Friday, August 3, 2018

CONTOH ISI LKTI BIOEXHIBITION


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan negara produsen karet alam nomor dua di dunia dengan luas tanaman karet mencapai 2,9 juta Ha dan produktivitas karet sekitar 1,38 juta ton (Arifenie, 2013). Produktivitas karet yang tinggi berbanding lurus dengan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah cair industri karet mengandung senyawa nitrogen (nitrat dan amonia) dan senyawa fosfat yang tinggi dan menyebabkan pencemaran air (Kabinawa, 1988) serta menimbulkan bau tak sedap akibat adanya kandungan amoniak yang tinggi. Di sisi lain, permintaan pupuk NPK di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun (Astiningrum, 2005) dan membutuhkan ammonia serta fosfat sebagai bahan bakunya. Berdasarkan kebutuhan dalam negeri, dalam setahun dibutuhkan 400.000 ton ammonia dan Indonesia masih mengimpor 200.000 ton ammonia per tahun senilai Rp 4,2 triliun (Dhany, 2013). Serta kekurangan asam fosfat harus impor dari Jordania, Maroko, Afrika Selatan, Filipina dan India sebanyak 225 ribu ton per tahun (beritajatim.com, 2013).
Proses pengolahan limbah cair karet umumnya dilakukan dengan menampungnya pada bak penampungan limbah untuk diendapkan, disaring dan sisanya dialirkan ke lingkungan. Metode ini tidak efisien sehingga membutuhkan energi dan biaya yang tinggi karena melalui banyak tahap sebelum menghasilkan air bersih yang dapat dialirkan ke sungai (Prastiwi, 2010).
Nanas merupakan buah yang dapat diperoleh di seluruh Indonesia dan dapat dipanen sepanjang tahun (Winastia, 2011). Pada tahun 2010 produksi nanas Indonesia mencapai 1.406.445 ton atau sekitar 9,36 persen dari total produksi buah di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2010). Meningkatnya produktivitas nanas berbanding lurus dengan jumlah limbah daun nanas yang dihasilkan yang biasanya hanya ditimbun dalam tanah atau dibuang bersama limbah lain di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) (Santoso, 2007). Tanaman nanas menghasilkan 70 – 80 lembar daun atau 3 –5 kg dengan kadar air 85% (90 % dari limbah nanas secara keseluruhan) (Balai Besar Tekstil Kementrian Perindustrian, 2004). Menurut Praktikno (2008), tanaman nanas akan dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untuk diganti tanaman baru, oleh karena itu limbah daun nanas terus berkesinambungan.
Teknologi membran saat ini sedang dikembangkan untuk penanganan limbah cair (Ningsih, 2002), karena memiliki keunggulan yaitu pemisahan (separation) dapat berlangsung secara kontinyu, energi yang digunakan umumnya rendah, energinya tergolong hemat dan bersih, serta relatif tidak menimbulkan limbah (Nunes, 2001). Penggunaan ukuran membran ini tidak dapat menjaring sasaran yang berukuran kecil atau spesifik seperti virus 20-450 nm, protein 5-50 nm atau gen (2 nm lebar dan 10-100 nm) ( , 2001). Untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan ukuran partikel yang lebih kecil, yaitu dalam ukuran nano. Sehingga diperlukan teknologi yang lebih modern yaitu teknologi membran nanofiltrasi.
Penulis menawarkan Solusi berupa Eco-Membran Nanofiltrasi: Aplikasi Pemanfaatan Teknologi Membran Nanofiltrasi Berbahan Dasar Serat Limbah Daun Nanas Sebagai Solusi Pengolahan Limbah Cair Industri Karet dan Krisis Pupuk di Indonesia. Sasaran output yang diharapkan yaitu berupa Greenecotechnology sehingga dengan adanya Eco-Membran Nanofiltrasi tidak hanya mengolah limbah cair industri karet secara efisien dan ramah lingkungan, namun turut menurunkan biaya pengolahan limbah dibandingkan metode konvensional, mengangkat potensi daun nanas sebagai limbah pertanian lokal indonesia, serta memperkenalkan dan memanfaatkan implementasi nanoteknologi di bidang pengolahan limbah industri dalam skala nasional.

1.2    Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam karya tulis ilmiah ini antara lain:
1.    Bagaimana karakteristik Eco-Membran Nanofiltrasi yang dihasilkan.
2.    Apa Keunggulan dan Manfaat Eco-Membran Nanofiltrasi dalam mengolah limbah cair industri karet dan solusi krisis pupuk NPK.

1.3    Tujuan
Tujuan yang diharapkan dari karya tulis ilmiah ini antara lain:
1.    Mengetahui karakteristik Eco-Membran Nanofiltrasi yang dihasilkan.
2.    Mengetahui Keunggulan dan Manfaat Eco-Membran Nanofiltrasi dalam mengolah limbah cair industri karet dan solusi krisis pupuk NPK.

1.4    Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan karya tulis ini diantaranya:
1.    Bagi masyarakat, khususnya masyarakat sekitar industri maupun sepanjang aliran sungai akan terlindungi dari limbah industri pengolahan karet.
2.    Bagi pemerintah, khususnya Kementrian Perindustrian, selain mampu memberikan sumbangan pemikiran terhadap permasalahan pengolahan limbah cair industri karet serta solusi krisis kebutuhan pupuk di Indonesia.
3.    Bagi dunia industri, khususnya industri karet yaitu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengolahan limbah sehingga menurunkan energi dan biaya pengolahan limbah.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Kondisi Limbah Cair Industri Karet Serta Krisis Pupuk NPK Nasional di Indonesia
Industri karet merupakan salah satu industri yang sangat berkembang pada saat ini. Seiring dengan pertumbuhannya maka industri karet akan menghasilkan dampak negatif dari industri karet berupa pencemaran lingkungan yang disebabkan limbah yang belum diolah secara maksimal.  Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pembuatan maupun perawatan alat pengolahan limbah karet serta keberadaan lahan yang besar membuat para pengelola pabrik karet tidak mengolah limbah yang ada, sehingga banyak pabrik karet yang langsung membuang limbah hasil pengolahan ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu (Suligundi, 2013).
Menurut Sustiyah dan Siti (2013), kriteria limbah industri pengolahan karet yaitu bersifat masam dengan pH sebesar 6,25 dan memiliki kandungan unsur hara seperti dicantumkan dalam tabel 1 berikut:
Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Limbah Industri Karet
Unsur Hara
Jumlah
Kriteria
N total
0,28 %
Sedang
P
548,44 ppm
Sangat Tinggi
K
0,28 me/100 g
Sedang
Ca
7,53 me/100 g
Sedang
Na
0,10 me/100 g
Rendah
Mg
0,92 me/100 g
Rendah
Sumber: Sustiyah dan Siti (2013)
Menurut Kementerian Perindustrian, kebutuhan pupuk NPK nasional yaitu 8,8 juta ton. Sementara proyeksi produksi nasionalnya hanya 5,89 juta ton. Angka tersebut menunjukkan masih besarnya kesenjangan antara demand dan supply pupuk di Indonesia. Hal ini disebabkan kurangnya suplai ammonia dan fosfat sebagai penyusun pupuk NPK (Deptan, 2014).

2.2    Solusi yang Pernah Diterapkan
Solusi yang pernah diterapkan dalam mengolah limbah cair industri karet yaitu menggunakan bak penampungan. Metode ini melalui beberapa bak penampungan secara berturut-turut, yaitu Bak Collecting Reservoir, Bak Equalisation Basin, Bak Alkalization Basin, Bak Sedimentasi Basin, Bak Lifhting Pump Station, Bak Neutralisasi Basin, Bak Aerasi Lagon, Bak Thickening Basin, Diagfragma Pump Station (DPS) dan Filter Press sebelum menghasilkan air bersih yang dapat dialirkan ke badan sungai (Prastiwi, 2010). Metode ini memiliki kelemahan yaitu tidak efisien dan tidak efektif sehingga meningkatkan jumlah energi dan biaya yang diperlukan untuk pengolahan limbah.

2.3    Konsep Membran Nanofiltrasi
Nanofiltrasi adalah proses yang menggunakan tekanan sebagai driving force yang dapat berupa konveksi atau difusi dari masing-masing molekul, adanya tarik menarik antar muatan komponen atau konsentrasi larutan dan perbedaan suhu atau tekanan (Pabby et al., 2009). Proses separasi didasarkan pada ukuran molekul. Membran yang digunakan dalam proses nanofiltrasi memiliki retensi yang tidak terlalu besar terhadap garam univalent (Dasilva dkk, 2007). Menghasilkan air olahan yang memiliki kadar mineral rendah, tidak beracun dan bebas dari mikroba. Membran nanofiltrasi yang dapat memisahkan air dari bakteri, virus, ion multivalensi seperti Ca2+ dan Mg2+ yang menyebabkan kesadahan atau molekul yang mempunyai berat molekul dengan rentang 200-5000 dan tidak memisahkan ion monovalensi seperti Na+ dan K+ (Ren dan Wang, 2011).
Menurut Nunes (2001), proses nanofiltrasi dipilih karena mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
1.      Biaya operasi murah dan energi yang diperlukan rendah
2.      Perawatan mudah
3.      Efisiensi ruang , mampu memisahkan partikel sampai ukuran nanometer
4.      Jika ada salah satu modul yang rusak, dapat diperbaiki secara parsial (tidak akan mempengaruhi kerja secara keseluruhan)
5.      Ramah lingkungan

2.4    Bahan Baku Penyusun Eco-Membran Nanofiltrasi
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan Eco-Membran Nanofiltrasi  yaitu selulosa dari serat nanas yang diolah menjadi selulosa asetat. Menurut Muliawati (2012) Komposisi kimia serat nanas yaitu Alpha Selulosa 69,5–71,5%, Pentosan 17,0–17,8%, Lignin 4,4–4,7%, Pektin 1,0–1,2%, Lemak dan Wax 3,0–3,3%, Abu 0,71–0,87%, zat-zat lain (protein, asam organik, dll) 4,5–5,3%. Serat nanas tidak menunjukkan pengurangan kekuatan dalam penyimpanan hingga 6 bulan (Muliawati, 2012) sehingga bersifat biodegradable dan hanya memerlukan pergantian membran setiap 6 bulan sekali.

Selulosa merupakan salah satu polimer alam yang melimpah dan dapat dimodifikasi dimana kegunaannya sangat luas mulai dari bidang industri kertas, film transparan, film fotografi, plastik biodegradable, sampai untuk membran yang digunakan diberbagai bidang industri (Misdawati, 2005). Sedangkan Selulosa asetat (CA) merupakan ester organik selulosa yang berupa padatan putih, tidak berbau dan tidak berasa serta merupakan ester yang paling penting yang berasal dari asam organik (Kirk dkk, 1985). Salah satu pemanfaatan utama CA adalah sebagai bahan utama dalam pembuatan membran nanofiltrasi (NF) dan yang biasa digunakan untuk pemurnian air. Hal ini dikarenakan CA dapat membentuk struktur asimetrik dengan lapisan aktif yang sangat tipis dan dapat menahan bahan terlarut pada lapisan pendukung yang kasar, serta toleran terhadap klorin dan tahan terhadap terjadinya pengendapan (Uemura and Henmi, 2008; Kumano and Fujiwara, 2008). koeksistensi permeabilitas yang tinggi dan selektifitas yang tinggi dari CA memungkinkan untuk menghasilkan keseimbangan sifat hidrofilik dan hidrofobik (Kumano and Fujiwara, 2008).

BAB III
METODE PENULISAN
3.1    Jenis Penulisan
Jenis penulisan yang digunakan ialah penulisan kualitatif dan kuantitatif. Metode penulisan ini mendeskripsikan secara kualitatif potensi Eco-Membran Nanofiltrasi sebagai pengolah limbah cair industri karet dan mendeskripsikan secara kuantitatif analisis karakteristiknya serta jumlah komponen pupuk NPK yang dihasilkannya. Pendekatan kualitatif ialah prosedur yang menghasilkan data-data deskriptif, yang meliputi kata-kata tertulis atas objek penulisan yang sedang dilakukan yang didukung oleh studi literatur berdasarkan pengalaman kajian pustaka, baik berupa data penulisan maupun angka yang dapat dipahami dengan baik. Tujuan dari penulisan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003).

3.2    Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kasus, pengamatan laboratorium untuk uji dan analisis Eco-Membran Nanofiltrasi, pustaka dan penelusuran informasi digital, yaitu wawancara dengan dosen ahli, jurnal penelitian dan informasi internet. Sehingga jenis data yang digunakan dalam penulisan ini ialah data primer, yaitu data yang didapatkan secara langsung melalui observasi pada objek penulisan, dari Laboratorium Pengolahan Limbah Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian dan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya serta data sekunder. Data sekunder dilakukan melalui kepustakaan maupun digital (internet) dengan sumber yang dapat dipertanggung jawabkan.
3.3    Metode Analisis dan Sintetis
Proses analisis dilakukan pada data-data yang terkumpul yang kemudian dipaparkan dalam pembahasan. Sintesis dilakukan dengan menggunakan studi silang (cross link) antara data yang terkumpul dengan teori dan konsep yang relevan. Kemudian dapat diambil titik utama yang kemudian diolah menjadi beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut diperkuat dengan saran dan rekomendasi yang terkait. Karena titik fokus penulisan ini adalah penulisan berbasis literatur (pustaka), maka data yang dikumpulkan merupakan data kualitatif. Proses analisa data yang dilakukan dalam penulisan ini terjadi secara bolak-balik dan berinteraktif, yang terdiri dari Pengumpulan data (data collection), Reduksi data (data reduction), Penyajian data (data display), Pemaparan dan penegasan kesimpulan (conclution drawing and verification) (Moelong, 2002).

3.4    Proses Pembuatan Eco-Membran Nanofiltrasi
3.4.1   Penelitian Pendahuluan
a.    Preparasi Serat Daun Nanas
Serat daun nanas dibersihkan kemudian direndam dalam akuades selama 2 minggu sampai kulit daun nanas tersebut lunak dan serat-seratnya terpisah. Serat daun nanas kemudian dicuci sampai bersih kemudian dikeringkan di udara terbuka (Wijanji, 2006).

b.   Pembuatan Pulp Serat Daun Nanas
Serat daun nanas sebanyak 20 gram ditambahkan Ca(OH)2 2,5 % (b/v) 150 mL dan direndam selama 3 hari. Setelah itu dicuci dengan akuades dan dimasukkan ke dalam labu alas bulat yang sebelumnya sudah diisi dengan 300 mL larutan NaOH 17,5 % (b/v), kemudian direfluks selama 4 jam. Setelah dingin, serat daun nanas dicuci sampai bebas NaOH dan diblender dan dicetak menjadi lembaran pulp dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama 1 hari (Wijanji, 2006).

c.    Proses Pemutihan (Bleaching) Pulp Daun Nanas
Sebanyak 10 gram pulp daun nanas dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi 88 mL akuades yang telah dipanaskan sampai 60°C. Pulp ini kemudian diaduk hingga menjadi bubur. Setelah mencapai suhu kamar ditambahkan NaOH 5 % (v/v) sebanyak 2,5 gram. Campuran ini kemudian diaduk dan dibiarkan selama 30 menit. Setelah selesai, dicuci dengan akuades sampai bebas basa. Campuran ini kemudian direndam dengan NaOH 2 % (b/v) sambil diaduk dan dibiarkan selama 30 menit. Kemudian dicuci dengan akuades sampai bebas basa dan diuji menggunakan kertas lakmus merah. Pulp yang telah dibleaching ini kemudian dikeringkan di udara terbuka (Grandis, 2008).

d.   Asetilasi Selulosa Serat Daun Nanas
Sebanyak 10 g pulp serat daun nanas ditambahkan asam asetat glasial 24 mL sambil diaduk pada suhu 40oC selama 1 jam. Setelah 1 jam ditambahkan campuran asam sulfat pekat 0,1 mL dan asam asetat glasial 60 mL, dan diaduk lagi selama 45 menit pada suhu yang sama. Kemudian campuran didinginkan sampai mencapai suhu 18oC dan ditambahkan asetat anhidrida sebanyak 27 mL yang sudah didinginkan sampai suhu 15°C. Selanjutnya ke dalam campuran ditambahkan asam sulfat pekat 1 mL dan asam asetat glasial 60 mL diaduk dengan waktu asetilasi 3 jam pada suhu 40oC. Setelah selesai, ditambahkan asam asetat 67 % (v/v) sebanyak 30 mL tetes demi tetes selama 2 jam pada suhu 40oC dan diaduk lagi dengan melakukan waktu hidrolisis 15 jam pada suhu kamar (Santoso, 2007).
Setelah melakukan asetilasi dan hidrolisis, selulosa diasetat diendapkan dengan menambahkan akuades setetes demi setetes dan diaduk sehingga diperoleh endapan yang berbentuk serbuk. Endapan disaring dan dicuci sampai netral. Endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 –70oC. Setelah kering endapan disimpan dalam desikator (Santoso, 2007).

3.4.2 Karakterisasi dan Pengujian
a.    Penentuan Fluks dan Rejeksi Membran
Nilai fluks ditentukan dengan sel filtrasi dead end. Nilai fluks dihitung dengan perbandingan volume permeat per satuan luas membran per satuan waktu. Penentuan koefisien rejeksi dilakukan dengan menentukan konsentrasi sebelum dan sesudah melewati membrane. Gambar 1 berikut merupakan alat penguji Eco-membran:

Gambar 2. Alat Penguji Membrane (Dead End)
b.   Uji FTIR
Pengamatan terhadap gugus fungsional menggunakan Uji Fourier Transform Infrared (FTIR)  untuk mengkonfirmasi apakah selulosa diasetat hasil isolasi dari serat daun nanas telah didapatkan.
c.    Uji Morfologi
Penentuan morfologi Eco-membran dilakukan dengan SEM. mula-mula membran dikeringkan terlebih dahulu, kemudian Eco-membran direndam dalam nitrogen cair selama beberapa detik hingga mengeras.
3.4.3    Penelitian Utama
Bahan yang digunakan dalam pembuatan Eco-Membran Nanofiltrasi yaitu selulosa asetat hasil sintesis dari serat daun nanas 23% sebagai bahan dasar membran, aseton 72% sebagai pelarut, polietilen glikol cair 5% sebagai zat aditif, dan penambahan air 1%. Polimer (Selulosa asetat) dimasukkan bersama dengan aseton ke dalam labu erlenmeyer bertutup kemudian ditambahkan polietilen glikol dan diaduk selama kurang lebih 7 jam dengan pengaduk magnetik hingga semua polimer larut. Selanjutnya larutan didiamkan selama 1 hari untuk menghilangkan gelembung udara dan siap untuk dicetak dengan teknik inversi fasa.
Cara pencetakan dengan teknik inversi fasa yaitu dengan menuangkan larutan dope ke atas pelat kaca yang bagian tepinya telah diberi selotip. Selanjutnya”casting knife” digerakkan ke bawah untuk membentuk lapisan tipis pada pelat kaca dan dibiarkan dengan variasi waktu penguapan pelarut 25 detik. Setelah itu pelat kaca dimasukkan ke dalam bak koagulasi yang berisi air dengan suhu koagulan suhu kamar. Membran yang telah dicetak kemudian dibiarkan selama 1 hari dalam air dingin, selanjutnya membran dicuci dengan air yang mengalir untuk menghilangkan kelebihan pelarut. Membran kemudian dipotong sesuai ukuran sel filtrasinya dan disimpan dalam larutan natrium azida 1%.

Gambar 3. Metode Pembuatan Eco-Membran Nanofiltrasi Menggunakan Teknik Inversi Fasa


Gambar 4. Kerangka Konsep Pengembangan Eco-Membran Nanofiltrasi






BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Eco-Membran Nanofiltrasi yang Dihasilkan
Eco-membran yang telah dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:




Gambar 5. Membran Sebelum Dilakukan Pengujian
Setelah diperoleh Eco-Membran, kemudian dilakukan karakterisasi dengan hasil karakterisasi menggunakan FTIR pada serat daun nanas dan selulosa pada Gambar 6. Sedangkan hasil karakterisasi FTIR pada selulosa dan selulosa diasetat sintetik yaitu pada Gambar 7, dan yang terakhir yaitu karakterisasi selulosa diasetat sintetik dengan selulosa komersial pada Gambar 8.


Gambar 6. Spektrum IR Serat Daun Nanas dan Selulosa
Berdasarkan  pada  Gambar  6  terlihat  bahwa  pada  hasil  spektrum  IR  eceng  gondok  terdapat  puncak  pada panjang gelombang 1734,08 cm-1 yang  menunjukkan keberadaan asetil dan ester pada rantai gugus karboksil. Selain itu terdapat pula puncak pada panjang gelombang 1519  cm-1 yang menunjukkan keberadaan gugus C=C pada cincin aromatik lignin. Hemiseluosa terlihat dari keberadaan puncak pada panjang gelombang 1622,20 cm-1. Ketiga gugus  tersebut  memperlihatkan  keberadaan  impuritas berupa  hemiselulosa  dan  lignin.  Pada  hasil  spektrum  IR selulosa,  puncak  tersebut  telah  hilang  akibat  proses  pemurnian  yang  telah  dilakukan.  Disisi  lain,  pada  hasil spektrum  IR  selulosa  terdapat  puncak  pada  panjang  gelombang  3404  cm-1 dan  2920  cm-1 yang  menunjukkan keberadaan  gugus  -OH  dan  C-H  dimana  kedua  gugus  tersebut  merupakan  gugus  fungsi  utama  selulosa.  Hasil spektrum  telah  menunjukkan  bahwa  impuritas  yang  terdapat  dalam  serat daun nanas  telah  berkurang  dan  diperoleh selulosa dengan kemurnian tinggi.



Gambar 7. Spektrum IR Selulosa dan Selulosa Diasetat Sintetik
IR selulosa menunjukkan hasil yang jauh berbeda dengan IR selulosa diasetat. Pada  hasil  spektrum IR selulosa diasetat muncul puncak tajam pada panjang gelombang 1730,15 cm-1 dan 1247,94 cm-1 yang menunjukkan adanya  gugus  karbonil  C=O    dan  gugus  C-O  ester.  Pada spektrum IR selulosa diasetat, terdapat gugus fungsi karbonil C=O dan ikatan C-O ester sedangkan pada spektrum IR selulosa tidak terdapat gugus fungsi tersebut. Hal ini membuktikan bahwa selulosa sudah terasetilasi membentuk selulosa diasetat. 



Gambar 8. Spektrum IR Selulosa Diasetat Sintetik dan Komersial
Hasil spektrum IR menunjukkan gugus fungsi yang dimiliki selulosa diasetat komersial dimiliki pula oleh selulosa diasetat serat daun nanas sehingga selulosa sintetik serat daun nanas dapat dijadikan bahan baku pemuatan membran dengan karakteristik akhir seperti selulosa diasetat komersil.
Hasil SEM penampang permukaan (Gambar 9) dan penampang melintang membran selulosa asetat serat daun nanas (Gambar 10) dengan perbesaran 1000 kali.



Gambar 9. Penampang Permukaan Membran Selulosa Asetat Serat Daun Nanas Menggunakan Perbesaran SEM 1000x
Dari gambar tersebut dapat terlihat distribusi pori dari membran. Lapisan dense yang terbentuk lebih tebal karena waktu penguapan yang lebih lama memberikan kesempatan skin lapisan atas untuk berikatan sehingga terbentuk lapisan dense yang lebih tebal dan dapat berakibat pada meningkatnya rejeksi dan penurunan fluks. Lapisan dense yang lebih tebal juga akan meningkatkan kekuatan mekanik membran yang dapat diketahui dari nilai modulus young yang lebih besar.



Gambar 10. Penampang Melintang Membran Selulosa Asetat Serat Daun Nanas dengan Perbesaran 1000 Kali.
Pada Gambar 10 tersebut tampak pada membran terdapat rongga berbentuk seperti jari dan struktur membran terlihat asimetrik. Sedangkan hasil karakterisasi membran diperoleh kinerja optimum meliputi: Fluks 34.416 L.m-2.jam-1, rejeksi untuk kekeruhan 92 %, rejeksi untuk TDS (padatan terlarut) 85 %, rejeksi untuk ion multivalent yaitu Ca sebesar 81% modulus young 12433 N/cm2. Serat nanas tidak menunjukkan pengurangan kekuatan dalam penyimpanan hingga 6 bulan sehingga bersifat biodegradable yang ramah lingkungan dan praktis karena hanya memerlukan pergantian membran setiap 6 bulan sekali.
Berdasarkan hasil penelitian, tiap 100 gram daun nanas kering dapat menghasilkan Eco-Membran selulosa diasetat sebanyak 5,6 gram. Jadi yield yang diperoleh yaitu 5,6%. Membran dicetak dengan waktu penguapan 25 detik untuk memperoleh luasan area paling luas, hasil fluks dan rejeksi terbaik. Eco-Membran yang dihasilkan yaitu tipe membran asimetrik Ukuran pori membran yaitu 1-100 nm. Larut dalam aseton dengan kisaran kadar asetil 37-42% dan memiliki gugus fungsi –OH, C=O, CH3 dan –COOH. Luas membran sebesar 10,75 x10-4m2 dengan jari-jari masing membran 1,85 cm. Perendaman dengan NaOH mempengaruhi struktur pori-pori membran. semakin tinggi  konsentrasi  NaO H  maka pori semakin rapat. Membran ini beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan per meabilitasnya mencapai 1,4 – 12 L/m2.jam.bar. Membran bersifat plastis dan jumlah pori lebih banyak, lebih rapat dan sifat mekaniknya semakin kuat dan tahan terhadap tekanan.
Rumus laju aliran fluks:
Dimana:
J   = fluks (L/m2.jam)
V  = Volume  permeat (Liter)
A  = Luas permukaan  membran (m2)
t    = waktu (jam)
Sedangkan koefisien rejeksi dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:  
R    = koefisien rejeksi
Cp  = konsentrasi zat terlar ut dalam per meat
Cf   = konsen trasi zat terl ar ut dalam u mp an
Dengan harga R berkisar antara 0 sampai 1. Jika harga R = 1 berarti zat kontaminan ditahan oleh membran secara sempurna.


Mekanisme Membran Nanofiltrasi Mengolahan Limbah Cair Industri Karet
Prinsip kerja Eco-Membran Nanofiltrasi yaitu akibat perbedaan tekanan untuk memisahkan solut berukuran lebih besar dari larutan dengan menggunakan membran semipermeable. Proses ini dilakukan dengan cara mengalirkan larutan sepanjang permukaan membran dengan memanfaatkan beda tekanan. Filtrasi membran aliran crossflow menggunakan laju alir yang besar untuk meningkatkan laju permeate dan mengurangi kemungkinan terjadinya fouling. Partikel solut yang terejeksi terpisah bersama dengan arus aliran yang keluar dan tidak terakumulasi di permukaan membran.
Pori pada membran nanofiltrasi tidak bisa diamati dengan menggunakan mikroskop, walaupun begitu air masih bisa melewati membran sedangkan garam multivalent dan bahan organik dengan BM rendah akan terejeksi. Pada Gambar 11 yang disajikan di bawah ini terlihat jenis partikel yang lolos dan juga yang terejeksi oleh membran nanofiltrasi.
Gambar 11. Seleksi Materi pada Macam-Macam Membrane (Wenten, 1996)
Proses pemisahan pada membran merupakan perpindahan materi secara selektif yang disebabkan adanya gaya dorong (driving force). Gaya dorong tersebut berupa gradien suhu (ΔT), gradien konsentrasi (ΔC), gradien tekanan (ΔP) dan potensial listrik (ΔE). Selain itu proses pemisahan membran juga disebabkan adanya perbedaan sifat kimia dan sifat fisika antara membran dengan komponen spesi yang akan dipisahkan (Mulder, 1996 dan Winston dkk, 1992). Skema pemisahan dengan membran ditunjukkan pada Gambar 12 sebagai berikut:

Gambar 12. Skema Pemisahan dengan Membrane (Mulder, 1996)
Secara umum proses perpindahan massa fasa membran melalui tiga tahap, yaitu: dari umpan (bulk fluida) ke permukaan membran, terjadi proses difusi pada membran dan dari permukaan membran ke permeat. Besarnya koefisien difusi molekul yang berpermeasi melalui membran tidak berpori tergantung pada ukuran partikel yang berdifusi dan sifat material membran. Secara umum, koefisien difusi menurun seiring dengan bertambahnya ukuran partikel (Wenten, 1996).
Instalasi Eco-Membran Nanofiltrasi
Pada Gambar 13 menjelaskan tentang proses instalasi dilakukan di sekitar bak penampungan limbah dengan menggunakan pompa untuk memindahkan limbah cair karet dengan menggunakan pipa sebagai saluran menuju penyaringan Eco-Membran nanofiltrasi yang akan di proses dengan menggunakan tekanan 15-25 bar. Tekanan berfungsi untuk mendorong air limbah kedalam Eco-Membran nanofiltrasi. Selanjutnya limbah akan di proses pada Eco-Membran nanofiltrasi yang akan menghasilkan air bersih dan bahan baku pembuatan pupuk NPK. Air berih bisa di alirkan ke lingkungan atau di penampungan setalah di lakukan pengujian BOD, DO, COD, TDS untuk mengetahi karakteristik air tersebut. Sementara residu akan di tampung pada bak penampung untuk di keringkan,  di endapkan dan di olah menjadi Pupuk NPK.

Gambar 13. Peralatan Operasi Eco-Membran Nanofiltrasi
            Pada Gambar 14 menejelaskan tentang Betuk modul membrane yang akan digunakan yaitu menggunakan mode operasional cross flow. Pada mode ini, umpan (limbah) akan melewati sebuah membran yang akan memisahkan umpan menjadi dua bagian yaitu permeat (air bersih) dan retentat (limbah) yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pupuk NPK. Sehingga dengan membran ini akan mengeluarkan dua hasil yang berbeda. Setiap 45 menit sekali membran akan menyemburkan air bersih keatas membrane untuk membersihkan membran yang telah terkotori oleh limbah cair karet.

Gambar 14. Mekanisme dan Bentuk Eco-Membran Nanofiltrasi
            Gambar 15 menjelaskan Peralatan Eco-Membran nanofiltrasi terbuat dari bahan stainless steel dengan  sistem aliran Cross flow, dan berbentuk tabung memnakang, dengan sisi berukuran 11,2 cm dengan luas efektif 27,0 3 cm2. Pemasangan dilakukan secara horizontal untuk memudahkan proses pengolahan limbah dan penggantian modul membran jika mengalami kerusakan. Penggantian modul membran dapat dilakukan ketika Eco-Membran nanofiltrasi mengalami kerusakan hal ini dapat di ketahui dari laju aliran yang tidak normal. Pemasangan modul di pasang sebanyak 6 modul membran pada 1 x instalasi.

Gambar 15. Eco-Membran Nanofiltrasi Secara Utuh
4.2  Keunggulan dan Manfaat Eco-Membran Nanofiltrasi
4.2.1   Output yang Diharapkan dari Eco-Membran Nanofiltrasi
Output yang diharapkan dari terciptanya Eco-Membran Nanofiltrasi yaitu terealisasinya Greenecotechnology dengan rincian pada Tabel 2.
Tabel 2. Output yang Diharapkan dari Eco-Membran Nanofiltrasi
Green
Tidak menghasilkan residu berbahaya setelah pengolahan limbah serta memanfaatkan limbah daun nanas sebagai bahan baku pembuatan membran
Eco
Menghasilkan sisa olahan limbah yang bernilai ekonomis yaitu N dan P yang tinggi sebagai bahan baku pembuatan pupuk NPK untuk mengatasi krisis pupuk NPK secara nasional di Indonesia
Technology
Bergerak pada penerapapan nanoteknologi yaitu nanofiltrasi yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari membran yang dihasilkan sehingga tepat sasaran menjaring pengotor

4.2.2   Pihak Terkait
Pihak terkait yang turut mendukung implementasi Eco-Membran Nanofiltrasi, yaitu sebagai berikut.
a.    Pemerintah, khususnya Kementrian Perindustrian sebagai pemberi izin dan legalitas terhadap Eco-Membran Nanofiltrasi untuk diaplikasikan.
b.    Masyarakat, yaitu turut bekerjasama dengan masyarakat khususnya petani nanas dan KUD setempat.
c.    Industri, bekerjasama dengan perusahaan dalam penyediaan bahan baku dan pengolahan serta sebagai objek implementasi Eco-Membran Nanofiltrasi
4.2.3   Langkah Strategis Yang Dilakukan
Langkah strategis yang dilakukan untuk mendukung pengembang Eco-Membran Nanofiltrasi ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16. Langkah Strategis yang Dilakukan
4.2.4   Potensi Pengembangan dan Keberlanjutan




Gambar 17. Potensi Pengembangan dan Keberlanjutan



BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Eco-Membran Nanofiltrasi merupakan inovasi pengolahan limbah cair industri karet dengan memanfaatkan teknologi membran nanofiltrasi menggunakan selulosa asetat yang diperoleh dari serat daun nanas yang dimodifikasi sehingga menghasilkan membran dengan struktur asimetrik yang ramah lingkungan (biodegradable) dan bekerja aktif selama 6 bulan tanpa menimbulkan residu baru sebagai hasil samping pengolahan limbahnya.
Sasaran output yang diharapkan yaitu berupa Greenecotechnology sehingga dengan adanya membran nanofiltrasi tidak hanya mengolah limbah industri karet secara efektif, efisien dan ramah lingkungan, namun turut menurunkan biaya pengolahan limbah dibandingkan metode konvensional, mengangkat potensi daun nanas sebagai limbah pertanian lokal indonesia, serta memperkenalkan dan memanfaatkan implementasi nanoteknologi di industri secara luas. Output yang dihasilkan dari sisa olahan limbah yang bernilai ekonomis yaitu N dan P yang tinggi sebagai bahan baku pembuatan pupuk NPK untuk mengatasi krisis pupuk NPK secara nasional di Indonesia.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap aplikasi Eco-Membran Nanofiltrasi untuk mengolah limbah gas dan limbah padat industri pengolahan karet, serta pemanfaatan Eco-Membran Nanofiltrasi bagi limbah cair industri lainnya di Indonesia perlu dilakukan kerja sama terhadap perusahaan yang akan di ajak kerja sama.



DAFTAR PUSTAKA
A.H. Morrish. 2001. The Physical Principles of Magnetism. IEEE Press. New York.
Arifenie, Fitri Nur. 2013. Produksi Karet Turun 200.000 Ton Semester I 2013. Diunduh melalui http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/03/25/produksi-karet-turun-200.000-ton-semester-i-2013 pada 14 Februari 2015 pukul  06.01 WIB
Astiningrum, M. 2005. Manajemen Persampahan, Majalah Ilmiah Dinamika Universitas Tidar Magelang 15 Agustus 2005. Magelang 8 hal
Baker, W.R. 2004. Membran Technology and Applications.  2nd edition. California: Jon Willey & Sons.
Balai Besar Tekstil Kementrian Perindustrian. 2004. Serat Nanas. Diunduh melalui http://www.bbt.kemenperin.go.id/index.php/hasil-penelitian/arena-tekstil/46-arena- 2004/81-serat-nanas,  pada 10 Februari 2015  pada 23.32 WIB.
Beritajatim.com. Pabrik Asam Fosfat PKG Dikebut 30 Bulan. Diunduh melalui http://m.beritajatim.com/ekonomi/162894/Pabrik_Asam_Fosfat_PKG_Dikebut_30_Bulan.html#.UwwqI-N_sbw pada 13 Februari 2015 pukul 12.34 WIB.
BPS. 2010. Produksi Buah-buahan di Indonesia. Diunduh melalui www.bps.go.id  pada 12 Februari 2015 pukul 09.08 WIB.
Dasilva and Marta S.F. 2007. Polyamide and Polyetherimide Organic Solvent Nanofiltration Membrans. [Thesis]. University Of Nova De Lisboa.

Dhany, Rista Rama. 2013. Kaya Gas Bumi, Tapi RI Masih Impor Ammonia 200.000, Ton/Tahun. Diunduh melalui http://finance.detik.com/read/2013/ 06/10/200217/2269504/1036/kaya-gas-bumi-tapi-ri-masih-impor-ammonia-200000-ton-tahun pada 15 Februari 2015 pukul 07.21 WIB.

Grandis, K. 2008. Pembuatan Selulosa Diasetat dari Kapuk Randu. [Skripsi] Jurusan Kimia, FMIPA. Universitas Airlangga. Surabaya.

Kabinawa, I.N.K. 1988. Cultivationn of Algae Chlorella Phyrenoidosa. Annual Report of IC Biotech, Osaka Japan: 429-431.

Kirk B.E. and D.F. Othmer. 1985. Encyclopedia of Chemical Technology. The Interscience Encyclopedia Inc., New York.
Kumano A. and Fujiwara N. 2008. Cellulose Triacetate Membrans For Reverse Osmosis. Li et al. editor. Advanced Membran Technology And Applications. New Jersey: John Wiley&Sons Inc. Page: 21-46.
Misdawati. 2005. Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi Antara Selulosa Asetat Dengan Metil. Jurnal Sains Kimia. Vol 9, No.1. hlm 38-45.
Mulder, M. 1996. Basic Principles of Membran Technology. Netherland: Kluwer Academic.
Muliawati, Eka Cahya. 2012. Pembuatan Dan Karakterisasi Membran Nanofiltrasi Untuk Pengolahan Air. [Skripsi]. Program Magister Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Semarang.

Ningsih, Ucu. 2002. Kajian Berbagai Jenis Membran Untuk Pemisahan Mikroalga Dari Limbah Cair Industri Karet. Diunduh melalui http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/16300?show=full pada 14 Februari 2015 pukul 07.53 WIB.

Norman L.N, Anthony G. Fane, W. S. Winston Ho, and T. Matsuura. 2008. Advanced Membran Technology and Applications. John Willey & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey, Canada.
Nunes, P.S. 2001. Membran Technology in the chemical industri. New York : Jon Willey & Sons.
Prastiwi, Nidya. 2010. Pengelolaan Limbah Industri Karet. Program Studi S1 Teknik Lingkungan. Fakultas teknik. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Pratikno, H. 2008. Teknologi Pemanfaatan Serat Daun Nanas Sebagai Alternatif Bahan Baku Tekstil. Jurnal Teknoin, Vol. 13, No. 02, Desember 2008, Page: 31-35. ISSN : 0853-8697.
Rahman, Fathor. 2013.Teknologi Membran Sebagai Solusi Krisis Garam Nasional dan Krisis Air Tawar. [LKTA]. Jurusan Biologi, FMIPA. Universitas Brawijaya. Malang.
Ren, Jizhong and Rong Wang. 2011. Preparation of Polymeric Membrans: Handbook of Environmental Engineering: Membran and Desalination Technology. Vol. 13. Page: 47-100.
Santoso, S.D. 2007. Pembuatan Selulosa Diasetat dari Serat Daun Nanas (Ananas comosus). [Skripsi]. Jurusan Kimia, FMIPA. Universitas Airlangga. Surabaya.
Suligundi, Bonifasia Tripina. 2013. Penurunan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada Limbah Cair Karet dengan Menggunakan Reaktor  Biosand Filter yang Dilanjutkan dengan  Reaktor Activated Carbon. Jurnal Teknik Sipil Untan / Volume 13 Nomor 1 – Juni 2013.
Sustiyah dan Siti Zubaidah. 2013. Dampak Limbah Padat Pabrik Pengolahan Karet Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Pada Tanah Pasir. Jurnal Agripeat. Volume 14 Nomor 1 Maret 2013.
Uemura T. and Henmi M. 2008. Thin-film composite membrans for reverse osmosis. Li et al. editor. Advanced membran technology and applications. NewJersey: John Wiley&Sons Inc. hlm 3-18.
Wenten, I. G. 1996. Membran Technology for Industri and Environmental Protection, UNESCO. Center for Membran Science and Technology. Institut Teknologi Bandung.
Wijanji, R.R.. 2006. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Pemasakan Terhadap Rendemen Pulp Serat Daun Nanas (Ananas comosus). [Skripsi] Jurusan Kimia, FMIPA. Universitas Airlangga. Surabaya.
Winastia, B. 2011. Analisa Asam Amino pada Enzim Bromelin dalam Buah Nanas (Ananas Comusus) Menggunakan Spektrofotometer. [Tugas Akhir]. Program Studi Diploma III Teknik Kimia, Program Diploma, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Winston W. S. and Kamaslesh K. Sirkat. 1992. Membran Handbook. Chapman and Hall, New York. Page : 455-571.

1 comment:

  1. Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller, evapko, boiler, oli industri, defoamer anti busa dll untuk info lebih lanjut tentang Chemical ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
    WA=081310849918
    Terima kasih

    ReplyDelete

CATATAN BIOAKTIF DAN SINDROM METABOLIK

SINDROM METABOLIK 1.        Obesitas menyebabkan inflamasi, hipertensi, resistensi insulin . Kemudian menyebabkan DM 2, penyakit kardi...