Friday, August 31, 2018

EPIDEMIOLOGI GIZI


PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI

1.       Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari kejadian pada suatu masyarakat
2.       Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari sebaran, besar, dan determinan masalah gizi dan penyakit yang berhubungan dengan masalah gizi (diet dan kesehatan. Hubungan pangan dan penyakit)
3.       Epidemiologi ada 2, yaitu: epidemiologi deskriptif (frekuensi dan distribusi) dan epidemiologi analitik (sebab akibat)
4.       Tujuan epidemiologi adalah menggambarkan distribusi dan ukuran masalah penyakit pada populasi manusia, dan sebagai landasan ilmiah untuk penyusunan kebijakan gizi dan peningkatan kesehatan masyarakat
5.       Ruang lingkup: determinan, penyebab, sebab-akibat, distribusi, penyebaran, frekuensi penyakit dan upaya penanganannya
6.       Batasan epidemiologi: sudut   pandang   yang   lebih   luas   mengenai bagaimana  diet  mempengaruhi   atau  memelihara    kesehatan  pada   tingkat individu  dan  populasi
7.       Segitiga epidemiologi (host, environment, agent)
8.       Zat gizi harus seimbang, jika kurang atau berlebihan akan menyebabkan kematian
9.       Pada bagan riwayat penyakit, setelah individu melewati penyakit lanjut, akan ada 5 kemungkinan. yaitu: Sehat, cacat, carrier, kronis, atau mati


INTERAKSI HOST-AGEN-LINGKUNGAN

1.       Elemen hidup (bakteri, parasit, protozoa) atau mati (toksin, kolesterol berlebih, radiasi) yang jika kontak dengan manusia pada kondisi rentan akan menyebabkan/memudahkan timbulnya penyakit
2.       Agen bisa manusia. Contohnya carrier (menderita penyakit tertentu tetapi tidak menunjukkan gejala klinis)
3.       Macam-macam carrier: Carrier in apparent Infections (terkena penyakit tertentu tetapi  tidak menunjukkan gejala klinis), Incubatory carrier (menularkan penyakit sebelum penyakit tersebu inkubasi. Contih: penderita HBV), Convalesent carier (seseorang menderita infeksi akut kemudian sehat. Setelah sehat, ia tetap bisa menularkan penyakit yang dahulu dideritanya, contohnya: obat yang tidak adekuat pada penderita salmonelosis), Chronic carrier (kasus yang berlanjut infeksius dalam jangka waktu 1 tahun. Contoh: tipus, hepatitis)
4.       Penularan dari agen ke host dapat secara langsung maupun tidak langsung melalui media. Langsung: kontak langsung dan droplet (TBC), tidak langsung/lewat media vehicle borne atau vector borne (air, biologis, mekanis, lalat, sperm)
5.       Faktor Host: umur, jenis kelamin, ras, genetik, status fisiologis, imunologis, nutrisi, status perkawinan
6.       Imunitas individu ada 4. Imunitas alamiah aktif (dari antibodi diri sendiri), imunitas alamiah pasif (bayi baru lahir menddapat imun dari ibunya), imunitas didapat aktif (vaksinasi menggunakan vaksin yang diberi virus hidup yang sudah dilemahkan), dan imunitas didapat pasif (pemberian vaksin dalam bentuk antibodi)
7.       Imunitas herd (imunitas di suatu populasi). Jika populasi tersebut memiliki imunitas herd maka penyakit tertentu susah menjangkiti populasi tersebut.
8.       Faktor lingkungan: fisik, biologis, sosial ekonomi
9.       4 macam interaksi: Interaksi Agent- Lingkungan, Interaksi Host-lingkungan, Interaksi Host-agent, Interaksi Agent-host-lingkungan
10.   Timbangan keseimbangan John Gordon (kalau salah satu komponen dalam timbangan tersebut dalam kondisi tidak seimbang maka terjadi penyakit/sakit)
11.   Menurut John Gordon, penyakit bisa terjadi karena: ada agen yang menyerang host, imunitas host tidak cukup, ada interaksi host-agen di lingkungan yang mendukung terjadinya suatu penyakit
12.   Tahap prepatogenesa (sehat), patogenesa (sakit). Timbangan Gordon bersifat dinamis tergantung penyebabnya

Thursday, August 23, 2018

Q and A Food Consmption

KONSUMSI PANGAN DI BERBAGAI NEGARA


1.       Perbandingan belanja pangan antara negara maju dan negara berkembang
2.       Di negara maju: jumlah banyak, variasi banyak, dominasi pangan olahan, tinggi protein hewani, tinggi lemak
3.       Di negara berkembang: jumlah sedikit, variasi sedikit, dominasi pangan segar (raw), rendah protein hewani, rendah lemak
4.       Faktor penentu pola konsumsi: statis (letak geografis), dinamis (industrialisasi, pendapatan, pendidikan dan budaya). Yang dinamis berhubungan dengan gaya hidup
5.       Pola konsumsi di indonesia belum merata. Khususnya di asia timur. Asia timur masih banyak yang rawan pangan. Produktivitas menurun seiring tumbuhnya jumlah penduduk yang pesat
6.       Indonesia adalah negara kedua konsumsi mie terbanyak di dunia. hal ini karena sumber energi utama indonesia adalah karbohidrat (61%)
7.       Pada pola pangan harapan, konsumsi tertinggi adalah buah dan sayur (30%), sereal (25%), protein hewani (24%)
8.       Pola konsumsi ideal indonesia dulu yaitu: 4 sehat 5 sempurna. Sekarang yaitu 4 prinsip (makanan beraneka ragam, pola hidup bersih, pola hidup aktif dan olahraga, pantau berat badan)
9.       Malaysia dan indonesia adalah negara dengan konsumsi perkapita terbesarnya adalah karbohidrat
10.   Australia: konsumsi terbesarnya adalah buah dan sayur
11.   Mediterania: konsumsi terbesarnya adalah buah dan sayur, olive oil, grain
12.   Berdasarkan penularannya, penyakit terbagi menjadi 2: communicable disease/ penyakit menular. penyakit ini umumnya disebabkan oleh sanitasi dan higieni yang rendah. sedangkan non communicable disease (NCD)/penyakit tidak menular salah satunya dipengaruhi oleh gaya hidup yang overweight/obesitas
13.   Dibandingkan communicable disease (34%), non communicable disease prevalensinya lebih tinggi (52%) di berbagai negara di seluruh dunia. Namun pada negara berkembang/ kelompok ekonomi menengah kebawah, prevalensi kematiannya lebih tinggi daripada di negara maju/kelompok ekonomi menengah keatas. Hal ini karena negara maju memiliki berbagai fasilitas untuk deteksi dini penyakit dan memberikan perawatan memadai untuk mencegah kematian akibat penyakit tersebut
14.  Empat penyakit NCD utama penyebab kematian adalah penyakit kardiovaskuler (CVD) > kanker > respiratory disease > diabetes
15.   Untuk mencegah NCD, perlu dilakukan intervensi fiskal. Salah satunya dengan menaikkan cukai rokok dan minuman beralkohol
16.   Penyebab NCD adalah obesitas. Prevalensi obesitas pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di berbagai negara. Penyebab utamanya adalah karena ketidakcukupan aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan merokok

Wednesday, August 22, 2018

Q and A FUNCTIONAL FOOD REGULATION


REGULASI PANGAN FUNGSIONAL

1.       Pangan fungsional (pangfus) harus diregulasi secara pre-market (oleh BPOM) dan post-market (inspeksi mendadak)
2.       Klaim adalah uraian yang secara tidak langsung menyarankan tentang karakteristik produk berkenaan dengan asal usul, kandungan, khasiat,  komposisi, dan faktor mutu produk
3.       Tujuan klaim: perlindungan konsumen, fasilitasi perdagangan, inovasi produk, inovasi marketing (klaim harus sesuai undang-undang agar tidak mengecoh/menyesatkan konsumen saat membeli produk)
4.       Materi yang diatur: kandungan, peruntukan/penggunaan, label/iklan, jenis, jumlah komponen bioaktif pada pangfus
5.       Iklan pangan dan label yang beredar harus sesuai dengan klaim saat pendaftaran. Pencantuman klaim harus berdasarkan kajian ilmiah/pengujian di laboratorium baik secara pre-klinis maupun klinis. Pangan berklaim baru bisa di-iklankan jika sudah disetujui BPOM.
6.       Hal yg harus dihindari saat membuat klaim, yaitu: misleading, klaim yang menimbulkan ketakutan pada konsumen, menyebabkan konsumen over konsumsi, dan lain-lain
7.       Klaim pangfus tidak boleh: dapat mengobati atau mencegah penyakit tapi klaim di kemasannya yaitu "penurunan resiko (pencegah adalah peran suplemen dan pengobatan peran obat), dapat memenuhi kebutuhan semua nutrisi." klaim kesehatan ini didasarkan pada diet total
8.       Tim mitra bestari adalah pakar yang ditunjuk untuk mengkaji keamanan pangan bersama BPOM
9.       Label pangan bertujuan agar konsumen mendapat informasi yang tidak menyesatkan, serta terbentuk perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab
10.   Label produk pangan harus menggunakan bahasa negara produk tersebut diedarkan
11.   Bagaimana dengan regulasi FOSHU di jepang? Produk yang telah memenuhi standar FOSHU akan diberikan label FOSHU dan dipasarkan sebagai pangan fungsional
12.   FOSHU sebagai pangfus harus memenuhi syarat bahwa FOSHU harus dikonsumsi sebagai diet sehari-hari, bukan dikonsumsi pada saat-saat tertentu saja. karena jika dikonsumsi di saat-saat tertentu (contoh: ketika sedang sakit) perannya berubah menjadi suplemen atau obat
13.   Pangan fungsional (special nutritional food) di jepang ada 2 macam. Pangan yang diperkaya (makanan yang ditambahkan nutrien, vitamin/mineral) dan makanan dengan penambahan nutrisi tertentu yang spesifik (susu formula bayi, susu formula ibu hamil, makanan untuk pasien diabetes/obesitas baik single maupun combined nutrient)
14.   Dua produk FOSHU yang terkenal di Jepang, yaitu: Amile S (mengandung peptida laktotripeptida) dan Peptio (Dodekapeptida) untuk bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah
15.   Di Cina, pangfus dikenal dengan nama “makanan kesehatan” yang diatur oleh FHL dan terbagi menjadi 3 kategori yaitu 1) Fortified foods, (2) Special Nutrition Foods, dan (3) Foods for Special Health Use
6. Regulasi pangfus di setiap negara berbeda-beda. karena itu dalam memasarkan produk pangfus ke berbagai negara yang berbeda, perlu mengetahui peraturan di negara tersebut agar produk pangfus yang akan dipasarkan ke konsumen dapat lolos seleksi sebagai pangfus tersertifikasi

Sunday, August 19, 2018

Q and A Functional Food

Pangan Fungsional (Pangfus)
1.       Saat ini orang mengonsumsi pangan modern (tinggi produk hewani/kaya protein hewani). Padahal seharusnya mulai beralih ke produk dari tanaman yaitu pangan fungsional
2.       Pangan fungsional adalah pangan yang dapat membantu fungsi metabolisme tubuh (memiliki efek  fisiologis tertentu) sehingga dapat meningkatkan kesehatan atau bermanfaat bagi kesehatan. Pangfus harus dapat dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman dan memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan citarasa yang dpt diterima konsumen. jadi bukan berbentuk kapsul, puyer, atau tablet (menurut BPOM)
3.       Pangfus bisa meningkatkan kesehatan dibandingkan produk sejenisnya. Misalnya, biskuit pangfus dapat meningkatkan kesehatan dibanding biskuit non pangfus karena ada kandungan tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan
4.       Nutraceutical (suplemen) adalah suplemen pangan yang mengandung fitokimia (bahan bioaktif) yang dapat meningkatkan kesehatan atau pencegahan penyakit. Nutraceutical bukan mengobati, karena mengobati adalah efek obat bukan efek dari pangfus maupun suplemen
5.       Bahan fungsional ada 2, yaitu: Zat gizi (protein, karbohidrat, vitamin, lemak) dan non zat gizi (fitokimia). Bahan fungsional adalah bahan pangan yang bisa memberikan efek kesehatan disamping zat gizi yang dikandungnya (manfaat umumnya), serta terbukti tidak berbahaya. Contoh: madu. Fungsi umum: pemanis. Fungsi fungsional: antioksidan. toksisitas: aman/tidak berbahaya
6.       Senyawa fungsional dalam pangan: fenol/polifenol, serat, gula alkohol, asam lemak tidak jenuh, fitosterol, prebiotik, probiotik
7.       Pangfus di jepang dikenal dengan FOSHU
8.       Berdasarkan konsep FOSHU, pangfus harus dikonsumsi dalam bentuk makanan (non tablet/kapsul), aman dikonsumsi sehari-hari sebagai diet, tidak menurunkan nilai gizi kandungannya awalnya
9.       Tujuan konsumsi pangfus: pencegah penyakit, meningkatkan sistem imun, regulasi ritme fisik tubuh, recovery setelah sakit
10.   Kenapa mulai dikembangkan penelitian tentang pangfus? Karena biaya perawatan orang sakit mahal sehingga mencegah penyakit lebih baik daripada mengobati penyakit, banyak lansia, banyak yang mulai sadar pentingnya kesehatan, ada berbagai hasil penelitian epidemiologi bahwa diet berhubungan dengan penyakit, peluang produk komersil bagi industri (pasarnya lebih besar daripada obat yang cuma dikonsumsi oleh orang yang sudah sakit. sementara pangan fungsional boleh dikonsumsi orang sehat, orang beresiko, maupun penderita)
11.   Pangfus memiliki nilai penting 7.1 dari 10
12.   Pangfus yang berperan sebagai antioksidan: brokoli, tomat, lemon
13.   Pangfus yang berperan sebagai pereduksi resiko CVD: brokoli, lemon
14.   Pangfus yang berperan sebagai penjaga sistem imun: wortel, bawang bombay
15.   Pangfus yang berperan meningkatkan kesehatan jantung: teh, salmon, tuna
16.    Pangfus yang berperan mengurangi gangguan saat menopause: protein kedelai
17.    Pangfus yang berperan menjaga kesehatan kemih: bluberi, cranberi
18.    Pangfus yang berperan menurunkan tekanan darah: protein kedelai, susu
19.    Pangfus yang berperan meningkatkan kesehatan pencernaan: madu
20.    Pangfus yang berperan sebagai antibakteri: madu, bawang putih
21.    Pangfus yang berperan menjaga kesehatan tulang: susu, keju

Thursday, August 16, 2018

Q and A Sugar and Polysaccharide


1.       Gula (sakarida) terbagi 4 yaitu monosakarida (C5 pentosa dan C6 heksosa), disakarida (sukrosa, maltosa), oligosakarida (rafinosa), polisakarida (pati, selulosa, hemiselulosa, kitin)
2.       Karbohidrat berperan sebagai sumber energi (glukosa dan glikogen), pembentuk dinding sel tanaman (selulosa, hemiselulosa), ekoskeleton insekta (kitin)
3.       Aldosa tersusun dari 3C (contoh: gliseraldehid), ketosa tersusun dari 3C (contoh: dihidroksi aseton)
4.       Biji-bijian mengandung banyak oligosakarida (rafinose, stachyose) yg sangat sulit dicerna di usus halus karena itu langsung masuk ke usus besar. Di usus besar, oligosakarida ini digunakan oleh mikroflora usus
5.       Frukto oligosakarida adalah gula turunan buah yang mendorong pertumbuhan bifidobakteria di usus. Bifidobacteria ini akan memproduksi antibiotik alami untuk melawan E.coli dan streptococcus. Semakin tua seseorang, bifidobacteria semakin berkurang sehingga mudah terserang oleh E.coli dan streptococcus
6.       Oligosakarida ini digunakan sebagai pangan fungsional karena: menghasilkan energi sangat rendah/tidak bisa dicerna usus (sorbitol, manitol, raffinose), digunakan oleh mikroflora usus (raffinose, stakiosa), dan tidak menstimulasi sekresi insulin (sorbitol, erythriol), mencegah karies gigi (maltitol, sorbitol), diet rendah kalori karena dapat dicerna tapi tidak diserap (erythriol), mencegah obesitas karena mencegah sintesa asam lemak (xylitol)
7.       Oligosakarida (neosugar, dll) tidak ada yang dapat dicerna usus, kecuali palatinosa dan coupling sugar
8.       Urutan oligosakarida menjadi energi: ligosakarida (raffinose, maltitol, neosugar) > usus halus > tidak tercerna > usus besar > digunakan bakteri (BAL, bifidobacteria) > dihasilkan SCFA (asam Asetat, propionat, butirat) > energi (50% energi sukrosa)
9.       Gula yang tidak menyebabkan sekresi insulin ini jika dikonsumsi terlalu banyak dapat menyebabkan diare karena gas hasil fermentasi menyebabkan flatulensi dan adanya perubahan osmotik cairan usus
10.   Jika seseorang mengonsumsi sukrosa, sukrosa (gula) yang tersisa di mulut akan diubah oleh S. mutan jadi asam laktat sehingga pH mulut rendah (<5,5) dan terjadi karies gigi (Ca lepas dan enamel rusak/demineralisasi). Saat karies gigi bakteri masuk ke pulpa dentis sehingga terjadi abses dan infeksi akar gigi. S. mutan tidak dapat menggunakan coupling sugar dan palatinosa, sehingga tidak terbentuk asam laktat dan pH mulut tidak turun. Monooligosakarida rendah energi lain seperti manitol dan sorbitol lebih aman untuk gigi
11.   Gula alkohol (poliol) secara alami ada di buah dan sayur dalam bentuk monosakarida (manitol, sorbitol, xylitol) dan disakarida (maltitol, palatinit)
12.   Manitol banyak digunakan di permen karet. Xylitol diproduksi dari bagasse tebu. Sorbitol dan xylitol digunakan sebagai cairan infus parenteral
13.   Erythriol tidak menaikkan kadar gula darah. Tingkat kemanisannya hanya 70% dibanding gula biasa
14.   Gula alkohol masih terasa manis. Yang paling manis adalah erythriol dan xylitol, sedangkan galaktitol dan laktitol  memiliki tingkat kemanisan terendah

Q and A Antioxidant


1.       Antioksidan berperan menghambat atau mencegah oksidasi oleh radikal bebas. Antioksidan baik untuk mempertahankan mutu pangan
2.       Radikal bebas adalah atom yang reaktif karena kehilangan satu molekul elektron > mengambil elektron dari atom lain > reaksi berantai > jaringan tubuh rusak > sakit
3.       Radikal bebas merupakan proses normal. Namun jika radikal bebas bertemu dengan asam lemak tak jenuh (punya ikatan rangkap), ia akan mengoksidasi lemak tersebut sehingga terjadi kerusakan sel (kerusakan DNA, sel, lipid peroksidasi, autoimun)
4.       Antioksidan ada 2: Alami dan sintetik. Alami (golongan flavonoid, tanin, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, asam organik) dan sintetik atau buatan (BHA, BHT, TBHQ, tokoferol)
5.       TBHQ (utk minyak/lemak nabati), BHA (larut lemak, tidak larut air), BHT (sinergis jika digunakan dg BHA), tokoferol (larut lipid)
6.        Antioksidan tidak boleh berasa dan berbau. Kekurangan antioksidan: tidak bisa memperbaiki lipid yag sudah tengik, tidak bisa memperbaiki kerusakan karena mikroba atau hidrolisis, tidak bisa memperbaiki flavour lipid
7.       Autooksidasi 3 tahap: inisiasi > propagasi > terminasi
8.       Antioksidan tubuh ada 3, yaitu: Antioksidan primer (mencegah terbentuknya radikal bebas. Co/ enzim SOD, Selenium), antioksidan sekunder (mencegah terjadinya reaksi berantai. Co/ vit E, vit c, beta karoten), antioksidan tersier (memperbaiki kerusakan sel akibat radikal bebas. Rx ini mencegah terjadinya kanjer. Co/metionin sulfoksi dan reduktase)
9.       Mekanisme antioksidan ada 2. Fungsi primer yaitu memberikan 1 atom H ke radikal bebas agar stabil. Fungsi sekunder yaitu memperlambat autooksidasi dg cara pembentukan kompleks antara lipid n antioksidan
10.   Antioksidan dapat berperan sebagai prooksidan dalam konsentrasi tinggi
11.    Antioksidan sekunder + antioksidan primer > sinergis. Efektifitas antioksidan primer meningkat
12.   Jika antioksidan diberikan se-awal mungkin, ia lebih efektif bekerja dibandingkan diberikan setelah oksidasi lipid berlangsung
13.   Berdasarkan asal terbentuknya, antioksidan ada 2, yaitu: Intraseluler (dari dalam sel), dan ekstraseluler (dari luar sel termasuk makanan)
14.   Stres oksidatif adl kondisi ketidakseimbangan radikal bebas dan senyawa prooksidan di dalam tubuh > aktivitas radikal bebas > spesies oksigen reaktif (SOR) > kerusakan sel dan genetik > penyakit degeneratif dan penuaan
15.   Stres oksidatif dipercepat oleh makanan rendah gizi, adanya xenobiotik dari makanan n lingkungan berpolusi
16.   Produk antioksidan di pasaran berasal dari bahan baku kaya antioksidan atau fortifikasi antioksidan
17.   Penyakit gastro-enterologi pada pasien kholestatik meningkatkan MDA eritrosit > perlu vit E dosis tinggi
18.   Maag karena radikal bebas dengan defisiensi antioksidan
19.   Antioksidan melindungi LDL dan VLDL dari oksidasi. Karena kalau sampai teroksidasi akan menjadi aterosklerosis > awal mula CVD
20.   Tumor atau kanker karena kerusakan DNA pengkode. Antioksidan bekerja dengan cara mencegah SOR dan mencegah proliferasi sel kanker

Wednesday, August 15, 2018

PAPER ASAM LINOLEAT TERKONJUGASI (CONJUGATED LINOLEIC ACID)


TUGAS PAPER MATA KULIAH PENGEMBANGAN SUPLEMEN DAN PANGAN FUNGSIONAL
MATERI: ASAM LINOLEAT TERKONJUGASI (CONJUGATED LINOLEIC ACID)

1.    Struktur Kimia dan Karakteristik/Sifat

Asam linoleat terkonjugasi (Conjugated Linoleic Acid = CLA) merupakan polyunsaturated fatty acid yang diproduksi bakteri rumen dari omega-6/asam linoleat (LA) (Mawarni 2006). CLA termasuk kelompok isomer dari asam linoleat (C18:2) yang dicirikan adanya ikatan rangkap yang berdampingan (Bhattacharya et al., 2006). CLA tersusun dari dua ikatan rangkap terkonjugasi pada [9,11], [10,12], [8,10], [7,9], dan [11,13] (Park, 2009). Ikatan rangkap CLA tersebut dalam bentuk cis (c-) maupun trans (t-), seperti cis-trans, trans-cis, cis-cis atau trans-trans (Silva et al., 2014; Jensen, 2002). Namun ikatan rangkap yang salah satunya trans merupakan yang memiliki sifat bioaktif (Jensen, 2002). Struktur asam linoleat (LA) dan CLA dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:



Gambar 1. LA (C18:2, c-9, c-12), CLA c-9, t-11, dan CLA t-10, c-12 (Khanal and Dhiman, 2004)

Isomer terbesar pada CLA adalah dalam bentuk c-9, t-11 yaitu sebanyak 73-94% (Chin et al., 1992; Chin et al., 1993). Sedangkan bentuk isomer t-10, c-12 hanya tersedia dalam jumlah 3-5% dari total CLA (Parodi, 2003). Isomer lain seperti c-11 tersedia sangat terbatas dalam lipid ruminansia (Tanmahasamut et al., 2004). Konsentrasi jenis-jenis isomer ini dapat diatur dengan cara manipulasi diet hewan ruminansia (Khanal, 2004).

2.    Sumber CLA
CLA diproduksi di rumen sebagai hasil biohidrogenasi tidak sempurna LA menjadi asam stearat oleh Butyrivibrio fibrisolvens (Kepler et al., 1966; Park, 2009) dan bakteri rumen lainnya (Kritchevsky, 2000). Dalam rumen, LA dihidrolisis dengan cepat dan dihasilkan asam lemak bebas tak jenuh yang dapat dibiohidrogenasi oleh mikroorganisme rumen. Akibatnya, hewan ruminansia menyerap asam lemak jenuh ini. Karena itu, makanan berbahan dasar hewan ruminansia mengandung asam lemak jenis ini. Namun, dalam kondisi biohidrogenasi tidak sempurna, CLA keluar dari rumen dan diserap oleh saluran pencernaan, sehingga berbagai isomer CLA banyak terdapat jaringan perifer (Silva et al., 2014). CLA yang diperoleh ini disintesa menggunakan C18:2 atau C18:3 sebagai prekursor (Kepler et al., 1966). Pathway biohidrogenasi CLA di rumen dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:


Gambar 2. Pathway biohidrogenasi LA dan ALA di rumen (Khanal and Dhiman, 2004). Keterangan: CLA c-9, t-11 hanya dibentuk dari biohidrogenasi c-9, c-12 C18:2, sedangkan TVA dibentuk dari LA dan ALA.

CLA juga dapat diperoleh dari hasil konversi t-11 C18:1 secara endogenous (transvaccenic acid, TVA), biohidrogenasi intermediat LA lainnya  atau (c-9, c-12, c-15 C18:3, LNA) oleh enzim Ī”9-desaturase enzyme di jaringan non rumen (Corl et al., 2003; Kay et al., 2004) seperti kelenjar susu (Corl et al., 2001; Griinari and Bauman, 1999) atau jaringan adiposa (Gillis et al., 2003). Pathway konversi TVA menjadi CLA oleh enzim Ī”9-desaturase dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:


Gambar 3. enzim Ī”9-desaturase mengonversi TVA menjadi c-9 t-11 CLA (Khanal and Dhiman, 2004)

Isomer CLA terdapat dalam makanan (Kramer et al., 1998). Sebanyak 17 isomer CLA alami terdeteksi pada susu, produk olahan susu, daging sapi, dan ASI. Isomer CLA juga terdapat pada jaringan adiposa manusia yang diuji menggunakan HPLC-silver ion dan GC-MS. Isomer CLA yang sudah teridentifikasi itu diantaranya t-12, t-14; t-11, t-13; t-10, t-12; t-9, t-11; t-8, t-10; t-7, t-9; t-7, c-9; t-6, t-8; c-12, t-14; t-11, c-13; c-11, t-13; c-10, t-12; c-9, t-11; c-8, t-10; c-7, t-9; c-9, c-11; dan c-11, c-13.

Tabel 1. Posisi dan geometri komposisi isomer (% dari total isomer) CLA di dalam sampel susu, mentega, keju, dan lemak daging sapi1
Isomer CLA
Susu2
Mentega
Keju
Daging sapi
Isomer cis, trans




7, 9
5,5
6,7
3,6
7,0
8, 10
1,5
0,3
1,0
2,6
9, 11
72,6
76,5
83,5
72,0
10, 12
0,4
1,1
-
2,6
11, 13
7,0
0,4
4,7
1,1
11,13
-
-
-
2,2
12, 14
0,7
0,8
0,4
0,7
Total cis trans (trans, cis)
87,7
85,8
93,2
88,2
Isomer trans, trans




6, 8

-
0,1
0,7
7, 9
2,4
-
0,6
1,5
8, 10
0,4
-
0,3
0,7
9, 11
2,0
-
1,5
3,7
10, 12
0,6
-
0,5
1,9
11, 13
4,2
-
2,3
1,9
12, 14
2,8
-
0,9
1,9
13, 15
-
-
0,1
-
Total trans, trans
12,3
9,4
6,3
12,3
Isomer cis-cis




8,10
-
-
<0,1
-
9,11
-
-
0,3
-
10,12
-
-
<0,3
-
11,13
-
-
0,3
-
Total cis, cis
-
4,8
0,7
-
Total CLA (% dari lemak)

0,5
0,93
0,27
1Parodi (2003), 2Shingfield et al. (2003)

Kandungan CLA dalam bahan pangan yang mengandung LA dapat ditingkatkan dengan fermentasi menggunakan bakteri asam laktat (Lin et al., 2002). Selain di rumen, CLA juga dapat disintesis di laboratorium menggunakan LA atau bahan-bahan tinggi LA, seperti bunga matahari, kesumba (safflower), kedelai, minyak jagung, melalui reaksi yang melibatkan isomerisasi air alkali51 dan isomerisasi dalam propilen glikol (Sehat et al., 1998). Hasil penelitian Fritsche et al. (2000) menunjukkan bahwa CLA sintesis mengandung isomer c-8, t-10 (14%); c-9, t-11 (30%); t-10, c-12 (31%); dan c-11, t-13 (24%).

3.    Peran, Fungsi, dan Mekanisme Terhadap Kesehatan
Telah dilakukan berbagai penelitian manfaat CLA bagi kesehatan. Beberapa rangkuman penelitian efek kesehatan CLA terhadap berbagai penyakit Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Efek kesehatan CLA terhadap berbagai penyakit
Studi/Model/Sel
Efek bagi kesehatan
Isomer*
a.     Karsinogenesis


Sel kanker payudara manusia1
Merusak DNA karsinogen
a
Sel Caco-22
Menurunkan jumlah sel dan ekspresi gen
b
Sel kanker tikus mamalia3
Reduksi kanker hingga 33-36%
a/b
Tikus DMBA dan DMH4
Jumlah sel dan proliferasi menurun
d
SGC-7901 cell line manusia5
Menurunkan invasi sel SGC-7901
a
Sel kanker kolon manusia HT-296
Mereduksi DNA dan meningkatkan apoptosis
d
Sel SGC-7901 in vitro7
Memutus daur hidup, meningkatkan apoptosis
a
Wanita dengan kanker payudara8
Menurunkan jumlah dan massa tumor
d
b.    Diabetes


Orang diabetes9
Menurunkan gula darah, leptin plasma, masa tubuh, dan BMI
b
Tikus zucker obesitas10
Meningkatkan transport glukosa
a/b
Tikus diabetes zucker11
Meningkatkan transport glukosa, glikogen sinthase, dan toleransi glukosa, serta upregulasi UCP2
b
Subjek diabetes tipe 212
Berbanding terbalik dengan masa tubuh dan serum leptin
b
c.     Adipogenesis


Mencit jantan stD ddY13
Meningkatkan oksidasi lemak dan konsumsi O2
c
Mencit balb-C14
Meningkatkan energi expenditure dan penggunaan energi
c
Orang overweight dan obesitas15
Menurunkan massa lemak tubuh
a/b
d.    Aterogenesis


Kelinci16
Menurunkan aterosklerosis di aorta
d
Hamster17
Mengurangi fatty streak aorta dan total kolesterol
c
e.     Imunitas


Mayoritas18
Meningkatkan respone imun dengan cara perlindungan terhadap kerusakan tambahan
c
f.      Metabolisme tulang


Tikus19
Meningkatkan sintesis kolagen
c
g.    Oksidasi


In vitro20
Melindungi dari H2O2 atau kumena H2O2
a/b
Liver tikus21
Mikrosom/mitokondria terlindung dari H2O2
d
*a=c-9, t-11, b=t-10, c-12, a/b=c-9, t-11 and t-10, c-12, c=campuran, d=tidak diketahui.
1Majumdar et al. (2002), 2Kim et al. (2002), 3Ip et al. (2002), 4Cheng et al. (2003), 5Yang et al. (2003), 6Cho et al. (2003), 7Liu et al. (2002), 8Lavillonniere and Bougnoux (1999), 9Belury et al. (2002), 10Teachey et al. (2003), 11Ryder et al. (2001), 12Belury et al. (2003). 13Ohnuki et al. (2001), 14Terpstra et al. (2002), 15Blankson et al. (2000), 16Lee et al. (1994), 17Nicolosi et al. (1997) 18Cook et al. (2003), 19Watkins et al. (1999), 20Su et al. (2003), 21Palacios et al. (2003)

Selain hasil penelitian pada Tabel 2, CLA juga memiliki aktivitas antioksidan (Paterson, 2000, Liangli, 2001; Liangli et al., 2002), anti-osteoarthritis (Shen et al., 2004), dan antiinflamasi (Bangsaganya et al., 2002). Selain itu CLA metabolisme lipid (Terpstra et al., 2002; Keim, 2003), toleransi glukosa (Silva et al., 2014), pembentukan tulang (Watkins and Seifert, 2000; Watkins et al., 2003), respon imun (Cook et al., 2003; Petridou et al., 2003; Silva et al., 2014), dan metabolisme vitamin A (Carta et al., 2002). CLA juga berperan seperti DHA (Decosa Heksanoat Acid) dan EPA (Eicosa Pentanoic Acid) untuk perkembangan otak balita dan retina (Brahmana, 1989), serta berperan sebagai faktor pertumbuhan (Yulianto, 2003).
CLA terbukti berdampak positif pada penyakit degeneratif seperti diabetes (Belury and Huevel, 1999; Belury, 2003) dengan cara memperbaiki sensitifitas insulin (Bhattacharya et al., 2006; Raff et al., 2007, Ringseis and Eder, 2009). CLA dapat mengurangi resiko penyakit jantung (Yulianto, 2003) dengan cara mencegah aterosklerosis (Mc Leod et al., 2004) dan mencegah dan mengobati hipertensi (Nagao et al., 2003). CLA juga dapat mencegah obesitas (Malpuegch et al., 2004; Mawarni, 2006) dengan cara mereduksi lemak tubuh (Park and Pariza, 2007). Hasil penelitian juga menunjukkan CLA mencegah perkembangan kanker (Banni et al., 2003; Field et al., 2004). Secara spesifik, isomer CLA t-9, t-11 memiliki efek antiproliferatif (Lai et al., 2005) dan dapat mencegah agregasi trombosit (Li et al., 2005). Isomer c-11 berpotensi melawan kanker payudara (Tanmahasamut et al., 2004).

4.    Pengembangan Pangan Fungsional
Pangan fungsional yang dapat dikembangkan dari CLA, diantaranya yaitu:
a.    Minyak Ikan Lele Terfermentasi (MILT)
Ngadiarti dkk (2013) melakukan penelitian menggunakan bahan baku minyak ikan lele (MIL) yang mengandung MUFA (36,12%) > PUFA (32,43%) > SFA (31,45%). MIL kemudian digunakan untuk memproduksi pangan fungsional minyak ikan lele terfermentasi (MILT). Proses pembuatannya yaitu secara fermentasi dengan bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus plantarum yang dapat menyebabkan perubahan komposisi asam lemak. Proses fermentasi ini juga mengaktifkan kerja Ī”9 desaturase enzyme sehingga terjadi peningkatan asam arakhidonat dan CLA dari asam trans vaksenat (TVA). MILT mengandung MUFA (42,96%) > SFA (42,32%) > PUFA (15,39%). Titik cair, viskositas, dan bilangan TBA pada MIL secara berurutan adalah 23-30oC, 63,5 Pa.s 0,68. Sedangkan MILT adalah 29-30oC, 120,4 Pa.s dan 0,83.
b.    Susu Kambing Terfermentasi
Indratiningsih (2009) melakukan penelitian menggunakan bahan baku susu kambing terfermentasi yang mengandung CLA terhadap sel kanker. Proses fermentasi susu kambing menggunakan bakteri asam laktat L. bulgaricus, L. acidophilus, serta kombinasinya keduanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi susu kambing menggunakan bakteri kombinasi dapat meningkatkan CLA secara nyata antara 0,89-1,05% dari total asam lemak. Selanjutnya dilakukan uji sitotoksik susu kambing terfermentasi terhadap sel kanker leher rahim (HeLa cell line) yang diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa susu kambing terfermentasi memiliki potensi sitotoksik terhadap sel HeLa, dengan LC50 sebesar 17,5 mg/ml.

c.    Suplementasi CLA Pada Susu Full Cream
Berlatar belakang dari rendahnya CLA pada susu full cream akibat pengolahan, Utami dkk (2012) melakukan suplementasi CLA pada susu full cream. Susu full cream ini diujikan pada 30 tikus Sprague-Dawley yang dibagi menjadi lima kelompok dengan lama perlakuan empat minggu. Hasilnya berat badan, profil lipid SGOT SGPT, dan rerata jumlah leukosit tikus meningkat setelah pemberian susu full cream (tinggi lemak). Sedangkan tikus yang diberi susu full cream suplementasi CLA 0,5% dan 2% mengalami penurunan berat badan, profil lipid SGOT SGPT, dan rerata jumlah leukosit.

Referensi
Banni, S., C.S.D. Heys, K.W.J. Wahle. 2003. Conjugated linoleic acid as anticancer nutrients: Studies in vivo and cellular mechanisms. In J. Sebedio, W.W. Christie and R. Adolf (ed). Advances in Conjugated Linoleic Acid Research, Vol. 2, pp: 267-281. AOCS Press.
Belury, M. A. 2003. Conjugated Linoleic Acids in Type 2 Diabetes Mellitus: Implications and Potential Mechanisms. In J. Sebedio, W.W. Christie and R. Adolf (ed) Advances in Conjugated Linoleic Acid Research, Vol. 2, pp 302-315. AOCS Press, Champaign, IL.
Belury, M. A. and J. P. Vanden Huevel. 1999. Modulation of diabetes by conjugated linoleic acid. In: (Ed. M. P. Yurawecz, M. M. Mossoba, J. K. G. Kramer, M. W. Pariza and G. J. Nelson). Advances in Conjugated Linoleic Acid Research. Vol. I. AOCS Press, Champaign, IL, pp. 404-411.
Belury, M. A., A. Mahon, S. Banni. 2003. The conjugated linoleic acid (CLA) isomer, t10c12-CLA, is inversely associated with changes in body weight and serum leptin in subjects with type 2 diabetes mellitus. J. Nutr. 133:257S-260S.
Belury, M. A., S. Y. Moya-Camarena, M. Lu, L. Shi, L. M. Leesnitzer, S. V. Blanchard. 2002. Conjugated Linoleic Acid is An Activator and Ligand For Peroxisome Proliferator-Activated Receptor-Gamma (PPARĪ³). Nutr. Res. 22:817-824.
Bhattacharya A, Banu J, Rahman M, Causey J, Fernandes G. Biological Effect of Conjugated Linoleic Acid In Health And Disease. J Nutr Biochemist. 2006; 17:789-810.
Blankson, H., J. A. Stakkestad, H. Fagertun, E. Thom, J. Wadstein and O. Gudmundsen. 2000. Conjugated linoleic acid reduces body fat mass in overweight and obese humans. J. Nutr. 130: 2943-2948.
Carta, G., E. Angioni, E. Murru, M.P. Melis, S. Spada, S. Banni. 2002. Modulation of Lipid Metabolism and Vitamin A by Conjugated Linoleic Acid. Prostaglandins Leukot. Essent. Fatty Acids., 67: 187-191.
Cheng, J. L., M. Futakuchi, K. Ogawa, T. Iwata, M. Kasai, S. Tokudome, M. Hirose and T. Shirai. 2003. Dose response study of conjugated fatty acid derived from safflower oil on mammary and colon carcinogenesis pretreated with 7,12- dimethylbenz[a]anthracene (DMBA) and 1, 2- dimethylhydrazine (DMH) in female Sprage-Dawley rats. Cancer Lett. 10:161-168.
Chin, S.F., Liu, W., Storkson, J.M., Ha, Y.L., Pariza, M.W. 1992. Dietary sources of conjugated dienoic isomers of linoleic acid, a newly recognized class of anticarcinogens. J. Food. Comp. Anal., 5:185–197.
Cho, H. J., W. K. Kim, E. J. Kim, K. C. Jung, S. Park, H. S. Lee, A. L. Tyner and J. H. Park. 2003. Conjugated linoleic acid inhibits cell proliferation and ErbB3 signaling in HT-29 human colon cell line. Am. J. Physiol. Gastrointest. Liver physiol. 284: G996-G1005.
Cook, M.E., D. Butz, G. Li, M. Pariza, L. Whigham and M. Yang. 2003. Conjugated linoleic Acid Enhances Immune Responses But Protects Against The Collateral Damage of Immune Events. in J. Sebedio, W.W. Christie and R. Adolf (ed). Advances in Conjugated Linoleic Acid Research, Vol. 2, pp: 283- 291. AOCS, Champaign, IL
Corl, B.A., L.H. Baumgard, D.A. Dwyer, J.M. Griinari, B.S. Phillips and D.E. Bauman. 2001. The role of delta(9)-desaturase in the production of cis-9, trans- 11 CLA. J. Nutr. Biochem., 12: 622-630.
Fritsche J., Fritsche, S., Solomon, M.B., Mossoba, M.M.,Yurawecz, M.P., Morehouse, K., and Ku, Y. 2000. Quantitative Determination of Conjugated Linoleic Acid Isomers In Beef Fat. Eur. J. Lipid Sci. Technol., 102:667–672.
Indratiningsih. 2009. Pengembangan Susu Kambing sebagai Pangan Fungsional dan Aplikasinya untuk Pencegahan Kanker. [Article]. Universitas Gadjah Mada.
Ip, C., Y. Dong, M. M. Ip, S. Banni, G. Carta, E. Angioni, E. Murru, S. Spada, M. P. Melis and A. Saebo. 2002. Conjugated linoleic acid isomers and mammary cancer prevention. Nutr. Cancer. 43:52-58.
Jensen, R.G, 2002. The Composition of Bovine Milk Lipid: January 1995 to December 2000. J. Dairy Sci., 85: 295-350.
Kepler, C.R., W.P. Tucker, S.B. Tove, 1966. Intermediates And Products of The Biohydrogenation of Linoleic Acid by Butyrivibrio fibrisolvens. J. Biol. Chem., 241: 1350-1354.
Khanal, R. C., Dhiman, T. R. 2004. Biosynthesis of Conjugated Linoleic Acid (CLA): A Review. Pakistan Journal of Nutrition 3 (2): 72-81.
Khanal, R.C. 2004. Dietary Influence on Conjugated Linoleic Acid Content of Milk and Consumer Acceptability of Milk and Cheese Naturally Enriched with Conjugated Linoleic Acid. [Ph. D. Dissertation]. Utah State University, Logan, Utah, USA.
Kim, E. J., J. G. Jun, H. S. Park, S. M. Kim, Y. L. Ha and J. H. Park. 2002. Conjugated linoleic acid (CLA) inhibits growth of Caco-2 colon cancer cells: possible mediation by oleamide. Anticancer Res. 22:2193-2197.
Kritchevsky, D. 2000. Antimutagenic and some other effects of conjugated linoleic acid. Br. J. Nutr., 83: 459-465.
Lavillonniere, F., P. Bougnoux. 1999. Conjugated linoleic acid (CLA) and the risk of breast cancer. In: (Ed. M. P. Yurawecz, M. M. Mossoba, J. K. G. Kramer, M. W. Pariza and G. J. Nelson). Advances in Conjugated Linoleic Acid Research. Vol. I. AOCS Press, Champaign, IL, pp. 276-282.
Lee, K. N., D. Kritchevsky and M. W. Pariza. 1994. Conjugated linoleic acid and atherosclerosis in rabbits. Atherosclerosis. 108:19-25.
Lin, TY, Lin CW, Wang YJ. 2002. Linoleic Acid Isomerase Activity In Enzym Extract from Lactobacillus acidophilus and Propionibacterium freudenreichii ssp. Shermanii. J Food Sci.; 67(4):1502-1505.
Liu, J. R., B. Q. Chen, Y. M. Yang, X. L. Wang, Y. B. Xue, Y. M. Zheng and R. H. Liu. 2002. Effect of apoptosis on gastric adenocarcinoma cell line SGC-7901 induced by cis-9, trans-11-conjugated linoleic acid. World J. Gastroenterol. 8:999-1004.
Majumdar, B., K. W. J. Wahle, S. Moir, A. Schofield, S. N. Choe, A. Farquharson, I. Grant and S. D. Heys. 2002. Conjugated linoleic acids (CLAs) regulate the expression of key apoptotic genes in human breast cancer cells. FASEB J.10.1096/fj.01- 0720fje.
Ngadiarti, I., Kusharto, C. M., Briawan, D., Marliyati, S. A., Sayuthi, D. 2013. Kandungan Asam Lemak dan Karakteristik Fisiko-Kimia Minyak Ikan Lele dan Minyak Ikan Lele Terfermentasi. Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2013 Vol. 36 (1): 82-90.
Nicolosi, R. J., E. J. Rogers, D. Kritchevsky, J. A. Scimeca and P. J. Huth. 1997. Dietary conjugated linoleic acid reduces plasma lipoproteins and early aortic atherosclerosis in hypercholesterolemic hamsters. Artery. 22:266-277.
Ohnuki, K. S. Haramizu, K. Oki, K. Ishihara and T. Foshiki. 2001. A single oral administration of conjugated linoleic acid enhanced energy metabolism in mice. Lipids. 36:583-587.
Palacios, A., V. Piergiacomi and A. Catala. 2003. Antioxidant effect of conjugated linoleic acid and vitamin A during nonenzymatic lipid peroxidation of rat liver microsomes and
mitochondria. Mol. Cell. Biochem. 250:107-113.
Pariza, M.W. 1999. The biological activities of conjugated linoleic acid. In M. P. Yurawecz, M. M. Mossoba, J. K. G. Kramer, M. W. Pariza and G. J. Nelson (ed) Advances in Conjugated Linoleic Acid Research, Vol. I., pp: 12-20. AOCS Press, Champaign, IL.
Park, Y. 2009. Conjugated linoleic Acid (CLA): Good Or Bad Trans Fat? J Food Comp Anal. 22:S4-S12.
Park, Y., Storkson, J.M., Albright, K.J., Liu, W. and Pariza, M.W. 1999. Evidence that the trans-10, cis-12 Isomer of Conjugated Linoleic Acid Induces Body Composition Changes in Mice. Lipids 34, 235–241.
Parodi, P. 2003. Conjugated linoleic acid in food. In J. Sebedio, W.W. Christie and R. Adolf (ed). Advances in Conjugated Linoleic Acid Research, Vol. 2, pp: 101-121. AOCS Press, Champaign, IL.
Platzman, A. 2000. Conjugated LinoleicAcid-Miracle nutrient? Diunduh melalui www.foodproductdesign.com pada 17 Mei 2018
Raff, M, Tholstrup T, Basu S, Nonboe P, Sorensen MT, Straarup. 2007. A Diet Rich in Conjugated Linoleic Acid and Butter Increases Lipid Peroxidation but Does Not Affect Atherosclerotic, Inflammatory, or Diabetic Risk Markers In Healthy Young Men. J Nutr.  138(3): 509-514.
Ringseis, R., Eder, K. 2009. Influence of Conjugated Linoleic Acids On Functional. Brit J Nutr. 102(8):1099-1116.
Ryder, J. W., C. P. Portocarrero, X. M. Song, L. Cui, M. Yu, T. Combatsiaris, D. Galuska, D. E. Bauman, D. M. Barbano, M. J. Charron, J. R. Zierath and K. L. Houseknecht. 2001. Isomer specific antidiabetic properties of conjugated linoleic acid. Diabetes 50: 1149-1157.
Sehat, N., Kramer, J.K.G, Mossoba, M.M., Yurawecz, M.P., Roach, J.A.G., Eulitz, K., Morehouse, K.M., Ku, Y. 1998. Identification of Conjugated Linoleic Acid Isomers in Cheese by Gas Chromatography, Silver Ion High Performance Liquid Chromatography and Mass Spectral Reconstructed Ion Profiles. Comparison Of Chromatographic Elution Sequences. Lipids, 33:963–971.
Silva, R. R., Rodrigues, L. B. O., Lisboa, M. D., Pereira, M. M.S. 2014. Conjugated Linoleic Acid (CLA): A Review. International Journal of Applied Science and Technology. Vol. 4 No. 2; March.
Su, N. D., X. W. Liu, M. R. Kim, T. S. Jeong and D. E. Sok. 2003. Protective action of CLA against oxidative inactivation of paraoxoginase 1, an antioxidant enzyme. Lipids 38:615-622.
Tanmahasamut, P., J. Liu, L. B. Hendry and N. Sidell. 2004. Conjugated linoleic Acid blocks estrogen signaling in human breast cancer cells. J. Nutr.134:674-80
Teachey, M. K., C. T. Zachary, T. Maier, V. Saengsirisuwan, J. A. Sloniger, S. Jacob, M. J. Klatt, A. Ptock, K. Kraemer, O. Hasselwander and E. Henriksen. 2003. Interactions of conjugated linoleic acid on insulin action in the obese Zucker rat. Metabolism 52:1167-1174.
Terpstra, A. H. M., A. C. Beynen, H. Everts, S. Kocsis, M. B. Katan and L. Zock. 2002. The decrease in body fat in mice fed conjugated linoleic acid is due to increases in energy expenditure and energy loss in the excreta. J. Nutr. 132:940- 945.
Watkins, B. A., Y. Li and M. F. Seifert. 1999. Bone metabolism and dietary cnjugated linoleic acid. In: (Ed. M. P. Yurawecz, M. M. Mossoba, J. K. G. Kramer, M. W. Pariza and G. J. Nelson). Advances in Conjugated Linoleic Acid Research. Vol. I. AOCS Press, Champaign, IL, pp. 253-275.
Watkins, B.A., Y. Li, D.R. Romsos, W.E. Hoffman, K.G.D. Allen, M.F. Seifert. 2003. CLA and bone modeling in rats. In J. Sebedio, W.W. Christie and R. Adolf (ed) Advances in Conjugated Linoleic Acid Research, Vol. 2, pp: 218-250. AOCS Press, Champaign, IL.
Yang, Y. M., B. Q. Chen, Y. M. Zheng, X. L. Wang, J. R. Liu, Y. B. Xue, R. H. Liu. 2003. The effects of conjugated linoleic acid on the expression of invasiveness and metastasis associated gene of human gastric carcinoma cell line Zhonghua Yu Fang Yi Xue Za Zhi. (in Chinese) 37:26-28.
Yulianto, W. A. 2003. Asam Linoleat Terkonjugasi, Nutrien “Ajaib” yang Sarat Manfaat. 20 juni 2003. Jakarta: Harian Kompas.

CATATAN BIOAKTIF DAN SINDROM METABOLIK

SINDROM METABOLIK 1.        Obesitas menyebabkan inflamasi, hipertensi, resistensi insulin . Kemudian menyebabkan DM 2, penyakit kardi...