Nutrition, 96(1), 107–116.
Ohtsuki, S., Ikeda, C., Uchida, Y., Sakamoto, Y., Miller, F., Glacial, F., et al. (2013). Quantitative targeted absolute proteomic analysis of transporters, receptors and junction proteins for validation of human cerebral microvascular endothelial cell line hCMEC/D3 as a human blood–brain barrier model. Molecular Pharmaceutics, 10(1), 289–296.
Palmer, A. M. (2010). The blood–brain barrier. Neurobiology of Disease, 37(1), 1–2.
Singh, M., Arseneault, M., Sanderson, T., Murthy, V., & Ramassamy, C. (2008). Challenges for research on polyphenols from foods in Alzheimer’s disease: Bioavailability, metabolism, and cellular and molecular mechanisms. Journal of Agriculture and Food Chemistry, 56(13), 4855–4873.
Spencer, J. P. (2009). The impact of flavonoids on memory: Physiological and molecular considerations. Chemical Society Reviews, 38(4), 1152–1161.
Stalmach, A., Mullen, W., Steiling, H., Williamson, G., Lean, M. E., & Crozier, A. (2010). Absorption, metabolism, and excretion of green tea flavan-3-ols in humans with an ileostomy. Molecular Nutrition & Food Research, 54(3), 323–334.
Toth, A., Veszelka, S., Nakagawa, S., et al. (2011). Patented In Vitro Blood-Brain Barrier Models in CNS Drug Discovery. Recent Patents on CNS Drug Discovery, 2011, 6, 107-118
Tsuang, Y. H., Sun, J. S., Chen, L. T., Sun, S. C., & Chen, S. C. (2006). Direct effects of caffeine on osteoblastic cells metabolism: The possible causal effect of caffeine on the formation of osteoporosis. Journal of Orthopaedic Surgery and Research, 1, 7.

No comments:

Post a Comment

CATATAN BIOAKTIF DAN SINDROM METABOLIK

SINDROM METABOLIK 1.        Obesitas menyebabkan inflamasi, hipertensi, resistensi insulin . Kemudian menyebabkan DM 2, penyakit kardi...