Tuesday, August 14, 2018

Q and A Imunologi 2


 Mengapa manusia bisa tetap hidup sehat walau ada sel autoreaktif di dalam tubuhnya?
Jawaban:
Sel autoreaktif adalah limfosit yang mempunyai reseptor autoantigen. Bila sel tersebut memberikan respons autoimun, maka disebut sel limfosit reaktif (SLR). Pada orang normal, meskipun SLR berpasangan dengan autoantigen, tidak selalu terjadi respon autoimun. Hal ini karena ada sistem limfoid yang mengontrol reaksi autoimun. Sedangkan menurut teori forbidden clones, tubuh menjadi toleran terhadap jaringannya sendiri karena sel-sel yang autoreaktif dimusnahkan selama perkembangan embriologi. Dalam beberapa kasus, virus dapat menginfeksi sistem limfoid. Hal ini menyebabkan mekanisme kontrol imunologi sistem limfoid gagal bekerja dan terjadi autoimunitas.

 Mengapa seseorang tetap terinfeksi padahal memiliki sel immunokompeten khususnya sel B dan sel T yang mempunyai clone dalam jumlah sangat besar?
Jawaban:
Menurut Abbas (1991), ditinjau dari faktor host, penyebabnya adalah:
a.       Jumlah dan kecepatan perkembang biakan patogen. Jumlah patogen yang masuk ke dalam tubuh terlalu banyak hingga melebihi jumlah sel imun yang tersedia. Selain itu, beberapa patogen memiliki kecepatan perkembangbiakan sangat tinggi yang melebihi kecepatan clone sel imun.
b.      Kekurangan nutrisi. Kekurangan energi protein (KEP), defisiensi mikromolekul seperti zinc, selenium, zat besi, tembaga, vitamin A,C, E, B6, dan asam folat (vit B9) menyebabkan gangguan imunitas selular, aktivitas komplemen, fungsi fagosit, kensentrasi antibodi, IgA, dan produksi sitokin, serta menurunkan kecepatan respon imunitas. Hal ini juga dikenal dengan defisiensi imun.
c.       Stres emosional/depresi. Sering stres atau depresi berlebihan dapat menyebabkan limfositopenia atau limfopenia. Limfopenia merupakan kondisi seseorang dengan tingkat limfosit rendah. Pada orang dewasa jika limfosit dalam darah di bawah 1.500/μl darah. Sedangkan pada anak-anak akan dianggap mengalami limfopenia jika tingkat limfositnya di bawah 3.000/μl darah. Bila jumlah limfosit menurun, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi akan terganggu. Hal ini karena limfosit berperan untuk mencegah infeksi bakteri dan virus pada tubuh, serta membantu melawan kanker. Gejala limfopenia biasanya tidak khas dan sering ditemukan pada saat pemeriksaan darah untuk penyakit lain, misalnya infeksi.
d.      Menderita chronic granulomatus disease. Chronic granulomatus disease (CGD) merupakan gangguan sistem imun turunan (hereditas) dimana sel darah putih tidak bisa menyerang infeksi. Karena itu fagosit tidak mampu melindungi tubuh dari infeksi jamur dan bakteri. Penderita CGD umumnya mudah terserah pneumonia, infeksi paru, infeksi kulit, infeksi sistem limfoid, infeksi liver, dan gangguan sistem pencernaan.

Menurut Munasir (2001), ditinjau dari faktor patogen, penyebabnya adalah:
a.       Kecepatan mutasi tinggi. Patogen bermutasi dengan sangat cepat melebihi kecepatan pengenalan antibodi pada antigen patogen tersebut. Sehingga patogen tersebut tidak lagi dikenali oleh antibodi. Contoh: HIV penyebab AIDS
b.      Melakukan replikasi intraselular (patogenesis intraselular). Patogen mengeluarkan replikasi intraselular di dalam sel tubuh manusia sehingga patogen tersebut terlindung dari kontak langsung dengan sel imun dan antibodi. Contoh: Salmonella, Plasmodium falciparum, L. monocytogenes, dan Leishmania spp.
c.       Membentuk kapsul protektif. Patogen jenis ini hidup didalam kapsul protektif yang mencegah lisis oleh sistem imun. Selain itu patogen jenis ini juga mengeluarkan senyawa yang mengurangi respon imun atau mengarahkan respon imun ke arah yang salah. Contoh: Mycobacterium tuberculosis
d.      Membentuk biofilm. Beberapa bakteri membentuk biofilm untuk melindungi diri dari sistem imun. Contoh: Pseudomonas aeruginosa dan Burkholderia cenocepacia.
e.       Menghasilkan protein. Beberapa bakteri patogen menghasilkan protein di permukaan yang berikatan pada antibodi dan mengubah antibodi menjadi tidak efektif. Contoh: Streptococcus (protein G), Staphylococcus aureus (protein A), dan Peptostreptococcus magnus (protein L)
f.        Kapsul antifagosit. Bakteri ekstraseluler dapat mensintesis kapsul antifagosit. Kapsul antifagosit yaitu kapsul luar (outer capsule) yang dapat menurunkan adhesi antara sel fagosit dengan bakteri. Selain itu, kapsul tersebut melindungi molekul karbohidrat pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh reseptor fagosit. Karena itu, akses fagosit dan deposisi C3B pada bakteri dapat dihambat. Contoh: Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenzae.
g.      Mengeluarkan Eksotoksin: Beberapa patogen mengeluarkan eksotoksin. Eksotoksin terbagi menjadi 5 yaitu hemolisin (merusak darah), leucocidine (merusak leukosit), hyaluronidase (menyebabkan bakteri tersebar ke seluruh tubuh), kolagenasae (merusak kolagen), dan koagulase (menyebabkan deposit fibrin di permukaan sel). Eksotoksin yang menghambat kerja sistem imun merupakan leucocidine karena dapat merusak leukosit.

Referensi

Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. (1991). Cellular and Molecular Immunology. Philadelphia: WE Saunders Company.
Meng Q, Ying Z, Noble E, Zhao Y, Agrawal R, Mikhail A, Zhuang Y, Tyagi E, Zhang Q, Lee JH, Morselli M, Orozco L, Guo W, Kilts TM, Zhu J, Zhang B, Pellegrini M, Xiao X, Young MF, Gomez-Pinilla F, Yang X. (2016). Systems Nutrigenomics Reveals Brain Gene Networks Linking Metabolic and Brain Disorders. [Research Paper]. EBioMedicine 7 (2016) 157–166.
Munasir, Z. (2001). Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri. [Tinjauan Pustaka]. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 4, Maret 2001: 193 – 197.

No comments:

Post a Comment

CATATAN BIOAKTIF DAN SINDROM METABOLIK

SINDROM METABOLIK 1.        Obesitas menyebabkan inflamasi, hipertensi, resistensi insulin . Kemudian menyebabkan DM 2, penyakit kardi...