Saturday, August 4, 2018

PHASE DIAGRAM AND TRIPLE POINT


DIAGRAM FASE DAN TRIPLE POINT

1.   Fase
            Fase adalah setiap bagian sistem yang homogen dan dipisahkan oleh batas yang jelas, sifat fisik dan sifat kimia berbeda dari bagian sistem lain, dan dapat dipisahkan secara mekanik dari bagian lain sistem itu (Haynes, 2011). Fase dibagi menjadi tiga yaitu padat, cair dan gas sebagai berikut (Sulistiati dan Riza, 2010):
a.    Solid (padat): Fase padat yaitu fase dimana atom-atom atau molekul-molekul mempunyai tiga tipe gerakan yaitu vibration, rotation dan translation, tetapi molekul bergerak didalam ruang sempit. Jarak antar molekul sangat dekat sehingga gaya tarik antar molekul sangat kuat dan bentuknya tetap. Gaya tarik antara molekul-molekul cenderung untuk mempertahankannya pada jarak yang relatif konstan. Pada temperatur tinggi molekul melawan gaya antar molekul dan terpencar.
b.    Liquid (cair): Fase cair yaitu fase dimana molekul-molekul bergerak secara random dengan tiga tipe gerakan yang sama seperti fase gas tetapi jarak mereka dekat dan tidak dapat menempuh perjalanan sangat jauh untuk saling bertubrukan. Susunan molekul mirip dengan zat padat, tetapi terhadap yang lain sudah tidak tetap lagi. Sekumpulan molekul akan mengambang satu sama lain.
c.    Gas: Fase gas yaitu fase dimana molekul-molekul bergerak secara random dengan tiga tipe gerakan yang berbeda yaitu vibration, rotation, dan translation. Molekul-molekul dipisahkan oleh jarak yang luas dan menempuh perjalanan panjang untuk saling bertubrukan. Jarak antar molekul berjauhan dan susunannya acak. Molekul bergerak secara acak.
2.    Perubahan Fase
            Semua zat murni mempunyai mempunyai karakteristik umum yang sama (Haynes, 2011). Sebagai contoh air (water). Berikut ini merupakan perubahan fase air pada tekanan konstan (Widjajanti, 2008):





State 1 : Pada state ini disebut compressed liquid atau subcooled liquid. Pada state ini penambahan panas hanya akan menaikkan temperatur tetapi belum menyebabkan terjadi penguapan (not about to vaporize)
State 2 : Disebut saturated liquid (cairan jenuh). Pada state ini
fluida tepat akan berubah fasenya. Penambahan panas sedikit saja akan menyebabkan terjadi penguapan (about to vaporize). Akan mengalami sedikit penambahan volume.
State 3 : Disebut “Saturated liquid - vapor mixture” (campuran
uap - cairan jenuh). Pada keadaan ini uap dan cairan jenuh berada dalam kesetimbangan. Penambahan panas tidak akan menaikkan temperatur tetapi hanya menambah jumlah penguapan.
State 4 : Campuran tepat berubah jadi uap seluruhnya, disebut
saturated vapor” (uap jenuh). Pada keadaan ini pengurangan
panas akan menyebabkan terjadi pengembunan (“about to
condense
”).
State 5 : Disebut “superheated vapor” (uap panas lanjut).
Penambahan panas akan menyebabkan kenaikkan suhu dan volume.
           
3.   Diagram Fase
            Diagram fase menggambarkan hubungan antara tekanan dan suhu pada sistem komponen air dibawah pengaruh tekanan (P) dan suhu (T). Pada kondisi tekanan tinggi dan suhu rendah, zat akan berada pada fase padat. Pada kondisi tekanan rendah dan suhu tinggi maka zat berada dalam fase gas. Pada kondisi tekanan tinggi dan suhu tinggi, zat akan berada pada kondisi cair (Sulistiati dan Riza, 2010). Diagram fase dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Digram fase (Pressure,Temperature) yang menunjukkan titik tripel, titik kritik, dan gambaran area fluid superkritik (Capuzzo et al., 2013)

Pada diagram tersebut terdapat garis yang membatasi antara dua fase. Jika zat berada pada garis pembatas antara dua fase, maka zat berada dalam fase equilibrium atau kesetimbangan (Haynes, 2011). Kesetimbangan fase suatu zat harus memenuhi syarat yaitu:
a.    Zat mempunyai lebih dari satu fase meskipun materinya sama
b.    Terjadi perpindahan reversible dari satu fase ke fase lain
c.     Seluruh bagian zat mempunyai tekanan dan temperature sama     

Pada diagram tersebut juga terdapat dua titik yang penting, yaitu titik tripel (triple point) dan titik kritik (critical point). Triple point adalah titik dimana fase padat, cair, dan gas hadir bersamaan dalam kesetimbangan yang dinamik. Sedangkan titik kritik adalah suhu dan tekanan tertinggi di mana suatu zat masih dapat mempertahankan kesetimbangan antara fase gas dan cairnya (Sairam et al., 2012). Di atas titik ini materi berubah wujud menjadi sesuatu yang bukan gas dan bukan pula zat cair. Secara termodinamika materi tersebut adalah gas yang dimampatkan, karena terdiri hanya atas satu fase dan memenuhi seluruh bagian ruang penyimpannya. Gas yang dimampatkan tersebut dikenal dengan nama fluida superkritik (supercritical fluids – SCF) (Pereda et al., 2007).

4.   Titik Tripel (Triple Point)
            Triple point merupakan titik dimana fase padat, cair, dan gas berada dalam kesetimbangan dinamik antara temperatur dan tekanan. Pada triple point, terdapat tiga proses yang terjadi evaporasi-kondensasi, pencairan-pembekuan, sublimasi-desublimasi secara simultan (Purwiyatno, 2013). Tabel 1 berikut menunjukkan triple point beberapa zat.

Tabel 1. Triple point beberapa zat murni

Sumber: Belyamin dan Nasruddin, 2011

5.   Titik Kritis (Critical Point)
            Keadaan jenuh (saturation state) adalah keadaan di mana perubahan fase dimulai dan berakhir. Titik dimana garis jenuh cairan dan uap bertemu di sebut titik kritis (critical point). Critical point adalah titik ketika gas di atas tekanan dan temperatur kritis sehingga tidak dapat dicairkan hanya dengan mengecilkan volumenya. Suhu pada saat terjadinya critical point disebut temperatur kritis (Tc) yang menunjukkan batas maksimum agar kesetimbangan fase cairan dan uap terbentuk. Sedangkan tekanan pada suhu kritis disebut tekanan kritis (Pc). Pada critical point, suatu zat disebut fluida superkritik (SCF) (Pereda et al., 2007).
Fluida superkritik (supercritical fluids – SCF) merupakan zat yang mempunyai gabungan sifat-sifat zat cair dan gas. Berat jenisnya tinggi dan kompresibilitas rendah sepadan dengan zat cair. Pada saat yang sama juga memiliki viskositas rendah dan tingkat difusi tinggi setara dengan gas. Karena daya penetrasi dan kekuatan pelarut yang tinggi dalam bahan tanaman, maka fluida superkritik menjadi pelarut yang baik untuk proses ekstraksi senyawa kimia (Capuzzo et al., 2013).
Tabel 2 berikut ini menunjukkan perbandingan sifat fisik dari gas, cair dan fluida superkritik :
Tabel 2. Perbandingan sifat fisik
Sifat fisik
Gas (Tambien)
Fluida Superkritik (Tc, Pc)
Cair (Tambien)
Densitas (Kg/m3)
0,6-2
200-500
600-1600
Viskositas Dinamis (mPas.s)
0,01-0,3
0,01-0,03
0,2-3
Viskositas Kinetik (106 m2/s)
5-500
0,2-0,1
0,3-5
Koefisien Difusi (106 m2/s)
10-40
0,07
0,0002-0,002
Sumber: Pereda et al., 2007

Dalam proses ekstraksi, dengan sifat-sifat tersebut fluida superkritik dapat meningkatkan selektivitas proses dan memisahkan komponen kimia (Pereda et al., 2007). Hal ini karena fluida superkritik dapat menembus materi padatan dari zat cair lebih cepat daripada pelarut dan mampu membawa zat terlarut dari dan ke dalam padatan lebih cepat. Keistimewaan fluida superkritik yaitu sifat dan daya kelarutannya yang dapat diubah dan diatur menurut suhu dan tekanannya.

6.   Aplikasi di bidang Pangan
a.    Aplikasi Titik Tripel (Triple Point) Pada Freeze Drying
            Freeze Drying adalah proses pengeringan untuk pengawetan bahan makanan yang tidak tahan terhadap suhu panas. Freeze drying diaplikasikan di berbagai bidang diantaranya pengolahan pangan, industri, farmasi, dan bioteknologi (Belyamin dan Nasruddin, 2011). Prinsip teknologi pengeringan beku dimulai dengan proses pembekuan pangan, dan dilanjutkan dengan pengeringan. Pengeringan yaitu mengeluarkan/ memisahkan hampir sebagian besar air dalam bahan yang terjadi melalui mekanisme sublimasi (Purwiyatno, 2013). Secara ilustratif, proses pengeringan beku dijelaskan seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi mekanisme terjadinya pengeringan beku (Food Review Indonesia, 2013)
            Tahapan proses pengeringan menggunakan Freeze Drying (Purwiyatno, 2013):
1.    Freezing : Produk dibekukan hingga kondisi freeze concentrated (Tg’) yang artinya:
·         Volume bongkahan es à maksimum 
·         Jumlah air à  minimum.
2.    Sublimasi  : Produk pangan dalam kondisi beku di ruangan vakum (P dan T tetap) dibawah triple point. Karena itu proses sumblimasi dapat terjadi tanpa melalui proses pelelehan. Pada tahap ini terjadi penguapan air sehingga menghasilkan produk kering-beku. Selama proses sublimasi, tekanan dipertahankan sekitar 0,0025 bar dan suhu dinaikkan secara terkontrol sampai mencapai 100°F (38°C)
           
            Proses pengeringan beku sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2, dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram fase air pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram fase air pada proses sublimasi pengeringan beku  (Food Review Indonesia, 2013)

            Dari Gambar tersebut dapat diketahui bahwa dengan mengendalikan kondisi tekanan (P) dan suhu (T), air dapat berbentuk gas (uap), cair (air) atau padatan (es). Pada kondisi tertentu - yaitu pada kondisi tekanan 4,58 torr (610,5 Pa) dan suhu 0°C, air akan berada pada kondisi kesetimbangan antara uap, air dan es (Gambar 3A). Titik dimana terjadi kesetimbangan antar ketiga fase tersebut disebut sebagai triple point. Triple point untuk air terjadi pada pada tekanan (P) 4.58 torr dan suhu (T)=0°C. Pada freeze drying, bahan dalam kondisi beku pada tekanan yang dipertahankan tetap dibawah triple point (Pt=4,58 torr), kemudian suhu produk dinaikkan sehingga terjadi sublimasi, yaitu perubahan fase dari padat (es) ke uap (Gambar 3B).
            Jika kondisi ini dipertahankan, maka air (es) dalam bahan pangan secara kontinyu akan berkurang melalui proses sublimasi. Mekanisme ini berbeda dengan proses pengeringan biasa dimana pengeringan terjadi melalui mekanisme penguapan (evaporasi) yang membutuhkan suhu tinggi. Perbedaan antara proses pengeringan beku dengan pengeringan biasa dapat diilustrasikan pada Gambar 4.


Gambar 4. Perbandingan mekanisme pengeringan biasa (A) dan pengeringan beku (B) (Food Review Indonesia, 2013)

            Pada Gambar 4A, proses pengeringan biasa terjadi melalui mekanisme penguapan pada suhu panas, sehingga bagian pangan yang kering akan terjadi perubahan kimia (gelatinisasi pati, karamelisasi gula, dan/ atau denaturasi protein) yang menyebabkan terbentuknya kerak (crust) di permukaan; yang akan memberikan hambatan bagi difusi uap dari bagian basah ke udara lingkungan. Akibatnya, proses pengeringan akan terhambat dan terhenti, menghasilkan produk yang bagian luar sudah kering tetapi bagian tengahnya masih basah (case-hardening).
            Pada Gambar 4B, proses pengeringan beku terjadi melalui mekanisme sublimasi yang terjadi pada suhu dingin. Karena itu, proses gelatinisasi, karamelisasi, dan denaturasi tidak terjadi, sehingga pada bagian pangan yang kering tidak terjadi perubahan pembentukan kerak. Dengan demikian, uap air bisa berdifusi dengan baik dari bagian basah ke udara lingkungan, sehingga bisa dihasilkan produk yang kering dengan baik (Belyamin dan Nasruddin, 2011).

b.    Aplikasi Supercritical Fluid Extraction (SFE)
Supercritical Fluid Extraction (SFE) merupakan proses pemisahan bahan kimia berupa komponen bioaktif ataupun rasa/flavor dari produk-produk alam seperti teh, kopi, tanaman herbal, rempah-rempah dan yang lainnya yang dicampur dengan fluida superkritik untuk membentuk fase gerak (sebagai pelarut/solvent). Pada proses ini pelarut mengalami tekanan dan suhu di dekat atau diatas titik kritis dengan tujuan meningkatkan kemampuan pelarut dalam melarutkan (Sairam, 2012).
Teknologi fluida superkritik dimanfaatkan untuk ekstraksi pada industri makanan dan pemurnian pada industri farmasi, dan juga sebagai teknik analisa, yaitu kromatografi fluida superkritik. Salah satu komponen kimia yang sering digunakan dalam teknologi fluida superkritis adalah Karbon Dioksida (CO2). Hal ini dikarenakan beberapa alasan antara lain: (1) tidak mudah terbakar, (2) tidak beracun, (3) murah, (4) titik kritiknya relatif rendah, (5) tidak berbau (6) kemurnian tinggi  (Capuzzo et al., 2013). Selain itu, ketersediaannya melimpah di alam dan dari hasil produk-samping berbagai proses industri serta mudah didaur ulang.
Untuk memanfaatkan karbondioksida sebagai fluida superkritis maka perlu diketahui data triple point dan critical point yang dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Data Triple Point dan Critical Point pada Karbon Dioksida (CO2)
Data triple point CO2
Suhu       : -56,56oC
Tekanan  : 5,187 MPa
(www.encyclopedia.airliquide.com)
Data critical point CO2
Suhu       : 31,2 oC
Tekanan  : 7,377 MPa 
(Capuzzo et al., 2013) 

Beberapa sifat fisik yang dimiliki CO2 pada titik kritis adalah :
·         Densitas                : 0,47 g/cm2 (Sairam et al., 2012)
·         Volume                  : 94,07 cm3/mol  (Pereda et al., 2007)
·         Koefisien difusi     : 0,0007 cm2/s (Sairam et al., 2012)

Sifat fisik yang dimiliki fluida superkritik CO2 akan membuat turbulensi fluida yang terjadi lebih besar. Hal ini akan meningkatkan laju ekstraksi zat terlarut (Sairam et.al, 2012). Pelarut CO2 memiliki titik kritik temperatur yang rendah atau disebut low-Tc solvent. Keuntungannya adalah dapat dengan mudah memisahkan komponen kimia pada ekstrak. Karena itu, CO2 dapat digunakan untuk mengekstrak komponen kimia pada bahan yang tidak stabil terhadap panas seperti matrik sayuran, minyak esensial, alkaloid atau oleoresins. Sehingga pelarut ini biasa digunakan untuk industri farmasi dan produk alam (Pereda, 2007).
            Gambar 5 di bawah ini memperlihatkan tahap perubahan fase CO2 dari cair dan gas menjadi fluida superkritik seiring dengan kenaikan suhu.
Gambar 5. Tahapan fase pembentukan fluida superkritik CO2 (Capuzzo et al., 2013)

DAFTAR PUSTAKA

Capuzzo, Andera, M. Mafei, and A. Occiphinti. 2013. Supercritical Fluid Extraction of Plant Flavors and Fragrances. Journal of Molecules 2013. Vol. 18(6):7194-7238.
Food Review Indonesia. 2013. Freeze Drying Technology: for Better Quality & Flavor of Dried Products. FOODREVIEW INDONESIA. VOL. VIII/NO. 2/Februari 2013.
Pereda, Selva, S. Bottini and E. Brignole. 2007. Fundamentals of Supercritical Fluid Thechnology in “Supercritical Fluid Extraction of Nutraceuticals and Bioactive Compounds”. New York : CRC Press.
Haynes, W. M. 2011. Handbook of Chemistry and Physics. New York : CRC Press.
Sairam, Somsubra, S. Jena and D. Banji. 2012. Supercritical Fluid Extraction (SFE). Asian Journal Pharmacy 2012. Vol. 2(3):112-120

Manpong, Patumporn, S. Douglas, and P. Douglas. 2009. Response Surface Methodology Applied To The Extraction of Phenolic Compounds From Jatropha Curcas Linn. Leaves Using Supercritical Co2 With A Methanol Co-Solvent. Journal of Food Process Engineering.

Purwiyatno, H. 2013. Freezing Drying Technology: For Better Quality & Flavor of Dried Products. Food Review Indonesia. Vol 8(2): 52-56.

Belyamin, R. dan S. Nasruddin. 2011. Pengembangan Pengering Beku Pembekuan Vakum dengan Pemanasan Kondensor. Politeknologi. 10(3): 285-294

Sulistiati, dan A. K. Riza. 2010. Termodinamika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Widjajanti, E. 2008. Kesetimbangan Fasa. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.



1 comment:

CATATAN BIOAKTIF DAN SINDROM METABOLIK

SINDROM METABOLIK 1.        Obesitas menyebabkan inflamasi, hipertensi, resistensi insulin . Kemudian menyebabkan DM 2, penyakit kardi...