Sunday, August 5, 2018

REVIEW JURNAL "PENGARUH GLYCEMIC INDEX (GI) DAN GLYCEMIC LOAD (GL) TERHADAP GANGGUAN MENTAL YANG UMUM"


MAKALAH REVIEW JURNAL
MATA KULIAH EVALUASI GIZI DAN PANGAN LANJUT


PENGARUH GLYCEMIC INDEX (GI) DAN GLYCEMIC LOAD (GL) TERHADAP GANGGUAN MENTAL YANG UMUM




1.   Latar Belakang
Prevalensi gangguan mental meningkat dari tahun ke tahun (Mojtabai, 2011). Gangguan mental yang umum seperti kecemasan, depresi, dan tekanan psikologis berdampak negatif terhadap banyak hal seperti beban ekonomi, disabilitas (cacat jasmani), dan kematian dini (Olesen et al., 2012). WHO memprediksi bahwa depresi akan menjadi penyakit dengan beban terbesar kedua bagi masyarakat dibandingkan penyakit lainnya pada tahun 2020 di seluruh dunia (Murray and Lopez, 1996).
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingginya prevalensi gangguan mental disebabkan perubahan gaya hidup (Konttinen et al., 2010). Masyarakat saat ini cenderung mengonsumsi makanan manis dan tinggi lemak, namun rendah konsumsi buah dan sayur (Jacka et al., 2011). Penelitian lain menyebutkan, diet tinggi Glycemic Index (GI) dan Glycemic Load (GL) seperti makanan yang sudah diproses (daging goreng dan makanan yang digoreng), kue kering (muffin, donat, croissant, dan produk yang dipanggang lainnya) berdampak negatif terhadap perubahan mood dan meningkatkan resiko depresi (Sánchez-Villegas, 2012).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa camilan manis meningkatkan resiko depresi. Hal ini dikarenakan serotonin (neurotransmitter yang berperan pada fungsi mental) diproduksi di sistem pencernaan dan sintesisnya ditingkatkan oleh keberanakan koloni bakteri di usus (Yano et al., 2015). Konsumsi makanan manis tinggi GI dan GL mempengaruhi keseimbangan koloni mikroba di usus. Hal ini karena makanan tinggi GI dan GL umumnya rendah serat, buah, sayur, dan gandum utuh yang merupakan nutrisi utama di sistem saraf (Louie et al., 2013). Karena itu konsumsi makanan tinggi GI dan GL meningkatkan resiko gangguan mental dibandingkan makanan rendah GI dan GL (Zazpe et al., 2014).

2.   Metode
Penelitian ini dengan melibatkan banyak responden dan pembagian kuesioner dengan sistem self-administered, dengan rincian sebagai berikut:
a.    Jurnal Hubungan GI, GL, dan Gangguan Mental Umum
Pada penelitian ini diambil 3.363 responden yang merupakan staf non akademis Isfahan University of Medical Sciences yang terdiri pria dan wanita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan GI dan GL terhadap tekanan psikologis, kecemasan, dan depresi.
Pada tahap pertama untuk menguji dietary intake assesment, digunakan kuesioner Dish Based Semiquantitative Food-Frequency Questionnaire (DFQ). Terdapat 106 jenis makanan yang dikelompokkan kedalam 5 bagian utama yaitu (a) 29 produk campuran lauk, (b) 10 produk berbasis sereal dan kentang, (c) 9 jenis produk susu termasuk turunannya seperti mentega dan krim, (d) 22 jenis buah dan sayur, (e) 36 ragam makanan dan minuman termasuk camilan manis, makanan cepat saji, permen, dan kacang-kacangan. Responden diminta menentukan jumlah produk yang dikonsumsi dengan mengisi kuesioner yang terdiri dari 9 pilihan jawaban dari “tidak pernah atau kurang dari satu kali sebulan” hingga “12 atau lebih dalam sehari”.
Penentuan GI dari 106 jenis makanan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus ∑(GIa x available carbohydrate)a/ total available carbohydrate. Sedangkan untuk menghitung GL menggunakan rumus (total GI x total available carbohydrate)/100 dan diberi satuan gram/hari. Hasilnya menunjukkan bahwa GL memiliki tingkat korelasi yang tinggi terhadap karbohidrat (r = 0,91) dibandingkan GI terhadap karbohidrat (r = 0,56).
Analisa profil psikologis menggunakan dua kuesioner. Kuesioner pertama yaitu Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) dengan 7 pertanyaan untuk menganalisa tingkat kecemasan dan 7 pertanyaan selanjutnya untuk menganalisa tingkat depresi. Rentang skor yaitu antara 0-21 dimana skor ≤ 7 responden dinyatakan normal, dan skor ≥ 8 responden dinyatakan memiliki gejala kecemasan atau depresi. Kuesioner kedua yaitu General Health Questionnaire-12 untuk menganalisa tingkat tekanan psikologis. Skor maksimum kuesioner ini adalah 12 dimana responden dengan skor ≥ 4 dianggap memiliki tingkat stres psikologis.
b.    Jurnal Pengaruh Diet Tinggi GI Terhadap Faktor Resiko Depresi
Penelitian longitudinal ini dilakukan pada tahun 1994-1998. Jumlah responden yang berpartisipasi hingga akhir penelitian ini sebanyak 69.954 orang yang seluruhnya merupakan wanita menopause. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pangan tinggi GI dan GL terhadap prevalensi depresi pada wanita menopause dalam jangka waktu tertentu.
Pada tahap pertama untuk memastikan dietary variables, digunakan kuesioner 145-item Food Frequency Questionnaire (FFQ). Pada penelitian ini GL berdasarkan pada jumlah karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Selanjutnya, gejala depresi responden diukur menggunakan kuesioner Burnam 8-item Scale of Depressive Disorder. Burnam Scale terdiri dari 2 pertanyaan Diagnostic Interview Schedule dan 6 pertanyaan dari Center of Epidemiologic Studies-Depression Scale. Semakin tinggi skor responden maka tingkat depresinya semakin tinggi.

3.   Hasil dan Pembahasan
Konsumsi produk tinggi GI meningkatkan resiko depresi dan kecemasan. Sedangkan konsumsi produk tinggi GL menurunkan resiko gangguan mental, depresi, dan tekanan psikologis. Interaksi antara GI dan jenis kelamin berpengaruh signifikan terhadap depresi dimana konsumsi produk tinggi GI pada responden wanita meningkatkan depresi secara signifikan dibandingkan konsumsi produk tinggi GI pada responden pria.
Dibandingkan GI, GL sangat berkorelasi terhadap karbohidrat. GL diketahui sebagai penentu sekresi insulin. Semakin tinggi insulin yang disekresikan maka sintesis serotonin semakin meningkat. Mekanismenya yaitu ketika insulin diproduksi maka rasio asam amino triptofan (prekursor sintesis serotonin) dibanding asam amino lain di dalam plasma meningkat. Hal ini menyebabkan triptofan dapat masuk ke sistem transportasi dan melintasi pembatas darah di otak, kemudian berkontribusi pada sintesis serotonin. Hal ini berdampak terhadap rendahnya tingkat depresi. Namun, diet tinggi GL dalam jangka waktu lama meningkatkan potensi diabetes akibat hiperinsulinemia, yang juga berasosiasi dengan peningkatan resiko depresi dan kecemasan.
Asosiasi peningkatan GL dengan peningkatan serotonin di otak ini hanya dapat terjadi jika makanan yang dikonsumsi selutuhnya karbohidrat dan tidak ada protein yang tersisa di dalam usus. Jika makanan mengandung protein meskipun hanya 2,5% maka peningkatan triptofan terhambat. Pada konsentrasi protein 5%, konsentrasi triptofan tidak akan bertambah. Makanan manis seperti  es krim, susu cokelat, yoghurt manis, kue berbasis telur mengandung banyak protein untuk menghambat peningkatan triptofan. Karena itu pendapat tentang konsumsi makanan manis dapat menurunkan stres dan depresi hanya sugesti responden.
Penambahan gula dan pemanis berkalori yang tidak secara alami terdapat pada makanan (tinggi GI) berkorelasi positif terhadap resiko depresi. Sedangkan konsumsi laktosa, gula rendah GI berkorelasi negatif terhadap depresi. Konsumsi makanan tinggi gula (tinggi GI) menyebabkan resiko inflamasi, penyakit kardiovaskuler, dan resistensi insulin yang berasosiasi dengan defisiensi neurokognitif dimana gejalanya mirip dengan gejala penderita depresi.
Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara diet pati dan resiko depresi. Pati adalah karbohidrat kompleks. Pati dalam bentuk roti putih atau kentang rebus termasuk pangan tinggi GI. Sedangkan pati dalam bentuk biji-bijian, kacang-kacangan, ubi-ubian, gandum utuh termasuk pangan rendah GI karena kandungan seratnya yang tinggi. Makanan tinggi serat seperti sayuran dan buah memperlambat metabolisme karbohidrat dan menurunkan GI dan menurunkan resiko depresi.
Dari kedua jurnal ini dapat disimpulkan bahwa konsumsi makanan tinggi GI dan GL berasosiasi dengan gangguan mental khususnya depresi. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh diet rendah GI sebagai upaya pencegahan terhadap gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan tekanan psikologis. Selain itu perlu dilakukan uji klinis untuk mengkonfirmasi temuan dari kedua jurnal ini yang keseluruhan datanya diperoleh melalui kuesioner.

4.   Keunggulan Jurnal
Keunggulan kedua jurnal pada makalah ini dipaparkan sebagai berikut:
a.    Jurnal Hubungan GI, GL, dan Gangguan Mental Umum
·         Responden pada penelitian ini jumlahnya besar (n = 3.363) karena itu tingkat akurasi cukup tinggi
·         Responden terdiri dari pria dan wanita sehingga dapat dianalisa korelasi antara GI dan jenis kelamin terhadap resiko depresi
b.    Jurnal Pengaruh Diet Tinggi GI Terhadap Faktor Resiko Depresi
·         Responden pada penelitian ini jumlahnya sangat besar yaitu 87.618 responden di awal penelitian dan setelah follow-up selama 3 tahun jumlah responden akhir yang dimasukkan dalam penelitian ini yaitu 69.954 responden
·         Seluruh responden pada penelitian ini yaitu wanita menopouse dari beberapa ras, karena itu penelitian ini memiliki tingkat akurasi yang baik

5.   Kelemahan Jurnal dan Saran
Jurnal yang dibahas pada makalah ini selain memiliki kelebihan juga memiliki kekurangan. Tabel berikut menunjukkan kelemahan dari kedua jurnal tersebut dan saran perbaikan dengan rincian sebagai berikut:
No
Kelemahan
Saran
Jurnal Hubungan GI, GL, dan Gangguan Mental Umum
1
Pengaruh berbagai macam makanan terhadap tingkat gangguan mental sulit diidentifikasi
Perlu penelitian longitudinal dengan populasi berbeda
2
Hasil uji kuesioner bias (tidak relevan antar satu data dengan data lainnya) dan beberapa ada yang tidak sesuai dengan literatur
Karena pada penelitian ini responden diminta mengisi kuesioner dalam dua tahap berbeda, konsistensi dan akurasi antar kuesioner perlu ditingkatkan
3
subjektivitas selama pengisian kuesioner yang bersifat self-administered
Perlu uji klinis untuk meningkatkan objektivitas
4
Pengaruh diet tinggi GI dan GL terhadap kecemasan dan tekanan psikologis tidak dibahas mendetail
Penelitian sebaiknya dibatasi pada pengaruh diet tinggi GI dan GL terhadap resiko depresi saja
5
Responden hanya staf IUMS, tidak mewakili pengaruh diet tinggi GI dan GL terhadap Iranian (orang-orang Iran dalam lingkup luas)
Responden penelitian sebaiknya orang iran (Iranian) yang dipilih secara acak dari berbagai latar belakang berbeda untuk meningkatkan akurasi data yang diperoleh
Jurnal Pengaruh Diet Tinggi GI Terhadap Faktor Resiko Depresi
1
Tidak dianalisa pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi responden selama penelitian
Responden yang mengkonsumsi obat-obatan dimasukkan responden dengan kriteria ekslusi, karena pengaruh obat dapat membiaskan hasil penelitian
2
subjektivitas selama pengisian kuesioner yang bersifat self-administered
Perlu uji klinis untuk meningkatkan objektivitas


Referensi
Jurnal utama:
Gangwisch, J. E., L. Hale, L. Garcia, D. Malaspina, M. G. Opler, M. E. Payne, R. C. Rossom, D. Lane. (2015). High Glycemic Index Diet As A Risk Factor for Depression: Analyses From The Women’s Health Initiative. Am J Clin Nutr 2015; 102:454–63. doi: 10.3945/ajcn.114.103846.
Haghighatdoost, F., L. Azadbakht, A. H. Keshteli, C. Feinle-Bisset, H. Daghaghzadeh, H. Afshar, A. Feizi, A. Esmaillzadeh, and P. Adibi. (2016). Glycemic Index, Glycemic Load, and Common Psychological Disorders. Am J Clin Nutr 2016; 103:201–9. doi: 10.3945/ajcn.114.105445.

Jurnal pendukung:
Jacka FN, Mykletun A, Berk M, Bjelland I, Tell GS. (2011). The association between habitual diet quality and the common mental disorders in community-dwelling adults: the Hordaland Health study. Psychosom Med 2011;73:483–90.
Konttinen H, Mannisto S, Sarlio-Lahteenkorva S, Silventoinen K, Haukkala A. (2010). Emotional eating, depressive symptoms and self-reported food consumption. A population-based study. Appetite 2010;54:473–9
Louie JCY, Markovic TP, Ross GP, Foote D, Brand-Miller JC. (2013). Higher glycemic load diet is associated with poorer nutrient intake in women with gestational diabetes mellitus. Nutr Res 2013;33:259–65.
Mojtabai R. (2011). National trends in mental health disability, 1997–2009. Am J Public Health. 101: 2156–63.
Murray CJ, Lopez AD. (1996), Evidence-based health policy—lessons from the Global Burden of Disease Study. Science, 274:740–3.
Olesen J, Gustavsson A, Svensson M, Wittchen HU, Jonsson B. (2012). The economic cost of brain disorders in Europe. Eur J Neurol 19:155–62.
Sánchez-Villegas A, Toledo E, de Irala J, Ruiz-Canela M, PlaVidal J, Martinez-Gonzalez MA. (2012). Fast-food and commercial baked goods consumption and the risk of depression. Public Health Nutr ; 15:424–32.
Yano JM, Yu K, Donaldson GP, Shastri GG, Ann P, Ma L, Nagler CR, Ismagilov RF, Mazmanian SK, Hsiao EY. (2015). Indigenous bacteria from the gut microbiota regulate host serotonin biosynthesis. Cell 2015;161:264–76.
Zazpe I, Sánchez-Taínta A, Santiago S, de la Fuente-Arrillaga C, BesRastrollo M, Martínez JA, Martínez-González MA. (2014). Association between dietary carbohydrate intake quality and micronutrient intake adequacy in a Mediterranean cohort: the SUN (Seguimiento Universidad de Navarra) Project. Br J Nutr 2014;111:1–10

No comments:

Post a Comment

CATATAN BIOAKTIF DAN SINDROM METABOLIK

SINDROM METABOLIK 1.        Obesitas menyebabkan inflamasi, hipertensi, resistensi insulin . Kemudian menyebabkan DM 2, penyakit kardi...