Friday, August 3, 2018

FLUIDIZED BED DRYING


1.    Definisi dan Fungsi
            Fluidized Bed Drying adalah proses pengeringan dengan memanfaatkan aliran udara panas (konveksi) dengan kecepatan tertentu yang dilewatkan menembus bahan sehingga bahan tersebut memiliki sifat seperti fluida (terfluidisasi) (Rahmawati dkk, 2010). Fluidisasi merupakan suatu proses dimana tumpukan partikel padat yang diletakkan diatas grid atau plat berluang mulai terangkat ke atas karena adanya aliran gas atau fluida yang dihembuskan dari bawahnya (Arifianto dan Indarto, 2006).
            Pada Fluidized Bed Drying dikenal fluidisasi minimum dan fluidisasi maksimum. Fluidisasi minimum atau incipient fluidization merupakan suatu keadaan saat aliran udara mampu menghasilkan gaya hambat (drag force) pada partikel yang sama dengan berat partikel, sehingga partikel mulai terangkat dan mengalami ekspansi (Arifianto dan Indarto, 2006). Kecepatan minimum fluidisasi adalah tingkat kecepatan aliran udara terendah dimana bahan yang dikeringkan masih dapat terfluidisasi dengan baik, sedangkan kecepatan udara maksimum adalah tingkat kecepatan tertinggi dimana pada tingkat kecepatan ini bahan terhembus ke luar ruang pengering (Rordprapat et al., 2005).

Gambar 1. Proses Pengeringan Bahan (Petkus, 2015)

            Proses pengeringan pada Fluidized Bed Drying dipercepat dengan cara meningkatkan kecepatan aliran udara panas (Astuti, 2007). Metode pengeringan fluidisasi digunakan untuk mempercepat proses pengeringan karena adanya peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi dan peningkatan laju difusi uap air (Rordprapat et al., 2005).  Selain itu juga dapat mempertahankan mutu bahan kering dan mencegah  terjadinya case hardening (Dwiari, 2008). Karena pengeringan yang cepat, metode ini dianggap sebagai metode pengeringan ekonomis dibandingkan dengan teknik pengeringan lainnya (Borgolte and Simon, 1981; Giner and Calvelo, 1987).
            Pengeringan ini banyak digunakan untuk pengeringan bahan berbentuk partikel atau butiran, baik untuk industri kimia, pangan, keramik, farmasi, pertanian, polimer dan limbah (Soponronnarit, 2003). Bahan yang dikeringkan terutama bahan pangan berbentuk butiran dengan kadar air tinggi yang membutuhkan waktu pengeringan singkat dan sensitif terhadap suhu tinggi (Kunii dan Levenspiel, 1977). Fluidized bed dryer merupakan salah satu jenis pengering yang umum digunakan untuk bahan berbentuk partikel atau butiran karena kemampuannya untuk transfer massa dan panas yang tinggi (Jangam dan Mujumdar, 2010).
           
2.    Mekanisme Kerja
            Bahan yang akan dikeringkan dimasukkan secara konstan dan kontinyu kedalam ruang pengering, kemudian bahan didorong oleh udara panas yang terkontrol dengan volume dan tekanan tertentu. Bahan yang telah kering (karena bobotnya sudah lebih ringan) akan keluar dari ruang pengeringan menuju siklon untuk ditangkap dan dipisahkan dari udara, namun bagi bahan yang halus akan ditangkap oleh pulse jet bag filter (Murthy and Joshi, 2007).

Gambar 2. Konsep fluidized bed drying (Murthy and Joshi, 2007)

            Pada fluidized bed drying, proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode laju pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun (Rordprapat et al., 2005). Periode laju pengeringan tetap akan terjadi pada sejumlah massa bahan yang mengandung banyak air sehingga membentuk lapisan air yang selanjutnya akan mengering dari permukaannya. Laju pengeringan tetap akan berhenti pada saat air bebas di permukaan habis dan laju pengurangan kadar air akan berkurang secara progresif. Kadar air pada saat laju pengeringan tetap berhenti disebut kadar air kritis (Soponronnarit, 2003).
            Pada periode laju pengeringan menurun, air yang diuapkan dari permukaan bahan lebih besar daripada perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan bahan. Proses pengeringan pada laju pengeringan menurun terjadi dua proses yaitu pergerakan kadar air dari dalam bahan ke permukaan bahan secara difusi dan perpindahan kadar air dari permukaan bahan ke udara bebas (Astuti, 2007). Pola penurunan kadar air selama pengeringan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva Pengeringan yang Menyatakan Hubungan antara Kadar Air Bahan dengan Lama Waktu Pengeringan (Srinivasakannan, 2008)

a.    Tahap A – B, tahap ini merupakan periode pemanasan (warming up period), terjadi selama kondisi permukaan bahan menuju keseimbangan dengan udara pengering. Pada periode ini tidak banyak terjadi perubahan kadar air dari bahan yang akan dikeringkan.
b.    Tahap B – C, tahap ini dikenal sebagai periode laju pengeringan tetap (constant rate period). Selama periode ini permukaan bahan tetap jenuh dengan air karena pergerakan air dalam bahan menuju permukaan seimbang dengan penguapan air dari permukaan bahan.
c.     Titik C adalah titik kadar air kritis (critical moisture content). Titik kadar air terendah dimana laju pergerakan air bebas dari dalam bahan ke permukaan bahan sama dengan laju penguapan air maksimum dari permukaan bahan.
d.    Tahap C – E, tahap ini dikenal sebagai periode laju pengeringan menurun (falling rate period), periode ini terdiri dari dua bagian yaitu periode laju pengeringan menurun pertama (first falling rate period) dan periode laju pengeringan menurun kedua (second falling rate period). Di dalam periode laju pengeringan menurun terdapat dua proses yaitu pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan bahan dan penguapan air dari permukaan bahan. Untuk menentukan laju pengeringan menggunakan persamaan berikut :
Dimana: 

      Ls = Berat bahan kering (gram)
      A = Luas permukaan (cm2)
      x = Moisture content dry basis
      θ = Waktu pengeringan

3.    Jenis Fluidized Bed Dryer
Metode pengeringan fluidized bed drying dapat dilakukan secara batch maupun kontinyu (Shilton dan Niranjan, 1993). Fluidized Bed Dryer terbagi menjadi dua jenis (Kumar and Belorkar, 2015), yaitu:
a.    Static Fluidized Bed Dryer karena pengering tetap statis selama operasi. Static Fluidized Bed Dryer dapat bekerja secara batch maupun kontinyu.
b.    Vibrating Fluidized Bed Dryer dimana ruang pengeringan berosilasi, membantu pergerakan material melalui unit. Vibrating Fluidized Bed Dryer secara luas digunakan dalam pengeringan padatan karena tingginya efisiensi pindah panas. Vibrating Fluidized Bed Dryer adalah Fluidized Bed Dryer konvensional yang dimodifikasi sehingga terjadi getaran pada bedengan partikel (Gawrzynski dan Glaser, 1996).

4.    Gambar dan Komponen

Gambar 4. Bagian-bagian mesin Fluidized Bed Dryer (Petkus, 2015)

Berikut ini adalah bagian-bagian dari mesin Fluidized Bed Dryer (Petkus, 2015):
a.    Kipas (Blower)
            Kipas (Blower) berfungsi untuk menghasilkan aliran udara, yang akan digunakan pada proses fluidisasi. Kipas juga berfungsi sebagai penghembus udara panas ke dalam ruang pengering juga untuk mengangkat bahan agar proses fluidisasi terjadi.
b.    Elemen Pemanas (heater)
            Elemen Pemanas (heater) berfungsi untuk memanaskan udara sehingga kelembaban relatif udara pengering turun, dimana kalor yang dihasilkan dibawa oleh aliran udara yang melewati elemen pemanas sehingga proses penguapan air dari dalam bahan dapat berlangsung.
c.     Plenum
            Plenum merupakan saluran pemasukan udara panas yang dihembuskan kipas ke ruang pengeringan. Bagian saluran udara ini dapat berpengaruh terhadap kecepatan aliran udara yang dialirkan, dimana arah aliran udara tersebut dibelokkan menuju ke ruang pengering dengan bantuan sekat-sekat yang berfungsi untuk membagi rata aliran udara tersebut.
d.    Hopper
            Hopper berfungsi sebagai tempat memasukkan bahan yang akan dikeringkan ke ruang pengering.
e.    Ruang Pengering.
            Ruang pengering berfungsi sebagai tempat dimana bahan yang akan dikeringkan ditempatkan. Perpindahan kalor dan massa uap air yang paling optimal terjadi diruang ini. Menurut Gawrzynski dan Glaser (1996), tinggi tumpukan bahan yang optimal untuk pengering dengan menggunakan fluidized bed dryer adalah 2/3 dari tinggi ruang pengering.

5.    Faktor yang Mempengaruhi
          Hal-hal yang perlu diperhatikan pada Fluidized Bed Drying adalah kesesuaian yang tepat antara volume dan tekanan udara, tingkat pindah panas, waktu pengeringan, dimensi ruang bakar, serta suhu yang diaplikasikan sangat menentukan keberhasilan proses pengeringan. Sehingga perlu diketahui data pendukung untuk merancang sistem ini diantaranya kadar air input, kadar air output, densiti material, ukuran material, maksimum panas yang diizinkan, sifat fisika/kimia, kapasitas output/input dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar tidak timbul benturan/gesekan bahan/material selama pengeringan berlangsung (Srinivasakannan, 2008).
          Karakteristik bahan yang akan dikeringkan maupun yang diharapkan sangat mempengaruhi kerja Fluidized Bed Dryer. Bahan yang lengket atau berkadar air tinggi sangat beresiko dikeringkan dengan metode Fluidized Bed Drying. Karena itu perlu dilakukan pengkondisian awal yaitu mencampurkan dengan bahan/material keringnya terlebih dahulu, agar tidak menimbulkan gangguan pada unit siklon (Jangam dan Mujumdar, 2010). Selain itu jika produk akhir yang diinginkan halus dan ringan, maka diperlukan pulse jet bag filter, karena siklon penangkap produk tidak mampu menangkap produk yang terlalu ringan dan halus (Karbassi and Mehdizabeh, 2008).

6.   Aplikasi di Bidang Pangan
a.    Tepung Kecambah Kacang Hijau (Susanti, 2014)
            Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik kecambah kacang hijau hasil pengeringan menggunakan fluidized bed dryer. Tepung kecambah kacang hijau memiliki kadar air awal rata-rata 68,85-72,25 (%bb). Sedangkan kadar air yang dihasilkan setelah pengeringan pada rata-rata <10 (%bb). Kadar air ini sudah sesuai dengan standar mutu tepung kecambah kacang hijau.
b.    Kacang Polong (Kumar and Belorkar, 2015)
            Sampel kacang polong (350 g) dikeringkan dalam Fluidized Bed Dryer menggunakan variasi suhu pengeringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu udara pengeringan, volume udara, berat sampel dan proses pretreatment mempengaruhi karakteristik dan kualitas pengeringan.
c.    Mustard (Srinivasakannan, 2008)
            Pada penelitian ini mustard dikeringkan dengan Fluidized Bed Dryer sistem batch. Penelitian bertujuan untuk menilai kinetika pengeringan untuk variasi suhu udara masuk, laju aliran udara masuk dan penahan padatan. Hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan suhu dan laju alir media pemanas (udara) berbanding lurus dengan tingkat pengeringan.
d.    Kelapa Cincang Halus (Niamnuy and Sakamon, 2005)
            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh parameter operasi yaitu nilai dan pola kecepatan udara inlet dan suhu Fluidized Bed Dryer skala industri untuk mengeringkan potongan kelapa cincang halus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna dan kandungan minyak permukaan kelapa cincang halus memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan kelapa cincang halus pembanding yang diperoleh di pasaran.
e.    Buah Aonla (Murthy and Joshi, 2007)
            Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dehidrasi buah aonla. Buah aonla sangat mudah rusak, tidak bisa disimpan dalam waktu lama. Buah aonla tinggi kandungan vitamin C, yang sangat mudah menguap dan rentan terhadap panas. Pada penelitian ini buah aonla dikeringkan dengan pengeringan matahari selama 11 jam dan dibandingkan dengan Fluidized Bed Dryer yang hanya membutuhkan waktu 120 menit (2 jam). Hasilnya menunjukkan bahwa Fluidized Bed Dryer lebih mampu mempertahankan total asam askorbat buah aonla dibandingkan dengan pengeringan matahari.

7.    Keunggulan dan Kekurangan
            Keunggulan Fluidized Bed Dryer yaitu hasil yang diperoleh seragam dan halus. Fluidisasi granul yang tepat (Naveen et al., 2009). Difusi kelembaban dari inti granulasi ke permukaan dengan tepat (Naveen et al., 2009). Mampu mengeringkan hingga kadar air residu yang sangat rendah dengan tingkat efisiensi tinggi. Kapasitas kontrol termal yang sangat baik dibandingkan dengan proses pengeringan konvensional (Susanti, 2014). Laju perpindahan kalor dan laju perpindahan massa uap air antara udara pengering dan bahan sangat tinggi dibandingkan dengan metode lain (Astuti, 2007). Konsumsi energi yang rendah, drying rate yang lebih cepat (Soponronnarit, 2003). Pengoperasiannya mudah (Naveen et al., 2009). Cocok untuk skala besar (Niamnuy and Sakamon, 2005). Cocok untuk bahan makanan heat sensitive (Giner dan Calvelo, 1987).
            Kekurangan Fluidized Bed Dryer yaitu membutuhkan energi listrik yang besar. Kemungkinan terjadi fluidisasi heterogen, yaitu partikel-partikel padat tidak terpisah secara sempurna (Giner dan Calvelo, 1987). Simpangan aliran udara yang masuk cukup besar, dan bahan terlewati oleh gelembung udara, menjadikan sistem kontak/singgungan tidak efisien (Karbassi and Mehdizabeh, 2008). Perlu pretreatment khusus untuk mengolah bahan yang lengket atau berkadar air tinggi (Jangam dan Mujumdar, 2010).


DAFTAR PUSTAKA
Arifianto, B. dan Indarto. 2006. Studi Karakteristik Fluidisasi dan Aliran Dua Fase Padat-Gas (Pasir Besi-Udara) Pada Pipa Lurus Vertikel. Media Teknik No. 2 Tahun XXVIII, Edisi Meri 2006, No. ISSN.0216-3012.
Astuti. 2007. Pengeringan Padi Dalam Unggun Bergerak Dua Tahap. [Skripsi]. Institut Teknologi Bandung.
Borgolte, G. and Simon, E. J. 1981. Fluid Bed Processes In The Manufacture of Snacks Products. CED Review for Chocolate, Confectionery and Bakery. 6(2), pp. 7-8, 10.
Dwiari, S. R. 2008. Teknologi Pangan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Gawrzynski, Z. and Glaser, R. Drying in A Pulsed-Fluid Bed With Relocated Gas Stream. Drying Technology 1996, 14 (5), 1121–1172
Giner, S. A. and Calvelo, A. 1987. Modelling of Wheat Drying In Fluidized Beds. Journal of Food Science, 52(5), pp. 1358-1363
Jangam, S. V. dan A.S. Mujumdar. 2010. Classification and Selection of Dryers for Foods. In: Drying of Foods, Vegetables and Fruits. Vol 1, (Eds Jangam, S.V., Law, C.L. and Mujumdar, A.S). National University of Singapore, pp.59-82.
Karbassi, A. and Z. Mehdizabeh. 2008. Drying Rough Rice in a Fluidized Bed Dryer, J. Agric. Sci. Technol,. Vol. 10: 233-241.
Kumar, Y and S. A. Belorkar. Fluidized Bed Drying of Fruits and Vegetables: An Overview. Volume 01, No. 9, September 2015. ISSN: 2395-0900.
Kunii, D. and Levenspiel, O., 1977, Fluidization Engineering. Original Edition. Robert E. Krieger Publishing Co. New York.
Murthy Z. V. P. and Joshi D. 2007. Fluidized Bed Drying of Aonla (Emblica officinalis). Drying Technology, 25, pp. 883 – 889.
Naveen S., Ramakrishna A. and Bawa A. S. 2009. Design and Development of A Hot Air Diffuser Plate for Fluidized Bed Technology – A Mathematical Model Approach. Beverage & Food World, p 38-42
Niamnuy, C. and D. Sakamon. 2005. Drying Kinetics and Quality of Coconut Dried In a Fluidized Bed Dryer. Journal of Food Engineering, 66(2), pp. 267- 271.
Petkus. 2015. Fluidized Bed Dryer DF. PETKUS Technologie GmbH. 99848 Wutha-Farnroda. Germany.
Rahmawati, U., T. R. Renggani, dan G. O. Yudhista. 2010. Teknik Pengeringan dengan Fluidized Bed Dryer. Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED).
Rordprapat, W., A. Nathakaranakule, W. Tia dan S. Soponronnarit, S. 2005. Comparative Study of Fluidized Bed Paddy Drying Using Hot Air and Superheated Steam. Journal of Food Engineering, Vol.71, Issue 1, pp. 28-36.
Shilton, N. C. and Niranjan, K.1993. Fluidization And Its Applications to Food Processing. Food Structure, 12, pp. 199-215.
Soponronnarit, S. 2003. Fluidized Bed Grain Drying. Proceedings of the 3rd Asia Pacific Drying Conference.1-3 September 2003. Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand, pp. 55-71.
Srinivasakannan, C. 2008. Modeling Drying Kinetics of Mustard in Fluidized Bed. International Journal of Food Engineering, 4(3), Article 6.
Susanti, K. 2014. Aplikasi Metode Fluidized Bed Drying Pada Proses Produksi Tepung Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember.



No comments:

Post a Comment

CATATAN BIOAKTIF DAN SINDROM METABOLIK

SINDROM METABOLIK 1.        Obesitas menyebabkan inflamasi, hipertensi, resistensi insulin . Kemudian menyebabkan DM 2, penyakit kardi...